Sabtu, 24 Agustus 2019

Jaminan Sosial (skripsi dan tesis)


Jaminan sosial adalah salah satu bentuk perlindungan sosial
untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak. Demikianlah pengertian jaminan sosial menurut
Pasal 1 butir 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2004 Nomor 150).
Bapak sistem jaminan sosial Otto Von Bismarck,
memperkenalkan sistem jaminan sosial pertama kali di Jerman pada
tahun 1883 melalui mekanisme asuransi sosial (social insurance).
Inilah yang menjadi ciri Negara Kesejahteraan. Beberapa buku bahkan
mengatakan social security adalah social insurance (the World Book
Encyclopedi, 1992 dalam Sulastomo, 2008 : vi).
Dimulai dengan program jaminan kesehatan kemudian
diperluas ke program lainnya misalnya program pemutusan hubungan
kerja, hari tua, pensiun dan lain sebagainya. Program ini kemudian
berkembang di berbagai Negara dengan berbagai modifikasi
khususnya dari aspek pembiayaan. Dalam hal ini dikenal berbagai
mekanisme asuransi sosial seperti pajak (social security tax) di
Amerika Serikat serta tabungan wajib (provident fund) antara lain di
Singapura dan Malaysia (Sulastomo, 2008 : vi).
Dengan mekanisme pembiayaan seperti itu, dapat dipahami
bahwa sistem jaminan sosial juga merupakan mekanisme mobilisasi
dana masyarakat yang besar karena setiap peserta diharuskan ikut
membayar iuran, sesuai dengan kemampuannya. Hal ini terlepas
bahwa bagi masyarakat miskin dan tidak mampu terbuka peluang
bantuan iuran, sebagai bagian dari program bantuan sosial. Meskipun
diperuntukkan bagi perwujudan kesejahteraan masyarakat, jaminan
sosial mampu membentuk tabungan nasional yang sangat besar
sehingga berdampak pada bidang ekonomi maupun politik, yaitu
kemandirian bangsa dan negara karena terbentuknya tabungan nasional
yang besar akan memungkinkan sebuah bangsa/negara membiayai
pembangunan ekonominya secara mandiri, tanpa bantuan luar negeri.
Istilah jaminan sosial memang sudah sangat populer. Namun,
penyelenggaraan program jaminan sosial itu sendiri substansinya
sering dipahami berbeda. Dalam sistem jaminan sosial, manfaat yang

diberikan harus memenuhi kriteria tertentu bahwa dengan manfaat itu
orang akan memiliki rasa aman (security), sejak lahir hingga
meninggal dunia. Kalau tidak terpenuhi kriteria ini, program jaminan
sosial yang dimaksudkan itu (mungkin) adalah bantuan sosial (social
assistance) atau pelayanan sosial (social services) atau perlindungan
lainnya yang bersifat temporer, sesuai dengan kejadian sosial yang
terdapat di dalam masyarakat, termasuk keterbatasan dalam mengakses
pelayanan kesehatan, kelaparan, maupun bencana alam lainnya. Semua
tercakup dalam program proteksi sosial (Sulastomo, 2008 : vii).
Lingkup jaminan sosial di Indonesia masih sangat terbatas.
Meskipun program asuransi sosial untuk Pegawai Negeri telah
diberikan sejak jaman penjajahan, tetapi hanya terbatas pada program
pensiun; sedangkan untuk buruh dan karyawan swasta yang
merupakan bagian terbesar dari angkatan kerja, praktis baru mulai
sejak tahun 1978. Ketinggalan dari negara-negara lain dalam
penyelenggaraan program-program ini disebabkan karena berbagai
sebab dan keadaan (Kertonegoro, 1982 : 18).
Mencermati secara seksama tujuan pembentukan Negara
Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana yang tercantum dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, salah satu poin penting yang tertulis di dalamnya adalah untuk
mewujudkan kesejahterakan rakyat. Dipertegas dalam Pasal 34
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bahwa negara mengembangkan sistem jaminan sosial bagi seluruh
rakyat dengan memberdayakan masyarakat lemah dan tidak mampu
sesuai martabat kemanusiaan. Bentuk tanggung jawab negara antara
lain dengan menyediakan fasilitas kesehatan dan fasilitas umum yang
layak bagi masyarakat.
Dalam rangka mewujudkan tugas dan tanggung jawab
tersebut, pada tanggal 19 Oktober 2004 Pemerintah dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat menerbitkan Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Landasan
pemikiran undang-undang ini selain untuk memenuhi tugas konstitusi,
juga melihat realita bahwa sampai sekarang, cakupan kepesertaan,
jenis jaminan serta kualitas santunan jaminan sosial yang sudah dapat
dinikmati oleh rakyat masih sangat terbatas. Kelompok tenaga kerja
yang bekerja di sektor informal serta masyarakat kurang mampu belum
tercakup dalam program jaminan sosial. Dengan lahirnya undangundang ini, masyarakat berharap bahwa kebutuhan untuk mendapatkan
jaminan sosial khususnya jaminan hari tua bagi masyarakat yang
berpenghasilan relatif kecil kelak bisa terpenuhi.
Jauh sebelum lahirnya undang-undang ini, secara parsial
telah diundangkan sejumlah peraturan mengenai jaminan sosial namun
daya berlakunya terbatas. Artinya ketentuan mengenai jaminan sosial
tersebut hanya berlaku bagi mereka yang berkaitan langsung dengan
ketentuan yang dimaksud, yaitu untuk Pegawai Negeri Sipil berlaku
program Asuransi Kesehatan (ASKES) serta Dana Tabungan dan
Asuransi Pegawai Negeri (TASPEN), untuk anggota ABRI
(TNI/POLRI) berlaku Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia (ASABRI) dan untuk tenaga kerja swasta berlaku Jaminan
Sosial Tenaga Kerja (JAMSOSTEK), kepesertaannya pada tahun 2007
belum mencapai 20 % (dua puluh persen) penduduk Indonesia, dengan
jenis jaminan sosial yang tidak lengkap (Direktorat Pengupahan dan
Jaminan Sosial tenaga Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja Depnakertrans RI, 2007 : 11).
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk meningkatkan cakupan
kepesertaan, memperluas lingkup jaminan sosial dan meningkatkan
kualitas/besaran santunan yang dapat dinikmati rakyat. Undangundang ini juga dimaksud untuk membangun sistem jaminan sosial
yang lebih berkeadilan sosial. Selain itu, undang-undang ini juga
sekaligus dimaksudkan untuk melakukan pembaharuan pelaksanaan
sistem jaminan sosial yang telah ada, baik dari aspek kelembagaan
maupun prinsip-prinsip yang selayaknya diterapkan dalam
penyelenggaraan seluruh sistem jaminan sosial di Indonesia.
Prinsip-prinsip sistem jaminan sosial nasional sudah tentu
tidak terlepas dari prinsip-prinsip universal yang telah
diimplementasikan di banyak negara dan telah berhasil memberikan
perlindungan sosial bagi rakyatnya, yaitu prinsip kegotong-royongan
atau solidaritas, kepesertaan bersifat wajib, nirlaba, dana amanat,
keberhati-hatian dan portabilitas (Direktorat Pengupahan dan Jaminan
Sosial tenaga Kerja Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan
Sosial Tenaga Kerja Depnakertrans RI, 2007 : 12).
Manfaat yang akan diberikan dalam penyelenggaraan
jaminan sosial menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional lebih banyak jika
dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang
Jaminan Sosial Tenaga Kerja, yaitu Jaminan Kesehatan, Jaminan
Kecelakaan Kerja, Jaminan Hari Tua, Jaminan Pensiun, serta Jaminan
Kematian. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan
Sosial Tenaga Kerja tidak memberikan manfaat Jaminan Pensiun bagi
pekerja/buruh.
Dengan adanya Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, cakupan kepesertaan
diharapkan akan meliputi seluruh masyarakat, termasuk tenaga kerja
baik yang bekerja di sektor formal maupun yang bekerja di sektor
informal. Khusus bagi tenaga kerja yang bekerja di sektor informal
atau TK LHK, ada beberapa ketentuan dalam undang-undang ini yang
mengatur kepesertaannya yaitu Pasal 20 ayat (1), Pasal 30, Pasal 36 dan
Pasal 44. Jaminan sosial bagi tenaga kerja sektor informal dapat
dilakukan melalui badan penyelenggara yang sudah ada atau
membentuk badan penyelenggara baru. Namun demikian,
penerapannya tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat
dan pemerintah serta kelayakan penyelenggaraan program. Sedangkan
bagi masyarakat yang tidak mampu, merupakan tanggung jawab
pemerintah untuk menanggungnya baik melalui badan yang ada atau
membentuk badan tersendiri melalui mekanisme bantuan seluruh atau
sebagian.
Badan penyelenggara yang telah ada, yaitu PT. Askes
(Persero), PT. Jamsostek (Persero), PT. Asabri (Persero) serta PT.
Taspen (Persero), tetap berjalan seperti biasa dan secara bertahap
menyesuaikan dengan badan yang baru. Pemerintah mengatur tahapan
cakupan kepesertaan dan jenis jaminan sosial demikian pula program
bagi penerima bantuan iuran dilaksanakan secara bertahap, diawali
dengan Jaminan Kesehatan.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional juga mengamanatkan untuk membuat
peraturan pelaksana, termasuk Peraturan Pemerintah bagi peserta
jaminan sosial tenaga kerja di sektor informal. Hal ini dapat dilihat dari
beberapa ketentuan yaitu di dalam Pasal 27 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 34
ayat (2) dan ayat (4), Pasal 38 ayat (2) dan ayat (3), serta Pasal 46 ayat (3)
dan ayat (4). Namun demikian, sampai sistem jaminan sosial nasional
diundangkan, belum ada rumusan Peraturan Pemerintah yang dibuat,
khususnya menyangkut tenaga kerja di sektor informal atau TK LHK.
Pengaturan dalam bentuk Peraturan Pemerintah diharapkan dapat memuat
ketentuan yang lebih aplikatif seperti besarnya iuran, program yang
ditawarkan, pentahapan peserta, manfaat yang diberikan sampai dengan
badan penyelenggara bagi jaminan sosial tenaga kerja di sektor informal.

Tidak ada komentar: