Selasa, 27 Agustus 2019

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Psikologis (skripsi dan tesis)

Faktor yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis seseorang antara lain:
a. Faktor Demografis Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi kesejahteraan psikologis antara lain sebagai berikut:
1) Usia
Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dimensi-dimensi kesejahteraan psikologis. Dalam penelitiannya ditemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga madya. Dimensi hubungan positif   dengan orang lain juga mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia.
2) Jenis kelamin
 Sejak kecil stereotipe gender telah tertanam dalam diri, anak lakilaki digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung, serta sensitif terhadap perasaan orang lain (Papalia dkk., 1998). Tidaklah mengherankan bahwa sifat-sifat stereotipe ini akhirnya terbawa oleh individu sampai individu tersebut dewasa. Sebagai sosok yang digambarkan tergantung dan sensitif terhadap perasaan sesamanya, sepanjang hidupnya wanita terbiasa untuk membina keadaan harmoni dengan orang-orang di sekitarnya. Penelitian Ryff (1995) menemukan bahwa perempuan cenderung lebih memiliki kesejahteraan psikologis dibandingkan laki-laki. Hal ini dikaitkan dengan pola pikir yang berpengaruh pada strategi koping yang dilakukan, serta aktifitas sosial yang dilakukan. Perempuan lebih mampu mengekspresikan emosi dengan curhat kepada orang lain. Perempuan juga lebih senang menjalani relasi sosial dibanding laki-laki. Hal ini terdapat pada penjelasan Ryff yang menemukan bahwa dibandingkan laki-laki, perempuan memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. Selain itu dijelaskan juga bahwa perempuan lebih memiliki integritas sosial dan memiliki skor yang tinggi pada hubungan positif dengan orang lain daripada laki-laki (Hidalgo, 2010).
 3) Status sosial ekonomi
Ryff dan Singer (1996) juga menemukan bahwa perbedaan kelas sosial juga mempengaruhi kesejahteraan psikologi seorang individu. Bahwa pendidikan tinggi dan status pekerjaan meningkatkan kesejahteraan psikologis, terutama pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup. Individu yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta lebih memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah. Penelitian Diener dan Diener menunjukkan bahwa perubahan penghasilan seseorang penting untuk kesejahteraan psikologisnya daripada orang yang berpenghasilan tetap. Diener dan Diener juga mengamati bahwa orang-orang yang berpenghasilan tinggi berada pada level kepuasan yang tinggi pula, sehingga mereka dapat merasakan kesejahteraan psikologis (dalam Hidalgo, 2010).
4) Budaya
Budaya dan masyarakat terkait dengan norma, nilai dan kebiasaan yang berada dalam masyarakat. Budaya individualistik dan kolektivistik memberikan perbedaan dalam kesejahteraan psikologis. Penelitian mengenai kesejahteraan psikologis yang dilakukan di Amerika dan Korea Selatan menunjukkan bahwa responden di Korea Selatan memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan skor yang rendah pada dimensi penerimaan diri. Hal tersebut disebabkan  oleh orientasi budaya yang lebih bersifat kolektif dan saling ketergantungan. Sebaliknya, responden Amerika memiliki skor yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi (untuk responden perempuan) dan dimensi tujuan hidup (untuk responden pria), serta memiliki skor yang rendah dalam dimensi otonomi, baik laki-laki maupun perempuan (Ryff dan Singer, 1996).
b. Dukungan Sosial
 Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau kelompok. Dukungan ini berasal dari berbagai sumber diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi sosial (Taylor, 2009).
c. Kesehatan Fisik
 Ryan dan Frederick (1997) menemukan bahwa vitalitas subjektif tidak hanya berkorelasi dengan faktor psikologis tetapi berkaitan juga dengan gejala fisik. Simptom fisik memprediksi penurunan energi dan kehidupan individu sehari-hari.
d. Pemberian Arti Terhadap Hidup
 Kesejahteraan psikologis berkaitan erat dengan pemberian arti terhadap pengalaman hidup sehari-hari yang dianggap penting. Menurut Ryff (1989), pemberian arti terhadap pengalaman hidup memberi kontribusi yang sangat besar terhadap pencapaian kesejahteraan psikologis. Pengalaman tersebut mencakup berbagai hal dan berbagai periode kehidupan yang dialami oleh individu. Pengalaman hidup tersebut dapat berupa pengalaman religius, pengalaman pernah abuse, dan lainlain. Pengalaman hidup yang dialaminya sebagai positif, negatif atau netral. Jika individu mengevaluasi peristiwa yang dialaminya sebagai sesuatu yang positif, maka diperkirakan individu tersebut akan memandangnya sebagai pengalaman hidup yang positif sehingga kesejateraan psikologisnya baik.
 e. Religiusitas
Agama dan spiritualitas sangat penting bagi kesejahteraan psikologis individu. Hal ini berkaitan dengan transendensi segala persoalan hidup manusia kepada Tuhan. Individu yang memiliki tingkat religiusitas yang tinggi lebih mampu memaknai kejadian hidupnya secara positif sehingga hidupnya menjadi lebih bermakna (Bastaman, 2000).

Tidak ada komentar: