Kamis, 19 Maret 2020

Kebijakan Publik (skripsi dan tesis)

 Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn 2004). Kebijakan publik merupakan keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah. Kebijakan tersebut dirumuskan oleh „otoritas” dalam sistem politik yaitu para Pelaku Publik Lingkungan Publik Kebijakan Publik 15 senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat raja, dan sebagainya (Easton 1965 dalam Agustino 2008). Seorang analis kebijakan R.S Parker (1975) menyatakan bahwa kebijakan publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian asas tertentu atau tindakan yang dilaksanakan pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan suatu obyek atau sebagai respon terhadap suatu keadaan yang krisis (Wahab 2008). Sebagai suatu peraturan, kebijakan publik mempunyai karakteristik yang satu dengan lainnya saling mendukung. Karakteristik dimaksud adalah: 
a. Kebijakan bersifat ganda (berantai), tidak berdiri sendiri secara tunggal.
 b. Kebijakan yang satu terkait dengan kebijakan yang lain yang merupakan mata rantai berkesinambungan.
 c. Kebijakan harus didukung oleh suatu sistem. Kegagalan suatu sistem politik akan berpengaruh terhadap suatu kebijakan pemerintah.
 d. Kebijakan harus dapat mengubah atau mempengaruhi suatu keadaan yang almost possible menjadi possible. Kebijakan harus dapat mengubah yang hampir mungkin menjadi mungkin.
 e. Kebijakan yang baik harus didukung dengan informasi yang lengkap dan akurat. Informasi yang tidak lengkap dan akurat akan mengakibatkan salah pandang dan salah penafsiran dalam mengaplikasikan suatu kebijakan. Pada prinsipnya ketika kebijakan diluncurkan, maka kebijakan tersebut harus dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi semula. Oleh karena itu perlu adanya ukuran efektifitas dari kebijakan itu. 
Yang diperlukan dalam pengukuran efektifitas suatu kebijakan adalah: 
a. Efesien, artinya kebijakan harus dapat meningkatkan efesiensi kondisi sekarang dibanding kondisi yang lalu. 
b. Fair, artinya adil yaitu bahwa kebijakan harus dapat ditempatkan secara adil bagi seluruh lapisan masyarakat. 
c. Insentif, artinya bahwa kebijakan yang diambil harus dapat memberikan rangsangan bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan sesuai dengan kebijakan yang diputuskan. 
d. Enforceability, artinya mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum. Kebijakan tidak akan berjalan efektif apabila kondisi penegakan hukum yang lemah (poor law enforcement). 
e. Public acceptability, artinya dapat diterima oleh masyarakat. 
f. Moral, artinya bahwa kebijakan harus dilandasi dengan etika. Beberapa pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan dalam pembahasan kebijakan kehutanan dapat dirumuskan sebagai berikut: 
a. Mengembangkan iklim berusaha serta kehidupan bermasyarakat yang memperhatikan dan peduli terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
 Langkah ini sangat jelas berhubungan dengan insentif dan disentif ekonomi, peran serta masyarakat dan penegakan hukum dalam rangkaian kebijakan tataguna lahan serta pengelolaan sumberdaya alam, kehutanan, dan daerah aliran sungai. Alokasi lahan yang secara de facto mengakui tanah adat dan lahan masyarakat harus ditegakkan. 
b. Kepedulian dan sense of possession dari masyarakat terhadap situasi negatif, akan tumbuh jika terdapat pengakuan masyarakat. Demikian pula, luas unit usaha dalam kebijakan tataguna lahan harus disesuaikan dengan resiko yang terjadi dan degradasi sumberdaya alam lainnya. Sistem insentif dan disentif bagi pengelola hutan harus ditegakkan, sehingga apabila terjadi kerusakan lahan, para pemilik konsesi dan masyarakat ikut merasakan dan bertanggungjawab.
c. Memperbaiki penegakan hukum dan kebijakan di tingkat pemerintah daerah dan pusat. Disamping itu, masyarakat adat dan masyarakat lainnya harus secara luas dapat melakukan kontrol (dan penuntutan hukum) atas kelalaian pemerintah dalam penanggulangan bencana sumberdaya alam dan kehutanan serta degradasi alam lainnya.
 d. Meningkatkan porsi dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam berbagai urusan yang berhubungan dengan perencanaan, implementasi, dan kontrol terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan. Hal ini sebenarnya sangat relevan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah yang saat ini sedang digalakkan, walaupun kita tidak harus berharap banyak terhadap paket kebijakan desentralisasi, karena kemungkinan untuk 17 terjadinya kesalahan pengelolaan (mismanajemen), masih cukup besar sehingga tragedi lama mungkin terjadi (Arifin 2001).

Tidak ada komentar: