Terdapat 2 jenis terapi pengganti ginjal yaitu : dialisis dan transplantasi
ginjal
a.
Dialisis yang terdiri dari hemodialisis, dialis peritoneal dan hemofiltrasi
Cuci darah apabila fungsi ginjal untuk membuang zat-zat metabolik yang
beracun dan kelebihan cairan dari tubuh sudah sangat menurun (lebih dari 90%)
sehingga tidak mampu lagi menjaga kelangsungan hidup penderita gagal ginjal,
maka harus dilakukan dialisis (cuci darah) sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal. Ada dua jenis dialisis yaitu:
1)
Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Cara yang umum dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan mesin cuci
darah (dialiser) yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Darah dipompa keluar
dari tubuh, masuk ke dalam mesin dialiser untuk dibersihkan melalui proses
difusi dan ultrafiltrasi dengan dialisat (cairan khusus untuk dialisis),
kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh.
Agar prosedur hemodialisis dapat berlangsung, perlu dibuatkan akses untuk
keluar masuknya darah dari tubuh. Akses tersebut dapat bersifat sementara
(temporer) Akses temporer berupa kateter yang dipasang pada pembuluh darah
balik (vena) di daerah leher. Sedangkan akses permanen biasanya dibuat dengan
akses fistula, yaitu menghubungkan salah satu pembuluh darah balik dengan
pembuluh darah nadi (arteri) pada lengan bawah, yang dikenal dengan nama
cimino. Untuk memastikan aliran darah pada cimino tetap lancar, secara berkala
perlu adanya getaran yang ditimbulkan
oleh aliran darah pada cimino tersebut.
2)
Dialisis peritonial (cuci darah melalui perut).
Adalah metode cuci darah dengan bantuan membran selaput rongga perut
(peritoneum), sehingga darah tidak perlu lagi dikeluarkan dari tubuh untuk
dibersihkan seperti yang terjadi pada mesin dialisis. Dapat dilakukan pada di
rumah pada malam hari sewaktu tidur dengan bantuan mesin khusus yang sudah
diprogram terlebih dahulu. Sedangkan continuous ambulatory peritoneal dialysis
(CAPD) tidak membutuhkan mesin khusus tersebut, sehingga dapat dikatakan
sebagai cara dialisis mandiri yang dapat dilakukan sendiri di rumah atau di
kantor (Pernefri, 2003)
b.
Transplantasi ginjal yang dapat berasal dari donor hidup atau donor jenazah
(cadaver).
Cangkok atau transplantasi ginjal adalah terapi yang paling ideal mengatasi
gagal ginjal terminal. Ginjal yang dicangkokkan berasal dari dua sumber, yaitu
donor hidup atau donor yang baru saja meninggal (donor kadaver). Akan lebih
baik bila donor tersebut dari anggota keluarga yang hubungannya dekat, karena
lebih besar kemungkinan cocok, sehingga diterima oleh tubuh pasien. Selain
kemungkinan penolakan, pasien penerima donor ginjal harus minum obat seumur
hidup. Juga pasien operasi ginjal lebih rentan terhadap penyakit dan infeksi,
kemungkinan mengalami efek samping obat dan resiko lain yang berhubungan dengan
operasi (Alam & Hadibroto, 2008).
Terapi hemodialisis adalah pengobatan dengan menggunakan hemodialisis yang
berasal dari kata hemo yang berarti darah dan dialisis yang berarti memisahkan
darah dari bagian yang lain. Jadi hemodialisis yaitu memisahkan sampah nitrogen
dan sampah yang lain dari dalam darah melalui membran semipermiabel.
Hemodialisis tidak mampu menggantikan seluruh fungsi ginjal, namun dengan
hemodialisis kronis pada penderita gagal ginjal kronis dapat bertahan hidup
bertahun-tahun. (Nuryandari, 1999).
Indikasi hemodialisis yaitu BUN (> 100 mg/dl), kreatinin (> 10
mg/dl), hiperkalemia, acidosis metabolik. Secara klinis meliputi (1) Anoreksi,
nausea, muntah; (2) Ensepalopati ureikum; (3) Odema paru; (4) Pericarditis
uremikum; (5) Pendarahan uremik (Nuryandari, 1999).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar