Selasa, 08 Oktober 2019

Teori Self-Efficacy (skripsi dan tesis)

 Self-efficacy merupakan tingkat keyakinan atau kepercayaan seseorang terhadap kekuatan diri (percaya diri) dalam mengerjakan dan menjalankan tugas atau pekerjaan tertentu. Karakteristik ini menunjukkan keyakinan seseorang mengenai peluangnya untuk berhasil dalam melaksanakan tugas (Kreitner dan Kinicki, 2005:79). Beberapa penelitian akademis telah membuktikan bahwa self efficacy berhubungan dengan kontrol diri, ketahanan dalam menghadapi kegagalan, dan upaya pemecahan masalah (Cherian dan Jolly, 2013). Menurut Avey et al. (2009), apabila diaplikasikan dalam dunia kerja, self-efficacy dapat didefinisi sebagai keyakinan seseorang tentang kemampuannya untuk mengarahkan motivasi, sumber daya kognitif, dan tindakan yang diperlukan untuk berhasil melaksanakan pekerjaannya. Bandura dan Adams (1997) lebih lanjut menyatakan bahwa selfefficacy adalah suatu keyakinan individu terhadap kemampuannya mengatur dan melakukan tindakan yang diperlukan untuk mengarahkan situasi yang akan datang dan mempengaruhi cara individu dalam bereaksi terhadap situasi atau kondisi tertentu. Selfefficacy memiliki dampak pada pola reaksi emosional individu.
Bandura (dalam Cherian & Jolly, 2013), mengajukan pendapat bahwa self-efficacy juga dapat digambarkan sebagai fungsi dari kepercayaan diri dengan mana individu dapat menyelesaikan tugas. Dapat disimpulkan bahwa self-efficacy adalah persepsi tentang kemampuan dan keyakinan individu terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Bandura (dalam Cherian & Jolly, 2013) mengemukakan bahwa teori self-efficacy merupakan cabang dari Social Cognitive Theory. Social Cognitive Theory menyoroti pertemuan yang kebetulan dan kejadian yang tak terduga meskipun kejadian tersebut tidak serta merta mengubah jalan hidup manusia. Beberapa asumsi awal dan mendasar dari Social Cognitive Theory yang dikembangkan oleh Bandura adalah Learning Theory (teori pembelajaran) yang berasumsi bahwa manusia cukup fleksibel dan mampu mempelajari beragam kecakapan bersikap maupun berprilaku dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari itu semua adalah pengalaman-pengalaman tak terduga. Kayu dan Bandura (dalam Staples dkk, 1999) menyatakan bahwa self-efficacy merupakan keyakinan individu untuk membentuk peran sentral dalam proses pengawasan melalui motivasi dan pencapaian kinerja. Self-efficacy juga menentukan upaya beberapa orang untuk melakukan tugas dan berapa lama mereka akan bertahan dengan pekerjaan atau tugasnya. Menurut Bandura (1997), teori kognitif sosial mengidentifikasi beberapa kondisi dimana individu dapat bekerja dalam pekerjaan yang bervariasi bahkan dalam domain yang berbeda. Menurut Judge dan Bono (2001), self-efficacy tinggi akan menghasilkan suatu pencapain prestasi kerja dan kepuasan kerja yang lebih besar dibandingkan dengan karyawan dengan self-efficacy rendah.
 Bandura (dalam Day & Allen, 2004), menyatakan bahwa self-efficacy didefinisi sebagai salah satu kondisi seberapa baik seseorang dapat mengeksekusi suatu tindakan yang diperlukan dalam situasi tertentu. Philip dan Gully (dalam Engko, 2008) menyatakan bahwa Self-efficacy dapat dikatakan sebagai faktor personal yang membedakan setiap individu dan perubahan Self-efficacy dapat menyebabkan terjadinya perubahan perilaku, terutama dalam meyelesaikan tugas dan tujuan. Menurut Schwazer dan Schmitz (dalam Aftab et al. 2005), terdapat dua tingkat efikasi diri yaitu rendah dan tinggi. Di satu pihak, seseorang dengan tingkat efikasi diri tinggi, lebih memilih untuk melaksanakan tugas- tugas ekstra, yang bersifat menuntut, dan bersifat inovatif. Di pihak lain, seseorang dengan tingkat efikasi diri yang tergolong rendah akan banyak menimbulkan masalah dalam diri mereka sendiri seperti, kegelisahan, depresi, bahkan cenderung rentan terhadap situasi atau kondisi buruk. Menurut Bandura (dalam Aprian, 2012), efikasi diri pada individu dapat dianalisis berdasarkan tiga dimensinya, meliputi magnitude, generality, dan strength. Magnitude berhubungan dengan tingkat kesulitan tugas, generality terkait dengan keyakinan individu untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu secara baik dan tuntas, dan strength (kekuatan) mengacu pada derajat dan kemantapan terhadap keyakinannya. Betz dan Smith (2002), menggambarkan keberhasilan diri sosial sebagai perhitungan antisipasi efikasi diri mengenai berbagai perilaku dalam konteks sosial. Jones (1986) (dalam Chasanah, 2008), mengungkapkan sumber atau indikator dari selfefficacy yang tidak jauh berbeda dengan yang dikemukakan oleh Bandura, yaitu berupa perasaan mampu melakukan pekerjaan, memiliki kemampuan yang lebih baik, suka dengan pekerjaan yang menantang, dan puas terhadap pekerjaan. Penelitian lain mengenai hubungan antara self efficacy dan kepuasan kerja dilakukan oleh Klasser dan Ming Chiu (2010), yang meneliti 1.430 orang guru, dengan tujuan untuk menguji hubungan antara pengalaman kerja, karakteristik guru (gender dan tingkat pendidikan), Self efficacy, dan stress kerja, dengan kepuasan kerja. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa guru yang memiliki tingkat self efficacy yang tinggi cenderung memiliki tingkat kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan guru dengan tingkat self efficacy rendah

Tidak ada komentar: