Rabu, 19 Februari 2020

Sektor Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan dan Dasar Penentuan Tarif (skripsi dan tesis)


Untuk mempermudah pelaksanaannya, administrasi PBB mengelompokkan objek pajak berdasarkan karakteristiknya dalam beberapa sektor yaitu Pedesaan, Perkotaan, Perkebunan, Perhutanan, dan Pertambangan.
 1. Sektor Pedesaan, adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri pedesaan, seperti : sawah, ladang, empang tradisional, dan lain-lain.
 2. Sektor Perkotaan, adalah objek PBB dalam suatu wilayah yang memiliki ciri-ciri suatu daerah perkotaan, seperti : permukiman penduduk yang memiliki fasilitas perkotaan, real estate, komplek pertokoan, industri, perdagangan, dan jasa.
3. Sektor Perkebunan, adalah objek PBB yang diusahakan dalam bidang budidaya perkebunan, baik yang diusahakan oleh Badan Usaha Milik Negara/Daerah maupun Swasta.
 4. Sektor Kehutanan, adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil hutan, seperti : kayu tebangan, rotan, damar, dan lain-lain.
5. Sektor Pertambangan, adalah objek PBB di bidang usaha yang menghasilkan komoditas hasil tambang seperti : emas, batubara, minyak dan gas bumi, dan lainlain. Struktur tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak bisa dalam bentuk sejajar atau progresif. Apabila tarifnya flat, maka administrasinya tentu lebih sederhana dan meminimalkan kemungkinan kolusi antara wajib pajak dengan fiskus.
 Untuk PBB ketentuan tarif efektif yang ditetapkan biasanya berada di bawah tarif resmi antara 1- 3%, sedangkan tarif efektifnya lebih rendah lagi. Pembedaan tarif seperti ini memungkinkan pemerintah mengenakan pajak lebih fleksibel, misalnya dengan mengenakan tarif pajak yang lebih tinggi untuk properti yang mempunyai nilai tinggi. Pembedaan tarif ini juga memudahkan meminimalisir dampak inflasi. Seringkali pembuat kebijakan mengklasifikasikan objek pajak berdasarkan penggunaannya, seperti komersial, residensial dll. Properti komersial umumnya dikenakan dengan tarif lebih tinggi dibandingkan properti residensial. Pertimbangannya, properti komersial memiliki unsur profit dan menghasilkan pendapatan tunai yang dapat digunakan untuk membayar pajak dengan lebih mudah, sedangkan residensial tidak demikian. Pajak itu sendiri bersifat progresif karena besar pengenaan pajak itu sendiri akan meningkat bersamaan dengan meningkatnya pendapatan subjek pajak, sebaliknya pajak juga dapat bersifat regresif dimana berarti pajak yang meningkat bersamaan dengan menurunnya pendapatan. Dalam soal tarif, idealnya pembuat kebijakan senantiasa menyesuaikan distribusi beban pajak properti secara pasti guna memperoleh keuntungan ekonomi-politik yang maksimum dengan kerugian yang minimum. Oleh sebab itu, sebagian besar sistem pajak property terutama untuk orang-orang tua atau keluarga berpenghasilan rendah, pemilik rumah bernilai rendah, dan para penyewa. Namun ironisnya sebagian kalangan justru menilai bahwa sesungguhnya pajak properti bersifat regresif. Alasannya, karena ada kecenderungan bahwa individu berpenghasilan rendah akan menggunakan sebagian besar pendapatannya untuk perumahan, sehingga beban pajak properti akan terasa lebih berat pada wajib pajak yang sebenarnya berpenghasilan rendah. Tapi sebagian yang lain menilai sebaliknya bahwa pajak properti adalah progresif. Alasannya, pajak properti adalah pajak kekayaan yang lebih besar pula daripada individu berpenghasilan rendah. Di indonesia dasar pengenaan tarif adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), yang ditentukan melalui harga perbandingan dengan objek lain sejenis, atau dengan biaya pembuatan/penggantian baru. PBB yang terutang merupakan perkalian dari NJOP (setelah dikurangi Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak atau NJOPTKP) dengan Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) dan tarif. PBB dikenakan hanya sekali dalam setahun. Tarif yang digunakan adalah Tarif rata sebesar 0,5%. NJOPTKP ditetapkan secara regional setinggi-tingginya adalah Rp. 12 juta untuk setiap wajib pajak. Dan apabila wajib pajak memiliki lebih dari satu objek pajak, maka hanya dikenakan kepada objek pajak yang mempunyai NJOP terbesar. Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) sebesar minimum 20% dan maksimum 100% dari NJOP. Berdasrkan Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2000, NJKP 40% digunakan untuk setiap sektor kecuali untuk sektor pertambangan 20% dan sektor pedesaan/perkotaan yang NJOP-nya di bawah Rp 1 milyar

Tidak ada komentar: