VCT adalah nama lain dari Teknik Klarifikasi
Nilai (VCT). Istilah VCT dipopulerkan di Indonesia oleh Achmad Kosasih Djihisi
melalui buku-bukunya yang mengkaji tentang VCT. Istilah VCT adalah terjemahan
dari values clarification technique. Istilah yang umum digunakan di tingkat
internasional adalah values clarification. Istilah ini pertamakali digunakan
oleh Raths, Harmin & Simon pada tahun 1966. Setelah itu Values
Clarification menjadi terkenal, buku-buku dan kajian tentang Values
Clarification bermunculan. Guru-guru banyak yang menerapkan Values
Clarification dalam pembelajaran di kelas.
Raths, Harmin & Simon (1978); Simon,
Howe & Kirschenbaum (1972) Attarian (1996), Agustina Tri Wijayanti (2013),
dan Oliha & Audu (2015) mengungkapkan bahwa VCT merupakan model yang
mencoba untuk membantu menjawab beberapa permasalahan dan membangun sistem
nilai. Maksudnya VCT membantu untuk memperjelas atau mengklarifikasi
nilai-nilai siswa dalam kehidupan melalui pemecahan masalah, diskusi, dialog
maupun presentasi. Dengan cara seperti itu siswa menemukan sendiri nilai-nilai
yang dianggapnya paling tepat sesuai dengan nilai yang diyakini tanpa adanya
paksaan dari orang lain.
Berdasarkan pendapat di atas, diketahui
bahwa VCT merupakan model pembelajaran yang membantu seseorang untuk
memperjelas nilai-nilainya. Jika seseorang telah berhasil memperjelas nilainya
sendiri, maka akan menghasilkan perubahan perilaku. VCT mendorong sescorang
untuk berfikir secara kritis dan sistematis tentang nilai-nilai yang ada di
dalam masyarakat atau lingkungan. Peserta didik yang belajar dengan model VCT
dilatih untuk menemukan nilai-nilai yang ada dalam diri. Peserta didik akan
mempertimbangkan nilai-nilai yang telah dimilikinya dikaitkan dengan nilai-nilai
yang ada di masyarakat.
Ciri dari pembelajaran dengan VCT adalah
adanya konflik nilai atau keputusan dari kasus yang dilematis. Brown dan Crace
(1996: 220) menyebutnya sebagai kontemplasi dan konflik. Maksudnya, dalam
pembelajaran yang dengan VCT peserta didik dihadapkan dengan suasana
kontemplasi dan konflik. Teknik kontemplasi dan konflik adalah sebuah metode
reflektif yang meminta siswa untuk mempertimbangkan sesuatu yang mereka yakini
benar (kontemplasi). Hal ini kemudian diikuti oleh dialog yang mengarahkan
peserta didik untuk menjelaskan, meyakinkan pendapatnya kepada siswa lain atau
mempertahankan pendapatnya di hadapan siswa lain (konflik). Melalui kegiatan
kontemplasi dan konflik ini peserta didik akan lebih aktif berpartisipasi dalam
mengembangkan pengetahuan tentang kajian yang dibahas dari berbagai sudut
pandang.
Pembelajaran dengan VCT didasarkan pada prinsip
relativitas moral (Edwards, 2005: 10; Brady, 2008: 87). Artinya, VCT merupakan
model pembelajaran nilai yang menunjukan bahwa pendapat orang tidak sama. Hal
ini sangat dipengaruhi oleh tahap perkembangan moral orang yang berbeda-beda
pula. Peserta didik diarahkan untuk menghargai relativitas nilai tersebut
melalui pembelajaran yang mengandung dilema moral. Oleh karena itu sangat tepat
jika VCT digunakan untuk yang membentuk sikap toleransi peserta didik. Toleransi
adalah perilaku mengarahkan pada sikap saling menghargai perbedaan.
Berdasarkan
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa VCT merupakan model pembelajaran
yang bertujuan untuk mencari, kemudian menentukan dan juga mengambil
nilai-nilai yang baik berdasarkan analisis nilai yang sudah ada dalam diri
siswa, sehingga memungkinkan untuk mengambil keputusan yang dapat dipertanggung
jawabkan. Selanjutnya adalah menyamakan dengan nilai-nilai baru yang hendak
ditanamkan. Untuk lebih memahami maskdu dari VCT di atas, maka selanjutnya akan
di bahas lebih rinci mengenani tujuan dan fungsi dari VCT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar