Kamis, 26 September 2019

Desain MMR (skripsi dan tesis)


Dalam bagian ini akan diberikan tiga desain MMR yang hemat penulis
rancangan tersebut sangat terbuka untuk diaplikasikan dalam konteks
olahraga serta tidak sukar menggunakannya. Ketiga desain tersebut akan
penulis ambil dari karya Steckler at al., (1992), Tashakkori & Teddlie
(2010), Creswell (1999; 2010), Morse (2010) serta Creswell at al (2010).
Di samping itu, penulis juga akan berusaha untuk memberikan contoh
aplikasi setiap desain yang diberikan dalam konteks olahraga.
Desain I: Mengembangkan Instrumen kuantitatif
Rancangan pertama yang diberikan di sini adalah sebuah desain
yang digunakan dengan tujuan untuk mengembangkan instrumen
penelitian kuantitatif. Steckler at al., (1992: 5) menyebut model
pertamanya dengan “qualitative methods are used to help develop
quantitative measures and instruments”. Tidak berbeda, Creswell (1999:
463) menyebut modelnya dengan “instrument-building model”.
Dengan menggunakan desain di atas maka terdapat dua tahap
penelitian. Pada tahap pertama, metode kualitatif diarahkan untuk
mendapatkan konstruk-konstruk aitem pertanyaan atau pernyataan yang
nantinya menjadi dasar dalam pengembangan instrumen penelitian.
Dalam tahap inipeneliti menggunakan teknik wawancara mendalampada
responden. Wawancara tersebut ditujukan untuk mengungkap
karakteristik kepribadian dan/atau fenomena yang menjadi cikal bakal
penyusunaninstrumen kuantitatif.
Setelah hasil dari tahap pertama didapat maka penelitian
dilanjutkanke tahap kedua, yaitumemanfaatkan metode kuantitatif. Dalam
tahap kedua tersebut peneliti akan melakukan pengujian validitas dan
reliabilitas instrumen pada subjek yang luas. Creswell at al (2010)
menyarankan untuk melakukan pengujian pada 500 individu. Meskipun
sudah divisualisasikan seperti di atas, hal ini dianggap kurang begitu
membantu dalam memahami desain tersebut. Dibutuhkan penjelasan
lebih lanjut berkaitan dengan prosedur rancangan di atas
Desain II: Kualitatif sebagai komplementar dari kuantitatif
Desain yang kedua digunakan ketika peneliti menghendaki agar
metode kualitatif dimanfaatkan untuk membantu memberikan penjelasan
dalam penemuan metode kuantitatif. Oleh Morse (2010) rancangan
demikian dinotasikan dengan . Tanda anak panah
menunjukan penelitian dilakukan secara berurutan (sequential) sedangkan
huruf besar (KUAN yang akronim dari kuantitatif) mengindikasikan
prioritas atau bobot yang lebih dominan. Tashakkori & Teddlie (2010)
membuat notasi dominan-kurang dominan yang berurutan (sequential)
sebagai berikut KUAN/KUAL
Rancangan di atas (Mores, 2010; Tashakkori & Teddlie, 2010;
Steckler at al., 1992; Creswell, 1999; 2010; dan Creswell at al., 2010)
menjadidesain yang cukup populer dalam penelitian MMR dan acapkali
digunakan oleh para peneliti yang lebih condong pada proses kuantitatif.
Menurut Tashakkori & Teddlie (2010) desain ini terkenal di kalangan
mahasiswa tingkat sarjana dan peneliti pemula yang ingin menggunakan
dua pendekatan dalam pekerjaan mereka tetapi tidak ingin mendapatkan
banyak kesulitan ketika menggunakan dua pendekatan secara bersama.
Creswell (2012: 542) menjelaskan “this design…perhaps the most popular
form of mixed methods design in educational research”
Dalam rancangan di atas penelitian pertama dilakukan dengan
metode kuantitatif dan kemudian dilanjutkan menggunakan metode
kualitatif. Oleh karena itu, Creswell (2010; 2012) dan Creswell at al., 2010)
menyebut rancangan tersebut sebagai desain dua tahap. Desain dua
tahap merupakan yang paling sederhana dari desain MMR berurutan
(Tashakkori & Teddlie, 2010). Rancangan bertahap merupakan prosedur
penelitian di mana peneliti berusaha menggabungkan atau memperluas
penemuan yang diperoleh dari satu metode dengan penemuan dari
metode yang lain (Creswell, 2010).
Prosedur yang digunakan oleh peneliti dalam rancangan ini adalah
mengumpulkan data dan menganalisisnya menggunakan metode
kuantitatif kemudian diikuti oleh pengumpulan data serta analisis
datasecara kualitatif yang dibangun berdasarkan temuan awal (kuantitatif).
Bobot atau prioritas lebih diberikan pada data kuantitatif (Creswell at al,
2012). Meskipun demikian dua jenis data ini tidak terpisah dan tetap
berhubungan (Creswell, 2010).
Contoh penerapan desain tersebut dapat dilihat dalam
penelitiannya Maksum (2010) yang menyelidiki akar masalah dan pola
kekerasan suporter sepakbola Surabaya atau yang dikenal dengan
Bonek. Dalam tahap pertama peneliti menggunakan metode survei untuk
mendapat data tentang status sosial ekonomi para suporter, yang
mencakup tingkat pendidikan, status pekerjaan, jenis pekerjaan, tingkat
pendapatan dan kondisi orangtua. Mengingat menggunakan metode
kuantitatif maka subjek yang diselidiki jumlahnya cukup besar, yaitu 500
suporter yang diambil secara acak ketika menyaksikan persebaya
bertanding di kandang. Pengumpulan data dalam tahap tersebut dilakukan
menggunakan angket.
Setelah penelitian tahap pertama selesai dilakukan maka
dilanjutkanstudi tahap kedua dengan metode kualitatif. Tujuan dalam
penelitian tahap kedua ini adalah untuk mengungkap karakteristik dasar
dari kerusuhan suporter, faktor-faktor yang menjadi penyebab timbulnya
kerusuhan dan pola terjadinya kerusuhan suporter. Ada dua fase dalam
metode kualitatif yang digunakan, yaitu preliminary study dan field study.
Observasi lapangan serta Focus Group Discussion (FGD) menjadi pilihan
strategi untuk mengumpulkan data bertalian dengan tindak kerusuhan
suporter sepakbola.
Pada kesempatan ini penulis akan mencoba menganalisis prosedur
penelitian di atas. Dalam desain penelitiannya, Maksum (2010)
menyatakan bahwa peneliti menggunakan sequential explanatory design
dari Creswell (2003) yang bersifat dominan-kurang dominan, yaitu
menempatkan metode kualitatif lebih menonjol dibanding kuantitatif.
Prosedur tersebut akan sedikit berbeda dari tujuan awal pengembangan
sequential explanatory design dari Creswell (2010). Ilmuan yang
mengembangkan model tersebut menyatakan bahwa dalam sequential
explanatory design tersebut prioritas lazimnya diberikan pada data
kuantitatif (Creswell, 2010; Creswell at al, 2010). Namun, penelitian
Maksum (2010) melakukan sebaliknya, yaitu memberikan bobot dan
prioritas pada kualitatif. Apa yang dilakukan oleh Maksum (2010) dalam
penelitiannya patut diapresiasi karena ia melakuan perubahan bobot atau
prioritas untuk dapat menjawab secara mendalam masalah yang ada di
lapangan.
Desain III: Kuantitatif sebagai komplementar kualitatif
Desain tersebut merupakan kebalikan dari desain sebelumnya
(desain II). Desain III digunakan ketika peneliti menghendaki agar metode
kuantitatif dimanfaatkan untuk menguji secara luas penemuan yang
dihasilkan dari metode kualitatif. Morse (2010) memberikan notasi seperti
berikut . Penjelasan tanda anak panah dan huruf besar atau
kecil sama seperti pada desain sebelumnya. Tashakkori & Teddlie (2010)
membuat notasi dominan-kurang dominan yang berurutan (sequential)
sebagai berikut KUAL/KUAN. Steckler at al., (1992: 5) mengajukan model
3 yang ia sebut dengan “quantitative methods are used to embellish a
primarily qualitative study”
Rancangan yang lebih lengkap diberikan oleh Creswell (1999;
2010) dan Creswell at al (2010). Pakar mixed methods tersebut menyebut
rancangannya dengan istilah sequential exploratory design
Berbeda dengan sequential explanatory design yang lebih tepat
untuk menjelaskan dan menginterpretasikan hubungan, fokus utama
sequential exploratory design adalah untuk mengeksplorasi fenomena
(Creswell, 2010; Creswell at al, 2010). Meski begitu, desain di atas juga
melalui dua tahap penelitian, yang prioritas atau bobot lebih besar
diberikan pada kualitatif.Itu sebabnya data kuantitatif dimanfaatkan untuk
membantu dalam menginterpretasikan temuan-temuan kualitatifdalam
tahap pertama.
Rancangan ini lebih bermanfaat ketika seorang peneliti tidak hanya
ingin mengeksplorasi sebuah fenomena namun juga ingin memperluas
temuan-temuan kualitatifnya. Morgan (1998) menyatakan rancangan ini
cocok digunakan ketika menguji elemen-elemen sebuah teori baru yang
muncul dari tahap kualitatif dan bahwa desain ini juga dapat digunakan
untuk mengeneralisasikan temuan kualitatif pada sampel-sampel yang
lebih luas serta berbeda. Creswell (1999) dan Creswell at al (2010)
menjelaskan bahwa sequential exploratory design sering kali dibahas
sebagai desain yang digunakan ketika peneliti membuat dan menguji
instrumen.
Menganalisis prosedur penelitian Maksum (2007) di bagian
sebelumnya serta mempertimbangkan pendapat Morgan (1998), Creswell
(1999) dan Creswell at al (2010) maka apa yang dilakukan oleh pakar
psikologi olahraga tersebut sejatinya adalah aplikasi dari sequential
exploratory design. Meskipun secara eksplisit, jika membaca artikelnya,
iatidak menuliskan mengunakan rancangan sequential exploratory dalam
penelitiannya namun prosedur yang ia gunakan sesuai dengan desain
tersebut.

Tidak ada komentar: