Sabtu, 24 Agustus 2019

Pengertian Eksistensi (skripsi dan tesis)


Soren Kierkegaard (1813-1855) adalah pemikir pertama yang
memperkenalkan istilah “eksistensi” yang dipakai menurut pengertian
sekarang dalam aliran eksistensialisme. “Esensi” berarti yang ada,
maka “eksistensi” dimengerti sebagai yang berada. Konsep eksistensi
menunjuk pada sesuatu yang hadir secara konkrit, memiliki efek, jelas,
pasti, kelihatan dan yang lakukan sesuatu. Istilah eksistensi pada
manusia hanya dapat diterapkan pada individu-individu konkrit.
Seorang pribadi yang konkrit saja yang bereksistensi. Bereksistensi
atau berada berarti terus menerus mengambil keputusan bebas,
bertanggung jawab untuk membuat pilihan baru secara personal dan
subjektif. Eksistensi berarti diri yang otentik sebagai aktor, pelaku
kehidupan dan bukan sebagai spektator kehidupan atau penonton
belaka (Hardiman, 2007:244-255).
Pemikiran Hegel bahwa kebenaran adalah totalitas objektif,
digantikan oleh Kierkegaard yang memperkenalkan kebenaran sebagai
individu atau pribadi yang bereksistensi. Kebenaran adalah totalitas
subjektivitas, maka bagi Kierkegaard kebenaran itu harus diajukan
dengan cara baru. Persoalan yang harus menjadi hal utama untuk
dipersoalkan adalah subjektivitas dari kebenaran, yaitu bagaimana
kebenaran dapat menjelma dalam kehidupan seorang pribadi atau
individu. Kebenaran objektif termasuk juga agama harus mendarah
daging dalam individu, dan kebenaran yang sangat penting haruslah
dicari sampai harus hidup dan mati untuk kebenaran itu. Sisi ilahi dari
manusia menjadi hal yang penting dari tindakan bathinnya dan bukan
segudang pengetahuan. Mencari kebenaran yang konkrit serta
eksistensial adalah suatu pengetahuan yang mengambil bagian dalam
realitas, suatu connaissance vecue (pengetahuan yang dihayati).
Kierkegaard berpendapat bahwa, cara hidup seorang individu
konkritlah yang merupakan makna keberadaan manusia (Van der Weij,
2000:135-138).
Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah suatu
aturan yang memiliki kebenaran eksistensial juga. Kebenaran pasal ini
perlu dikaitkan dengan tindakan konkrit manusia untuk daya
efektivitasnya. Subjektivitas kebenaran dari pasal tersebut berarti yang
menjadi hal utama. Artinya kebenaran Pasal 1266 Kitab UndangUndang Hukum Perdata dapat menjelma atau membathin secara
konkrit, dalam praktek hukum kehidupan nyata dari para pihak yang
akan terlibat dalam suatu perjanjian kehidupan.
Kierkegaard seorang bapak eksistensialisme mengatakan
bahwa, masalah Eksistensial adalah masalah-masalah yang praktis dan
konkrit atau problema-problema yang sehari-hari kita hadapi.
Bereksistensi adalah bereksistensi dalam suatu perbuatan yang harus
dilakukan oleh setiap orang untuk dirinya sendiri. Singkat kata, dapat
dikatakan bahwa bereksistensi adalah bertindak (Kusno, 1986:11-12),
sehingga, jika dihubungkan dengan keberadaan Pasal 1266 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, maka mencantumkan pasal tersebut
dalam suatu perjanjian dan melaksanakannya adalah suatu bentuk
tindakan eksistensial, tindakan yang efektif, pasti, jelas dan
menghidupkan, yang dilakukan oleh karena adanya aturan tersebut
yang tidak boleh diabaikan.
Hal ini juga ditegaskan oleh seorang filsuf eksistensialisme
yang lain yaitu, Albert Camus (1913-1960) yang berpendapat bahwa
suatu situasi dasar dan kondisi yang menentukan keberadaan
manusiawi adalah mengabdi pada keadilan supaya ketidakadilan
jangan bertambah bagi manusia atau menggunakan suatu cara
berbicara yang jelas dan tegas agar kebohongan umum jangan
diperbesar (Van der Weij, 2000:152). Situasi dasar dan kondisi
keberadaan Pasal 1266 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata telah
menentukan keberadaan pasal tersebut, sehingga dalam
pelaksanaannya para pihak tidak diperkenankan mengesampingkan
dan mengabaikan pasal tersebut demi keadilan dalam pelaksanaan
perjanjian.

Tidak ada komentar: