Kebijakan publik merupakan rangkaian pilihan yang kurang lebih saling
berhubungan (termasuk keputusan-keputusan untuk tidak bertindak) yang dibuat
oleh badan atau pejabat pemerintah (Dunn 2004). Kebijakan publik merupakan
keputusan politik yang dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah.
Kebijakan tersebut dirumuskan oleh „otoritas” dalam sistem politik yaitu para
Pelaku Publik
Lingkungan Publik Kebijakan Publik
15
senior, kepala tertinggi, eksekutif, legislatif, para hakim, administrator, penasehat
raja, dan sebagainya (Easton 1965 dalam Agustino 2008).
Seorang analis kebijakan R.S Parker (1975) menyatakan bahwa kebijakan
publik adalah suatu tujuan tertentu atau serangkaian asas tertentu atau tindakan
yang dilaksanakan pemerintah pada suatu waktu tertentu dalam kaitannya dengan
suatu obyek atau sebagai respon terhadap suatu keadaan yang krisis (Wahab
2008). Sebagai suatu peraturan, kebijakan publik mempunyai karakteristik yang
satu dengan lainnya saling mendukung. Karakteristik dimaksud adalah:
a. Kebijakan bersifat ganda (berantai), tidak berdiri sendiri secara tunggal.
b. Kebijakan yang satu terkait dengan kebijakan yang lain yang merupakan mata
rantai berkesinambungan.
c. Kebijakan harus didukung oleh suatu sistem. Kegagalan suatu sistem politik
akan berpengaruh terhadap suatu kebijakan pemerintah.
d. Kebijakan harus dapat mengubah atau mempengaruhi suatu keadaan yang
almost possible menjadi possible. Kebijakan harus dapat mengubah yang
hampir mungkin menjadi mungkin.
e. Kebijakan yang baik harus didukung dengan informasi yang lengkap dan
akurat. Informasi yang tidak lengkap dan akurat akan mengakibatkan salah
pandang dan salah penafsiran dalam mengaplikasikan suatu kebijakan.
Pada prinsipnya ketika kebijakan diluncurkan, maka kebijakan tersebut harus
dapat memberikan dampak yang positif terhadap kondisi semula. Oleh karena itu
perlu adanya ukuran efektifitas dari kebijakan itu.
Yang diperlukan dalam
pengukuran efektifitas suatu kebijakan adalah:
a. Efesien, artinya kebijakan harus dapat meningkatkan efesiensi kondisi
sekarang dibanding kondisi yang lalu.
b. Fair, artinya adil yaitu bahwa kebijakan harus dapat ditempatkan secara adil
bagi seluruh lapisan masyarakat.
c. Insentif, artinya bahwa kebijakan yang diambil harus dapat memberikan
rangsangan bagi masyarakat untuk dapat melakukan tindakan sesuai dengan
kebijakan yang diputuskan.
d. Enforceability, artinya mempunyai kekuatan untuk menegakkan hukum.
Kebijakan tidak akan berjalan efektif apabila kondisi penegakan hukum yang
lemah (poor law enforcement).
e. Public acceptability, artinya dapat diterima oleh masyarakat.
f. Moral, artinya bahwa kebijakan harus dilandasi dengan etika.
Beberapa pokok pikiran yang perlu dipertimbangkan dalam pembahasan
kebijakan kehutanan dapat dirumuskan sebagai berikut:
a. Mengembangkan iklim berusaha serta kehidupan bermasyarakat yang
memperhatikan dan peduli terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan
lingkungan.
Langkah ini sangat jelas berhubungan dengan insentif dan
disentif ekonomi, peran serta masyarakat dan penegakan hukum dalam
rangkaian kebijakan tataguna lahan serta pengelolaan sumberdaya alam,
kehutanan, dan daerah aliran sungai. Alokasi lahan yang secara de facto
mengakui tanah adat dan lahan masyarakat harus ditegakkan.
b. Kepedulian dan sense of possession dari masyarakat terhadap situasi negatif,
akan tumbuh jika terdapat pengakuan masyarakat. Demikian pula, luas unit
usaha dalam kebijakan tataguna lahan harus disesuaikan dengan resiko yang
terjadi dan degradasi sumberdaya alam lainnya. Sistem insentif dan disentif
bagi pengelola hutan harus ditegakkan, sehingga apabila terjadi kerusakan
lahan, para pemilik konsesi dan masyarakat ikut merasakan dan
bertanggungjawab.
c. Memperbaiki penegakan hukum dan kebijakan di tingkat pemerintah daerah
dan pusat. Disamping itu, masyarakat adat dan masyarakat lainnya harus
secara luas dapat melakukan kontrol (dan penuntutan hukum) atas kelalaian
pemerintah dalam penanggulangan bencana sumberdaya alam dan kehutanan
serta degradasi alam lainnya.
d. Meningkatkan porsi dan tanggungjawab pemerintah daerah dalam berbagai
urusan yang berhubungan dengan perencanaan, implementasi, dan kontrol
terhadap kebijakan pengelolaan sumberdaya alam dan kehutanan. Hal ini
sebenarnya sangat relevan dengan semangat desentralisasi dan otonomi
daerah yang saat ini sedang digalakkan, walaupun kita tidak harus berharap
banyak terhadap paket kebijakan desentralisasi, karena kemungkinan untuk
17
terjadinya kesalahan pengelolaan (mismanajemen), masih cukup besar
sehingga tragedi lama mungkin terjadi (Arifin 2001).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar