Sabtu, 24 Agustus 2019

Kepastian Hukum (skripsi dan tesis)


Radbuch sebagaimana dikutip oleh Riswandi (2005 : 167)
mengemukakan adanya tiga cita (idée) dalam hukum yaitu keadilan,
kemanfaatan dan kepastian hukum. Keadilan menuntut agar hukum
selalu mengedepankan keadilan, kemanfaatan menuntut agar hukum
selalu mengedepankan manfaat, sedangkan kepastian hukum menuntut
terutama adanya peraturan hukum.
Kepastian hukum dalam artian undang-undang maupun suatu
peraturan setelah diperundangkan akan dilaksanakan dengan pasti oleh
pemerintah. Kepastian hukum berarti setiap orang dapat menuntut agar
hukum dilaksanakan dan tuntutan itu pasti dipenuhi, dan bahwa setiap
pelanggaran hukum akan ditindak dan dikenakan sanksi hukum juga
(Suseno, 1988 : 79).
Dalam perspektif hukum, tema kepastian pada prinsipnya
selalu dikaitkan dengan hukum. Mertokusumo (1999 : 145)
menjelaskan, kepastian hukum merupakan perlindungan yustisiabel
terhadap tindakan sewenang-wenang, yang berarti bahwa seseorang
akan dapat memperoleh sesuatu yang diharapkan dalam keadaan
tertentu.
Tema kepastian hukum sendiri, secara historis, merupakan
tema yang muncul semenjak gagasan tentang pemisahan kekuasaan
dinyatakan oleh Montesquieu, bahwa dengan adanya pemisahan
kekuasaan, maka tugas penciptaan undang-undang itu ada di tangan
pembentuk undang-undang, sedangkan hakim (peradilan) hanya
bertugas menyuarakan isi undang-undang (Manullang, 2007 : 92-93).
Pendapat Montesquieu, yang ditulis dalam bukunya De l’esprit des lois
(The Spirit of Laws) pada tahun 1748, merupakan reaksi terhadap
kesewenang-wenangan kaum monarki, dimana kepala kerajaan amat
menentukan sistem hukum. Peradilan pada saat itu secara nyata
menjadi pelayan monarki (Utrecht dan Djindang, 1989 : 388).
Pada tahun 1764, seorang pemikir hukum Italia, Cesare
Beccaria, menulis buku berjudul De deliti e delle pene, yang
menerapkan gagasan Montesquieu dalam bidang hukum pidana.
Baginya, seorang dapat dihukum jika tindakan itu telah diputuskan
oleh legislatif sebelumnya dan oleh sebab itu, eksekutif dapat
menindak dan menghukum apabila terdapat seseorang yang melanggar
apa yang telah diputuskan oleh pihak legislatif. Gagasannya ini
kemudian dikenal sebagai azas nullum crimen sine lege, yang pada
tujuannya memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga negara
terhadap kesewenangan negara (Boot dalam Manullang, 2007 : 93).
Persoalan kepastian karena selalu dikaitkan dengan hukum,
memberikan konsekuensi bahwa kepastian hukum di sini selalu
mempersoalkan hubungan hukum antara warga negara dengan negara.
Sebagai sebuah nilai, kepastian hukum tidak semata-mata selalu
berkaitan dengan negara, karena esensi dari kepastian hukum adalah
masalah perlindungan dari tindakan kesewenang-wenangan. Maka itu,
aktor-aktor yang mungkin melakukan kesewenang-wenangan, tidak
terbatas pada negara saja, tetapi juga oleh sekelompok pihak lain di
luar negara (Manullang, 2007 : 94).
Dalam diskursus orisinalnya, pada masa Yunani kuno,
perdebatan mengenai peran negara dan relasinya dengan hukum, dalam
melindungi warga negara merupakan salah satu topik utamanya
(Suseno, 2003 : 79). Perlindungan terhadap warga negara memang
terletak pada negara, jika negara itu mengakui adanya konsep
Rechtstaat. Dalam konsep ini, suatu negara dianggap menganut prinsip
Rechtstaat, apabila dalam penyelenggaraan negara itu dilakukan
menurut hukum, yang dituangkan dalam konstitusi (Azhary dalam
Manullang, 2007 : 94). Apabila ada sekelompok pihak di luar negara
yang mempunyai kekuasaan dan berpotensi digunakan secara
sewenang-wenang, negaralah yang pertama-tama bertanggung jawab
untuk memberikan perlindungan bagi warga negaranya, karena negara
adalah subjek yang mendapat perintah dari konstitusi dan hukum untuk
melaksanakan kepentingan umum menurut hukum yang baik. Dengan
adanya negara dan hukum (konstitusi) yang pada dasarnya merupakan
perwujudan dari kehendak bersama rakyat yang berdaulat, oleh sebab
itu nilai kepastian yang berkaitan dengan hukum merupakan nilai yang
pada prinsipnya memberikan perlindungan hukum bagi setiap warga
negara dari kekuasaan yang bertindak sewenang-wenang, sehingga
hukum memberikan tanggung jawab kepada negara untuk
menjalankannya. Di sinilah letak relasi antara persoalan kepastian
hukum dengan peranan negara terlihat (Manullang, 2007 : 95)

Tidak ada komentar: