Selasa, 24 Maret 2020

Berfikir Kritis (skripsi dan tesis)

Tingkat berpikir siswa dapat dibagi menjadi dua yaitu berpikir tingkat dasar dan berpikir tingkat tinggi. Menurut Resnick dalam Thompson (2008) berpikir tingkat dasar (lower order thinking) hanya menggunakan kemampuan terbatas pada hal-hal rutin dan bersifat mekanis. Berpikir tingkat tinggi (higher order thinking) membuat peserta didik untuk menginterpretasikan, menganalisa atau bahkan mampu memanipulasi informasi sebelumnya sehingga tidak monoton. Menurut Krulik & Rudnick dalam Siswono (2009) secara umum, keterampilan berpikir terdiri atas empat tingkat, yaitu: menghafal (recall thinking), dasar (basic thinking), kritis (critical thinking) dan kreatif (creative thinking).
Berdasarkan tingkat berpikir di atas dan hasil pengembangan penelitian Siswono (2009) tentang tingkatan berpikir sampai berpikir kritis yaitu tingkat berpikir kritis 0 (TBK 0), tingkat berpikir kritis 1 (TBK 1), tingkat berpikir kritis 2 (TBK 2), dan tingkat berpikir kritis 3 (TBK 3). Tingkat berpikir paling rendah (TBK 0) adalah keterampilan menghafal (recall thinking) yang terdiri atas keterampilan yang hampir otomatis atau refleksif.
Sedangkan Moore dan Parker (2000) dalam Ahyani (2014) berpendapat bahawa berfikir kritis adalah “ketetapan yang hati-hati dan tidak tergesa-gesa untuk apakah kita sebaiknya menerima, menolak atau menagguhkan penilaian terhadap suatu pernyataan, dan tingkat kepercaya an untuk diterima atau ditolak. Berpikir kritis sangat diperlukan oleh setiap orang untuk meyikapi permasalahan dalam kehidupan yang nyata. Elder & Paul (2008) menyebutkan ada enam tingkatan berpikir kritis yaitu :
a.       Berpikir yang tidak direfleksikan (unreflective thinking)
Pemikir tidak menyadari peran berpikir dalam kehidupan, kurang mampu menilai pemikirannya, dan mengembangkan beragam kemampuan berpikir tanpa menyadarinya. Akibatnya gagal menghargai berpikir sebagai aktivitas yang melibatkan elemen bernalar. Mereka tidak menyadari standar yang tepat untuk penilaian berpikir yaitu kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, kelogisan.
b.      Berpikir yang menantang (challenged thinking)
Pemikir sadar peran berpikir dalam kehidupan, menyadari berpikir berkualitas membutuhkan berpikir reflektif yang disengaja, dan menyadari berpikir yang dilakukan sering kekurangan tetapi tidak dapat mengidentifikasikan dimana kekurangannya. Pemikir pada tingkat ini memiliki kemampuan berpikir yang terbatas.
c.       Berpikir permulaan (beginning thinking)
Pemikir mulai memodifikasi beberapa kemampuan berpikirnya tetapi memiliki wawasan terbatas. Mereka kurang memiliki perencanaan yang sistematis untuk meningkatkan kemampuan berpikirnya.
d.      Berpikir latihan (practicing thinking)
Pemikir menganalisis pemikirannya secara aktif dalam sejumlah bidang namun mereka masih mempunyai wawasan terbatas dalam tingkatan berpikir yang mendalam.
e.       Berpikir lanjut (advanced thinking)
Pemikir aktif menganalisis pikirannya, memiliki pengetahuan yang penting tentang masalah pada tingkat berpikir yang mendalam. Namun mereka belum mampu berpikir pada tingkat yang lebih tinggi secara konsisten pada semua dimensi kehidupannya.
f.       Berpikir yang unggul (accomplished thinking)
Pemikir menginternalisasi kemampuan dasar berpikir secara mendalam, berpikir kritis dilakukan secara sadar dan menggunakan intuisi yang tinggi. Mereka menilai pikiran secara kejelasan, ketepatan, ketelitian, relevansi, dan kelogisan secara intuitif.
Terdapat 12 indikator kemampuan berpikir kritis yang dikelompokkan menjadi 5 kelompok kemampuan berpikir kritis menurut Ennis (Maftukhin, 2012:24):
a.       Klarifikasi Dasar (Elementary Clarification)
Klarifikasi dasar terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) mengidentifikasi atau merumuskan pertanyaan, (2) menganalisis argumen, dan (3) bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi dan atau pertanyaan yang menantang.
b.       Memberikan Alasan untuk Suatu Keputusan (The Basis for The Decision)
Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mempertimbangkan kredibilitas suatu sumber dan (2) mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi.


c.       Menyimpulkan (Inference)
Tahap menyimpulkan terdiri dari tiga indikator (1) membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi, (2) membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi, dan (3) membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan
d.      Klarifikasi Lebih Lanjut (Advanced Clarification)
Tahap ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1) mengidentifikasikan istilah dan mempertimbangkan definisi dan (2) mengacu pada asumsi yang tidak dinyatakan.
e.       Dugaan dan Keterpaduan (Supposition and Integration)
Tahap ini terbagi menjadi dua indikator (1) mempertimbangkan dan memikirkan secara logis premis, alasan, asumsi, posisi, dan usulan lain yang tidak disetujui oleh mereka atau yang membuat mereka merasa ragu-ragu tanpa membuat ketidaksepakatan atau keraguan itu mengganggu pikiran mereka, dan (2) menggabungkan kemampuan kemampuan lain dan disposisi-disposisi dalam membuat dan mempertahankan sebuah keputusan.
Berdasarkan penjelasan di atas, kemampuan berpikir kritis bukan berarti mengumpulkan informasi saja terkadang seseorang yang mempunyai daya ingat yang baik dan mengetahui banyak akan informasi belum tentu baik dalam berpikir kritis. Hal ini dikarenakan seseorang yang berpikir kritis seharusnya mempunyai kemampuan dalam membuat atau menarik kesimpulan dari segala informasi yang ia ketahui, ia pun dapat mengetahui bagaimana menggunakan informasi yang ia punya untuk menyelesaikan sebuah permasalahan, dan mencari sumber informasi yang relevan untuk membantunya menyelesaikan sebuah permasalahan.

Tidak ada komentar: