Jumat, 15 November 2019

Orientasi Kewirausahaan (skripsi dan tesis)

Kewirausahaan adalah kemampuan kreatif dan inovatif yang dijadikan dasar, kiat dan sumber daya untuk mencari peluang menuju kesuksesan. Beberapa literatur manajemen memberikan tiga landasan dimensi-dimensi dari kecenderungan organisasional untuk proses manajemen kewirausahaan, yakni kemampuan inovatif, kemampuan mengambil risiko, dan sifat proaktif (Kemendikbud, 2013).  Kewirausahaan dikenal sebagai pendekatan baru dalam pembaruan kinerja perusahaan. Hal ini, tentu harus direspon secara positif oleh perusahaan yang mulai mencoba bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat krisis berkepanjangan. Kewirausahaan disebut-sebut sebagai pelopor untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi perusahaan berkelanjutan dan berdaya saing tinggi. Sedangkan wirausaha sendiri berarti suatu kegiatan manusia dengan mengerahkan tenaga pikiran atau badan untuk mencapai serta menciptakan suatu pekerjaan yang dapat mewujudkan insan mulia. Dengan kata lain, wirausaha berarti manusia yang unggul dalam menghasilkan suatu pekerjaan bagi dirinya sendiri atau orang lain. Orang yang melakukan wirausaha dinamakan wirausahawan. Bentuk aplikasi atas sikap-sikap kewirausahaan dapat diindikasikan dengan orientasi kewirausahaan yang direfleksikan dengan kemampuan inovatif, proaktifi, dan kemampuan dalam pemecahan masalah (Prawirokusumo, 2010). Orientasi kewirausahaan mengacu kepada proses, praktik, dan aktivitas pembuatan keputusan yang mengarah kepada usahaa baru (new entry), melalui penciptaan produk atau jasa baru (Lumpkin and Dess, 1996). Orietansi kewirausahaan mencakup tiga dimensi, meliputi: 
(1) kemauan untuk berinovatif (inovatif), 
(2) kecenderungan untuk menjadi proakatif terhadap pasar (proaktif), dan
 (3) keberanian mengambil keputusan atau risiko (pemecahan masalah).
 Dimensi pertama dari orientasi kewirausahaan adalah inovatif (innovativeness). Keinovatifan mengacu kepada kecenderungan perusahaan ikut serta dan mendukung gagasan baru, kebaruan (novelty), eksperimentasi, dan proses kreatif yang berakibat  pada proses teknologi, jasa, dan produk baru. Oleh karenanya, keinovatifan mirip dengan suatu iklim, budaya atau orientasi bukan hasil. Keinovatifan terjadi sepanjang suatu kontinum, contoh dari mencoba lini produk baru atau mengadakan percobaan produk baru, mencoba menguasuai suatu teknologi terbaru. Lebih lanjut dinyatakan bahwa keinovatifan akan mengarah kepada perangkap, karena pengeluaran pada pengembangan produk baru dapat menjadi pemborosan sumberdaya jika upaya ini tidak memberi hasil. 
Dimensi kedua orientasi kewirausahaan adalah proaktif (proactiveness) terhadap pasar. Proaktif berkaitan dengan melihat kedepan (foward looking), penggerak pertama upaya pencarian keunggulan untuk membentuk lingkungan dengan memperkenalkan produk baru atau memproses persaingan ke depan. Keproaktifan adalah penting karena menyiratkan pendirian untuk melihat kedepan (foward looking) yang disertai dengan aktivitas yang inovatif atau spekulasi baru. Dengan demikian, perusahaan yang proaktif adalah leader bukan follower, karena perusahaan memiliki kemauan dan tinjauan ke masa depan untuk meraih kesempatan baru. Lebih lanjut, perusahaan yang proaktif sering merupakan perusahaan yang mengajukan produk baru dan seringkali memperkenalkan produk baru mendahului pesaingnya.
 Dimensi ketiga dari orientasi kewirausahaan adalah pemecahan masalah melalui keberanian mengambil keputusan/risiko (risk taking), yang didefinisikan sebagai sejauhmana para pimpinan/manajer berkeinginan membuat komitmen terhadap sumberdaya yang berisiko. Sama seperti keinovatifan, pengambilan risiko terjadi secara kontinu yang berkisar dari risiko yang relatif aman sampai risiko yang sangat  tinggi (misalnya meluncurkan produk baru di pasar baru. Meskipun banyak risiko dapat menurunkan kinerja pengembangan produk baru, risiko itu sendiri tak dapat dihindari karena kinerja akhir dari pengembangan produk baru tidak dapat diketahui sebelumnya. Perusahaan pasti seringkali memanfaatkan sumberdaya pada proyek pengembangan ketika kesempatan ditangkap oleh pasardan sebagian tanpa pengetahuan tentang bagaimana proyek pengembangan ini akan menghasilkan. Pengambilan risiko meliputi perangkap dan bahaya, tetapi perusahaan sering bertindak tanpa mengetahui apakah tindakan mereka akan menghasilkan. 
Menurut Nadim and Seymour (2007), konsep orientasi kewiraushaan akan melibatkan tiga unsur yaitu :
 (1) pengusaha (orang-orang atau pemilik usaha yang berusaha untuk menghasilkan nilai, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan mengeksploitasi produk baru, proses atau pasar, 
(2) aktivitas kewirausahaan (tindakan giat manusia dalam mengejar nilai tambah, melalui penciptaan atau perluasan kegiatan ekonomi, dengan mengidentifikasi dan mengeksploitasi produk baru, proses atau pasar, dan
 (3) kewirausahaan (fenomena yang terkait dengan aktivitas kewirausahaan). Aktivitas (kegiatan) kewirausahaan melibatkan pemahaman empat pertimbangan utama, yaitu:
 (a) aktivitas kegiatan manusia; 
(b) memanfaatkan kreativitas, inovatif dan/atau peluang, 
(c) menciptakan bisnis dan lingkungan baru yang lebih luas, dan 
(d) penciptaan nilai. 
Pemahaman orientasi kewirausahaan diukur dengan capaian kompetensi kewirausahaaan yang oleh Entrepreneurial Development Institut (EDI) of India (Jyotsna dan Saxena, 2012) diidentifikasi melalui: 
(1) inisiatif; bertidak sesuai pilihan bukan karena paksaan, mengawali tindakan,
 (2) gigih mencari peluang; pola pikir yang dilatih untk mencari peluang usaha dari pengalaman sehari-hari,
 (3) kegigihan dalam berusaha (Persistensi); sikap pantang menyerah dan mencari informasi terus menerus sampai berhasil, 
(4) rasa ingin tahu tinggi; sikap rajin mencari ide-ide dan informasi baru, konsultasi dengan ahlinya., (5) proaktif mencari pasar dan pesanan kerja; sikap kerja yang aktif untuk mencari konsumen dan menyelesaikan tugas sesuai jadwal, 
(6) proaktif merancang produk baru; selalu mencari sumber rincian standar atas produk baru yang dapat dikerjakan, 
(7) berorientasi pada perluasan pasar; sikap proaktif pada perluasan pasar dan pemasaran,
 (8) proakif menggalang dukungan dan mempengaruhi orang lain dalam suatu usaha,
 (9) ketegasan dalam bertindak (Assertiveness); mampu menyampaikan visi secara tegas dan meyakinkan orang lain tentang visi tersebut, 
(10) percaya diri; sikap tidak terlalu takut terhadap resiko yang terkait dengan usaha, 
(11) perencanaan sistematik; mempunyai perencanaan yang matang dan mem-punyai tujuan akhir, dan
 (12) berani mengambil keputusan dan risiko; mampu mengamati gejala, mendiagnosa dan memutuskan, serta siap menanggung risikonya. 
Kompetensi (1) s/d (4) diproksi sebagai indikator untuk inovatif, kompetensi (5) s/d (8) diproksi sebagai indikator untuk proaktif, dan kompetensi (9) s/d (12) diproksi sebagai indikator untuk kemampuan mengambil keputusan dan pemecahan masalah. Penelitian Callaghan (2009), memaparkan dimensi orientasi kewirausahaan serta efek dari faktor-faktor kontekstual tertentu pada asosiasi pedagang kaki lima (PKL) dengan mengukur kinerja kewirausahaan. Kinerja wirausaha didefinisikan dalam kontek ini sebagai konstruksi yang terdiri dari pendapatan dan kepuasan berkelanjutan. Orientasi kewirausahaan diuji melalui penyelidikian faktor-faktor kontekstual yang membentuk orientasi kewirausahaan dan memberikan kontribusi terhadap kinerja kewirausahaan. Hasil penelitian menyatakan bahwa orientasi kewirausahaan sangat terkait dengan peningkatan pendapatan seiring dengan kemampuan pimpinan dalam pengambilan keputusan atau risiko. Penelitian ini juga memberikan bukti bahwa faktor-faktor pembelajaran yang terkait, berkontribusi untuk membentuk orientasi kewirausahaan yang secara langsung berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan (kesejahteraan). 

Tidak ada komentar: