Rabu, 20 November 2019

Konsep Hak Asasi Manusia di Indonesia (skripsi dan tesis)

Hak Asasi Manusia, sebagaimana diketahui, adalah hak dasar/mutlak/kudus/suci pemberian Tuhan yang dimiliki setiap  manusia serta menempel atau melekat untuk selamanya. Di dalam kehidupan masyarakat setiap orang wajib memperhatikan serta menghormati hak orang lain. Oleh karena itu, demi terciptanya hubungan baik antar warga masyarakat, setiap anggota masyarakat merealisasikan hak dasar tersebut dengan penuh kearifan, artinya ketika “menikmati” hak asasinya dibarengi/diimbangi pula dengan kesadaran bahwa ada kewajiban asasi dan tanggung jawab asasi (Effendi Masyhur, 2005:178). Perlu juga diketahui bahwa ada prinsip-prinsip dalam HAM yang bersifat universal dan telah diterima sebagai hukum internasional. Indonesia sebagai salah satu anggota PBB turut pula mengadopsi hukum internasional tersebut. Prinsip-prinsip HAM (http://www.equitas.org/wp-content/uploads 2011) yaitu: 
1. Universalitas 
HAM bersifat universal. Semua orang dimana pun di dunia ini berhak atasnya. Prinsip universal ini merujuk pada nilai-nilai moral dan etika tertentu yang berlaku di semua wilayah di dunia, dimana pemerintah dan masyarakat harus menjunjungnya. Namun, universalitas hak-hak ini tidak berarti bisa berubah atau dialami oleh semua orang secara sama. Universalitas HAM tercakup dalam Artikel DUHAM yaitu semua manusia dilahirkan merdeka dan setara dalam martabat dan hak. 
2. Tidak dapat dicabut (inelienability) HAM tidak dapat dicabut. Artinya bahwa hak yang dimiliki oleh setiap orang tidak dapat diambil dan dicabut, diserahkan, atau dialihkan.
 3. Indivisibilitas (indivisibility) 
HAM tidak dapat dibeda-bedakan atau dipisah-pisahkan. Ini merujuk pada kesadaran bahwa semua hak sama pentingnya, baik hak sipil, politik, ekonomi, sosial, maupun budaya. Semua HAM memiliki status yang setara dan tidak dapat diposisikan dalam urutan yang hirakis. Seorang manusia tidak dapat ditolak haknya karena seseorang memutuskan bahwa hak tersebut tidak begitu penting atau tidak esensial. Prinsip tidak dapat dibeda-bedakan ini dipertegas dalam Deklarasi Vienna.
 4. Saling tergantung (interdepency) 
HAM saling tergantung satu sama lain. Ini merujuk pada kerangka kerja hukum HAM yang saling melengkapi. Pemenuhan satu hak sering kali bergantung, secara keseluruhan maupun sebagian, kepada pemenuhan hak yang lain. Contohnya, pemenuhan hak atas kesehatan bergantung pada pemenuhan hak atas pembangunan, atas pendidikan, atau 23 atas informasi. Hal yang sama hilangnya satu hak bisa mengurangi hak-hak yang lain. 5. Kesetaraan Prinsip kesetaraan ini merujuk pada keyakinan bahwa semua manusia memiliki hak asasi yang sama tanpa pembedaan. Kesetaraan tidak harus berarti memperlakukan setiap orang secara sama, tetapi lebih pada mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempromosikan masyarakat yang adil bagi semua orang.
 6. Non diskriminasi
 Prinsip ini mencakup keyakinan bahwa semua orang tidak boleh diperlakukan secara berbeda berdasarkan kriteria yang sewenang-wenang dan tidak bisa dibenarkan. Diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, etnis, jenis kelamin, bahasa, keterbatasan fisik, orientasi seksual, agama, opini politik, dan opini lainnya, asal usul sosial dan geografis, harta kekayaan, keturunan ataupun status lainnya yang ditetapkan oleh standar HAM internasional adalah melanggar HAM.
 7. Partisipasi dan inklusi 
Setiap orang dan semua rakyat berhak untuk berpartisipasi dalam dan mengakses informasi yang terkait dengan proses pengambilan keputusan yang mempengaruhi hidup dan kesejateraan mereka. Pendekatan berbasis hak mensyaratkan  partisipasi tingkat tinggi dari komunitas, masyarakat sipil, kelompok minoritas, perempuan, orang muda, masyarakat adat dan kelompok-kelompok identitas lainnya. 
8. Penghormatan atas perbedaan 
Prinsip ini mengakui dan menghargai perbedaan individu
 9. Akuntabilitas dan aturan hukum 
Negara dan pemangku kewajiban yang lain bertanggung jawab atas ketaatan pada HAM. Dalam hal ini, mereka harus menjalankan semua norma dan standar hukum yang termuat dalam instrumen-instrumen HAM, ketika mereka gagal melakukannya. Sifat yang universal menunjukan keberadaan HAM wajib dihormati oleh setiap manusia di seluruh dunia, berdasarkan kodrat lahiriah manusia. Kesetaraan (equality), adalah ekspresi dari konsep untuk menghormati manusia sebagai umat yang merdeka dan sederajat dalam harkat dan martabatnya. Non diskriminasi menunjukan bahwa tidak seorang pun dapat ditiadakan eksistensinya karena latar belakang perbedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik/ideologi, dan kebangsaan/kewarganegaraan. Tak terbagi (indivisibility), HAM adalah menyatu, tidak dapat dipisah-pisahkan termaksud di dalamnya adalah hak sipil, politik, hak ekonomi, sosial budaya, dan hak-hak kolektif. 
Kesalingtergantungan (interdependence), menunjukan bahwa HAM dalam pemenuhannya bergantung pada pemenuhan hak lainnya, baik separuh atau secara keseluruhan. Pertanggungjawaban (responsibility), menegaskan setiap negara, individu dan entitas lain (korporasi, organisasi-organisasi non pemerintah dan lainnya) harus bertanggungjawab dalam perlindungan dan pemenuhan HAM. HAM lahir seiring dengan berkembangnya ide konstitusionalisme yang salah satunya adalah yang memancangkan konsep rule of law dengan menggusur tatanan lama rule of man (Philipus M. Hadjon, 1987:71). Memperhatikan cakupan hak asasi yang cukup luas, serta adanya “tuntutan” untuk memenuhinya secara terus-menerus, maka implementasinya, selain harus seimbang antar warga masyarakat, juga warga masyarakat harus mengetahui hak asasinya. Untuk tujuan tersebut, diperlukan kesadaran bersama, terutama kesadaran para penyelenggara negara menjadi mutlak. Lebih-lebih dalam pelaksanaannya, sebagai akibat stratifikasi anggota masyarakat yang beragam terdapat perbedaan/diskriminasi yang “menyakitkan” bagi kelompok lainnya, termaksud di dalamnya kelompok narapidana yang merasakan maraknya diskriminasi, sehinga sering kali menimbulkan pertanyaan tentang sejauh mana hukum Indonesia telah melindungi HAM dan hak-hak narapidana. Oleh sebab itu upaya pembenaan secara umum tentang hak asasi manusia diatur sampai pada perlindungan bagi hak narapidana itu sendiri. 
Bagi bangsa Indonesia bentuk perlindungan 26 terhadap hak asasi manusia diatur dalam Pasal 28D ayat (2) Undangundang Dasar 1945, yang menentukan: “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja” Pasal 28I ayat (5) Undang-undang Dasar 1945, yang menentukan: “Untuk menegakkan dan melindungi hak asasi manusia sesuai dengan prinsip negara hukum yang demokratis, maka pelaksanaan hak asasi manusia dijamin, diatur, dan dituangkan dalam peraturan perundang-undangan” Adapun yang berkewajiban untuk melindungi hak-hak sipil dan politik warga negara sesuai dengan Pasal 8 Undang-undang No. 39 tahun 1999 tentang HAM adalah Negara ditegaskan bahwa perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM terutama menjadi tanggung jawab pemerintah. Berdasarkan pada ketentuan-ketentuan di atas, banyak regulasi telah diupayakan oleh pemeritah untuk dapat melindungi HAM itu sendiri, termasuk di dalamnya perlindungan terhadap hak narapidana yang telah diatur dengan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Selain hak asasi, manusia juga mempunyai kewajiban dasar antar manusia yang satu terhadap yang lain dan terhadap masyarakat secara keseluruhan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jadi konsep HAM di Indonesia bukan saja berkaitan dengan hakhak mendasar manusia, tetapi juga dengan kewajiban dasar manusiasebagai warga negara untuk mematuhi peraturan perundang-undangan, hukum tak tertulis, menghormati HAM orang lain, moral, etika, dan patuh pada hukum internasional. Sedangkan kewajiban pemerintah adalah menghormati, melindungi, menegakkan dan memajukan HAM yang telah diatur berdasarkan peraturan perundang-undangan dan hukum internasional tentang HAM yang diterima oleh Indonesia (Majda El-Muhtaj, 2005:6).

Tidak ada komentar: