1. Standard Operational Procedure (SOP)
SOP merupakan perkembangan dari tuntutan internal akan kepastian waktu, sumber daya
serta kebutuhan penyeragaman dalam organisasi kerja yang kompleks dan luas”. (Winarno,
2005:150). Ukuran dasar SOP atau prosedur kerja ini biasa digunakan untuk
menanggulangi keadaan-keadaan umum diberbagai sektor publik dan swasta. Dengan
menggunakan SOP, para pelaksana dapat mengoptimalkan waktu yang tersedia dan dapat
berfungsi untuk menyeragamkan tindakan-tindakan pejabat dalam organisasi yang
kompleks dan tersebar luas, sehingga dapat menimbulkan fleksibilitas yang besar dan
kesamaan yang besar dalam penerapan peraturan.
Berdasakan hasil penelitian Edward III yang dirangkum oleh Winarno (2005:152)
menjelaskan bahwa: “SOP sangat mungkin dapat menjadi kendala bagi implementasi
kebijakan baru yang membutuhkan cara-cara kerja baru atau tipe-tipe personil baru untuk
melaksanakan kebijakan-kebijakan. Dengan begitu, semakin besar kebijakan membutuhkan
perubahan dalam cara-cara yang lazim dalam suatu organisasi, semakin besar pula
16
probabilitas SOP menghambat implementasi.Namun demikian, di samping menghambat
implementasi kebijakan SOP juga mempunyai manfaat. Organisasi-organisasi dengan
prosedur-prosedur perencanaan yang luwes dan kontrol yang besar atas program yang
bersifat fleksibel mungkin lebih dapat menyesuaikan tanggung jawab yang baru daripada
birokrasi-birokrasi tanpa mempunyai ciri-ciri seperti ini”.
2. Fragmentasi
Edward III dalam Winarno (2005:155) menjelaskan bahwa “fragmentasi merupakan
penyebaran tanggung jawab suatu kebijakan kepada beberapa badan yang berbeda sehingga
memerlukan koordinasi”. Pada umumnya, semakin besar koordinasi yang diperlukan untuk
melaksanakan kebijakan, semakin berkurang kemungkinan keberhasilan program atau
kebijakan. Fragmentasi mengakibatkan pandangan-pandangan yang sempit dari banyak
lembaga birokrasi. Hal ini akan menimbulkan konsekuensi pokok yang merugikan bagi
keberhasilan implementasi kebijakan. Berikut hambatan-hambatan yang terjadi dalam
fregmentasi birokrasi berhubungan dengan implementasi kebijakan publik. (Budi
Winarno,2005:153-154):
a. Pertama; tidak ada otoritas yang kuat dalam implementasi kebijakan karena
terpecahnya fungsi-fungsi tertentu ke dalam lembaga atau badan yang berbeda-beda.
Di samping itu, masing-masing badan mempunyai yurisdiksi yang terbatas atas suatu
bidang, maka tugas-tugas yang penting mungkin akan terlantarkan dalam berbagai
agenda birokrasi yang menumpuk.
b. Kedua; pandangan yang sempit dari badan yang mungkin juga akan menghambat
perubahan. Jika suatu badan mempunyai fleksibilitas yang rendah dalam misi-misinya,
maka badan itu akan berusaha mempertahankan esensinya dan besar kemumgkinan
akan menentang kebijakan-kebijakan baru
Tidak ada komentar:
Posting Komentar