Jumat, 14 Februari 2020

Hubungan Antara Religiusitas dengan Altruisme (skripsi dan tesis)

Manusia diciptakan Tuhan Yang Maha Esa selain sebagai makhluk individu, juga sebagai makhluk sosial. Makhluk sosial memiliki arti bahwa manusia memerlukan bantuan atau pertolongan dari orang lain dalam menjalankan kehidupannya, mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Sebagai makhluk sosial yang membutuhkan pertolongan orang lain, maka sudah semestinya kita juga secara sukarela memberikan pertolongan atau bantuan kepada orang lain. Perilaku tolong menolong dalam psikologi dikenal dengan altruisme (Wulandari, 2017). Myers (2012) mendefinisikan altruisme adalah motif untuk meningkatkan kesejahteraan orang lain tanpa memikirkan kepentingan diri sendiri. Altruisme adalah kebalikan dari egoisme. Orang yang altrustis peduli dan mau membantu orang lain meskipun tidak ada keuntungan yang ditawarkan atau tidak mengharapkan imbalan. Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi altruisme adalah religiusitas (Myers, 2012). Di samping adanya teori di atas, ada banyak penelitian yang menjelaskan tentang keterkaitan antara altruisme dengan religiusitas. Salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Zhao, 2012) yang mengatakan bahwa religiusitas merupakan salah satu faktor utama yang mempengaruhi altruisme. Senada dengan penelitian tersebut Zhao (2012) menyatakan bahwa orang-orang yang religius mempunyai perilaku yang lebih   altruistik daripada orang yang non religius. Selain itu, Malhotra (2010) dalam penelitiannya juga menemukan bahwa religiusitas merupakan faktor utama yang mempengaruhi altruisme, orang yang religius berkarakteristik lebih stabil, sehingga spontanitas untuk memberikan bantuan lebih besar. Religiusitas adalah sebagai keberagaman yang berarti meliputi berbagai macam sisi atau dimensi yang bukan hanya terjadi ketika seseorang melakukan perilaku ritual (beribadah), tapi juga melakukan aktivitas lain yang didorong oleh kekuatan supranatural. Bukan hanya yang berkaitan dengan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi di dalam hati seseorang. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam sisi atau dimensi (Ancok & Suroso, 2011). 
Menurut Ancok dan Suroso (2011) dengan mengacu pada dimensi religiusitas dari Glock dan Stark, religiusitas Islam meliputi lima dimensi, yaitu: (1) dimensi keyakinan atau akidah, (2) dimensi peribadatan atau syari’ah, (3) dimensi pengalaman atau ihsan, (4) dimensi pengetahuan atau ilmu, dan (5) dimensi pengamalan atau akhlak. Dimensi Keyakinan atau akidah menunjukkan seberapa jauh tingkat keyakinan seorang muslim terhadap kebenaran ajaran-ajaran agamanya, terutama terhadap ajaran-ajaran yang bersifat fundamental dan dogmatik (Ancok & Suroso, 2011). Kemudian Batson, Schoenrade, dan Ventis (dalam Zhao, 2012) mengatakan bahwa semakin kuat keyakinan agama seseorang maka semakin tinggi altruisme yang dimilikinya. Dalam agama Islam menghendaki pemeluknya untuk meyakini ajaran agamanya secara komprehensif dan optimal, salah satu perintah yang sangat  dianjurkan di dalam Islam adalah saling tolong menolong (Gatot, 2015). Perilaku tolong menolong dalam psikologi dikenal dengan altruisme (Wulandari, 2017). Dimensi peribadatan atau syari’ah menunjukkan seberapa jauh seorang muslim dalam menjalankan kewajibannya untuk mengerjakan kegiatan ritual atau beribadah yang dianjurkan oleh agamanya (Ancok & Suroso, 2011). Dalam agama islam menghendaki pemeluknya untuk mengerjakan apa yang diperintahkan, salah satu ibadah yang dianjurkan di dalam Islam yaitu tolong menolong atau meringankan beban orang lain (Gatot, 2015). Sebagaimana yang telah diperintahkan dalam sebuah hadist Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang melepaskan kesusahan seorang mukmin di dunia niscaya Allah akan melepaskan kesusahannya di akhirat. Siapa yang memudahkan orang yang kesusahan, niscaya Allah akan memudahkan (urusannya) di dunia dan di akhirat. Siapa yang menutupi (aib) seorang muslim, niscaya Allah akan menutupi (aibnya) di dunia dan di akhirat. Dan Allah selalu menolong hamba-Nya jika hamba tersebut menolong saudaranya.” (H.R Muslim) Kemudian Allah SWT menegaskan kembali mengenai kewajiban tolongmenolong dalam hal kebaikan dalam firman-Nya, sebagai berikut : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu melanggar syi'ar-syi'ar Allah, dan jangan melanggar kehormatan bulanbulan haram, jangan (mengganggu) binatang-binatang had-ya, dan binatang-binatang qalaa-id, dan jangan (pula) mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitullah sedang mereka mencari kurnia dan keredhaan dari Tuhannya dan apabila kamu telah menyelesaikan ibadah haji, Maka bolehlah berburu. Dan janganlah sekali-kali kebencian(mu) kepada sesuatu kaum karena mereka menghalang-halangi kamu dari Masjidilharam, mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). dan tolong menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya.” (QS. al-Maidah : 2) 
Ayat ini memberikan perintah untuk saling tolong menolong dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa merupaka perintah bagi seluruh manusia. Yakni, hendaknya menolong sebagian yang lain dan berusaha untuk mengerjakan apa yang Allah perintahkan dan mengaplikasikannya. Sebab setiap kebajikan adalah ketaqwaan dan setiap taqwa adalah kebajikan (Gatot, 2015). Berkaitan dengan tolong menolong salah satu contoh dari tingkah laku menolong yang paling jelas adalah altruisme (Hermaningrum, 2017), sehingga seharusnya seorang penganut agama yang taat memiliki perilaku altruisme (Midlarsky, 2012). Dimensi pengamalan atau akhlak menunjukkan seberapa tingkatan seorang muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain (Ancok & Suroso, 2011). Bila individu tetap berpegang teguh pada ajaran Islam, maka Islam akan mengarahkan individu untuk berperilaku sesuai dengan norma agama yang dianutnya, keberagamaan akan mengerakkan individu untuk melaksanakan ajaran agama. Salah satu aspek terpenting dalam ajaran agama adalah perbuatan baik terhadap sesama misalnya yaitu saling tolong menolong (Gatot, 2015). Di dalam dimensi pengamalan meliputi bekerjasama, berlaku jujur, memaafkan, mematuhi norma-norma agama, berderma, suka menolong, dan sebagainya (Ancok & Suroso, 2011). Tolong menolong dalam psikologi disebut dengan altruisme (Wulandari, 2017). Dimensi pengalaman atau ihsan menunjukkan seberapa jauh tingkat seorang muslim dalam merasakan dan mengalami perasaan-perasaan dan pengalamanpengalaman religius (Ancok & Suroso, 2011). Dalam agama Islam menghendaki  pemeluknya menghayati ajaran agama secara kaffah (komprehensif) dan optimal, termasuk di dalamnya sifat yang sangat di anjurkan di dalam Islam yaitu tolong menolong sesama manusia (Gatot, 2015). Seorang muslim yang ber-taqwa menjalani segala perintah dan semua ibadah akan merasakan ketenangan di dalam hatinya, maka ketika seseorang berbuat baik kepada sesama dengan memberikan bantuan kepada orang yang membutuhkan akan merasakan ketenangan di dalam hatinya (Taslim, 2010). Membantu orang lain merupakan cakupan dari aspek Altruisme (Myers, 2012). Dimensi pengetahuan atau ilmu menunjukkan seberapa tingkat pengetahuan dan pemahaman seorang muslim terhadap ajaran agamanya, terutama mengenai ajaran-ajaran pokok dari agamanya, yang termuat di dalam kitab sucinya (Ancok & Suroso, 2011). Salah satu perbuatan yang diperintahkan dalam agama Islam adalah membantu orang lain dan mengedepankan kepentingan orang lain (Gatot, 2015). Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa ta’la, sebagai berikut: “Dan orang-orang yang telah menempati Kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka mencintai orang-orang yang berhijrah kepada mereka. Dan mereka tiada memiliki keinginan di dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (orang Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri. Sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu). Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al-Hasyr : 9) Ayat ini menunjukkan selamatnya hati mereka (orang-orang Anshar) dan tidak ada rasa dengki dan iri dihatinya kepada kaum muhajirin. Ayat ini juga menunjukkan sifat orang-orang Anshar yang mengutamakan orang lain daripada diri sendiri meskipun mereka membutuhkannya. Ayat tersebut turun saat peristiwa hijrah Nabi saw dimana kaum Anshar mendahulukan kaum muhajirin (Terjemahan 41 dan Tafsir Al-qur’an, 2013). Seorang muslim yang memiliki pengetahuan tentang ayat tersebut maka akan mencontoh perilaku kaum Anshar yang mendahulukan kepentingan kaum muhajirin (Gatot, 2015). Mendahulukan kepentingan orang lain diatas kepentingan pribadi merupakan cakupan dari aspek altruisme (Myers, 2012). Pada diri individu yang pemahaman agamanya baik tidak hanya sebatas kebenaran yang diyakini, tetapi secara konsisten tercermin dalam perilakunya dan salah satu bentuk dari perilaku tersebut adalah altruisme (Rain dalam Gatot, 2015).

Tidak ada komentar: