Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sagara (2013) yang
menggunakan lima dimensi profesional menunjukkan bahwa hanya
dimensi tuntutan untuk mandiri yang berpengaruh positif, sedangkan
dimensi afiliasi komunitas, kewajiban sosial, dedikasi terhadap pekerjaan,
keyakinan terhadap peraturan profesi berpengaruh negatif terhadap intensi
melakukan whistleblowing.
Pada penelitian Keenan (2002) menunjukkan bahwa manajer level
atas lebih memiliki persepsi yang positif mengenai whistleblowing dan
lebih mungkin melakukan whistleblowing dibandingkan dengan manajer
level pertama dan manajer level menengah.
Kaplan dan Schultz (2007) menguji karakteristik pelanggaran dan
menginvestigasi perilaku pelaporan dalam tiga kasus yang melibatkan
fraud keuangan, pencurian, dan kualitas kerja yang buruk. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa faktor ekonomik dan non-ekonomik yang muncul
dalam ketiga kasus tersebut merupakan faktor yang signifikan untuk
membedakan subjek niat melaporkan whistleblowing.
Kecenderungan seseorang melaporkan pelanggaran tergantung
pada persepsi bahwa pelaporan akan menghasilkan tindakan korektif dan
terkait dengan jabatan pelanggar dalam hierarki organisasional. Semakin
jauh rentang kekuasaan antara pelanggar dan observer pelanggaran, semakin mungkin observer pelanggaran akan mendapatkan perlakuan
retaliasi. Jika pelanggar menduduki jabatan yang tinggi dalam hierarki
organisasi, maka pelanggar tersebut memiliki kekuatan untuk menekan
perilaku whistleblowing, sehingga menyebabkan semakin rendahnya niat
pegawai melakukan whistleblowing
Tidak ada komentar:
Posting Komentar