Sabtu, 20 Juli 2019

Tahapan Pelatihan Manajemen Konflik (skripsi dan tesis)

Pelatihan manajemen konflik dalam penelitian ini disusun oleh peneliti dengan mengacu pada langkah manajemen konflik yang dikemukakan oleh Pruitt & Rubin (2004), dipadu dengan gaya manajemen konflik yang dikemukakan oleh Thomas & Kilmann (Byadgi, 2011).  Pelatihan ini akan dilaksanakan selama 2 hari dan terdiri dari 6 sesi yang masing-masing sesi berlangsung selama 15-50 menit.
Langkah-langkah manajemen konflik konstruktif yang digunakan dalam pelatihan dijabarkan sebagai berikut (Pruitt & Rubin, 2004):
  1. Memastikan adanya konflik dengan melihat dan menyadari bahwa konflik sedang terjadi antara pihak satu dengan pihak lain. Pasangan suami istri dilatih untuk bersedia mengakui dan menyatakan mempunyai masalah yang nyata dengan tujuan bekerja sama untuk mengatasi masalah tersebut.  Sebab-sebab munculnya konflik perlu dipahami pasangan termasuk berbagai hal yang terkait dengan konflik.  Terkadang sebab konflik yang nampak bukanlah sebab sebenarnya.  Masing-masing pihak perlu memahami adanya kemungkinan kesalahpahaman terhadap pendapat atau kepentingan pasangan.  Kesalahpahaman dapat menimbulkan konflik tidak nyata /ilusory.
Kesalahpahaman mungkin terjadi jika salah satu pihak mempunyai kesan yang salah mengenai niat pihak lain, salah satu pihak berpikir bahwa tindakan pihak lain akan menimbulkan pengorbanan tertentu, dan atau salah satu pihak menganggap pihak lain sewenang-wenang.  Langkah awal dalam manajemn konflik ini akan diberikan dalam pelatihan pada pertemuan hari pertama sesi ketiga.
  1. Melakukan analisis konflik yang sedang terjadi dengan berusaha mengoreksi dan introspeksi diri. Kebanyakan masalah bisa diselesaikan melalui beragam cara sehingga untuk pemecahan masalah ada baiknya tidak terpaku pada satu cara saja.  Pasangan perlu saling mengingatkan bahwa tujuan mengelola konflik adalah mengatasi keluhan yang ada dan tidak meningkatkan konflik, sehingga masing-masing perlu mawas diri untuk tidak menuduh atau membuat diri menjadi defensif.  Analisis konflik dilakukan dengan membicarakan kepentingan atau tujuan dari masing-masing pihak yang terlibat dalam konflik.  Hambatan yang mungkin muncul dalam langkah kedua ini yaitu terkadang orang tidak paham mengenai alasan yang mendasari preferensi mereka atau adanya ketidakpercayaan antara kedua belah pihak.  Langkah kedua dalam manajemen konflik ini akan dilatihkan pada pertemuan hari pertama sesi ketiga setelah langkah awal diberikan.
  2. Mencari cara untuk merekonsiliasi aspirasi kedua belah pihak (kompromi). Cara ini dilakukan melalui berkoordinasi dengan pihak terlibat konflik untuk menyelesaikan konflik. Pasangan suami istri perlu saling memahami dalam menjalani tahap ini.  Saran yang diajukan masing-masing pihak untuk rekonsiliasi perlu dikaitkan dengan nilai bersama, kepentingan bersama, dan hambatan bersama.  Solusi integratif dapat dicapai dengan memilih salah satu atau mengkombinasikan gaya manajemen konflik untuk diterapkan dalam langkah ketiga.  Gaya manajemen konflik yang sesuai dalam satu situasi konflik, belum tentu sesuai diterapkan dalam situasi lain.  Langkah ketiga dalam manajemen konflik ini akan disampaikan dalam pelatihan hari kedua sesi keenam.
  3. Menurunkan aspirasi dan mencari beberapa aspirasi lagi (bernegosiasi). Satu pihak menurunkan aspirasi atau pendapatnya dengan cara mengalah atau mengabaikan kepentingan yang prioritasnya rendah, begitu pula sebaliknya. Namun tidak berarti salah satu pihak kalah atau berpura-pura setuju pada pendapat pasangannya.  Pasangan yang menyepakati beberapa aspirasi penyelesaian masalah walaupun mungkin tidak seluruhnya, menciptakan dasar yang sama mengenai solusi yang hendak dicapai.  Apabila pasangan memutuskan untuk menerima solusi yang telah disepakati maka pasangan harus memiliki komitmen untuk melaksanakan alternatif solusi tersebut sehingga tercapai pemecahan masalah.  Langkah terakhir dalam manajemen konflik ini merupakan materi pelatihan hari kedua sesi keenam yang diberikan seusai langkah ketiga.
Pelatihan manajemen konflik dapat meningkatkan kerja sama diantara pasangan suami istri, menambah pemahaman mengenai pribadi pasangannya, serta meningkatkan kemampuan komunikasi interpersonal.  Komunikasi interpersonal yang terjalin antar suami istri berperan penting untuk menjaga kelangsungan berumah tangga (Dewi & Sudhana, 2012).  Selain itu, manajemen konflik merupakan usaha mengakomodasi kebutuhan, keinginan, dan harapan yang berbeda dari pasangan suami istri.  Usaha mengakomodasi kepentingan yang berbeda merupakan konsep penyesuaian perkawinan untuk mencapai keharmonisan keluarga (Rachmawati, 2010).

Tidak ada komentar: