Minggu, 02 Februari 2020

Aspek Aparatur Penegak Hukumyang Berhubungan dengan Tindak Pidana Teknologi Informasi (skripsi dan tesis)

 Penegak hukum di Indonesia mengalami kesulitan dalam menghadapi merebaknya cybercrime. Hal ini dilatarbelakangi masih sedikitnya aparat penegak hukum yang memahami seluk-beluk teknologi informasi (internet), di samping itu aparat penegak hukum di daerah pun belum siap dalam mengantisipasi maraknya kejahatan ini karena masih banyak aparat penegak hukum yang gagap teknologi "gaptek" hal ini disebabkan oleh masih banyaknya institusi-institusi penegak hukum di daerah yang belum didukung dengan jaringan Internet. Agar suatu perkara pidana dapat sampai pada tingkat penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, maka sebelumnya harus melewati beberapa tindakantindakan pada tingkat penyidik. Apabila ada unsur-unsur pidana (bukti awal telah terjadinya tindak pidana) maka barulah dari proses tersebut dilakukan penyelidikan, dalam Pasal 1 sub-13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia penyelidikan didefinisikan sebagai:" “serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya”.5 Penyidikan terhadap tindak pidana teknologi informasi sebagaimana dimaksud dalam UU ITE Pasal 42, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan ketentuan dalam UU ITE. Pasal 43 UU ITE menjabarkan bahwa selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintahan yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik.

Tidak ada komentar: