Jumat, 19 Juli 2019

Peran dan Upaya Pemerintah Dalam Melindungi TKI Dalam Sistem Hukum (skripsi dan tesis)

Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Pasal 8 menerangkan bahwa : “Setiap calon TKI mempunyai hak dan kesempatan yang sama untuk[1] :
  1. Bekerja di luar negeri.
  2. Memperoleh informasi yang benar mengenai pasar kerja luar negeri dan prosedur penempatan TKI diluar negeri.
  3. Memperoleh pelayanan dan perlakukan yang sama dalam penempatan di luar negeri.
  4. Memperoleh kebebasan menganut agama dan keyakinannya serta kesempatan untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan keyakinan yang dianutnya.
  5. Memperoleh upah sesuai dengan standar upah yang berlaku di Negara tujuan.
  6. Memperoleh hak, kesempatan, dan perlakuan yang sama yang diperoleh tenaga kerja asing lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan di negara tujuan.
  7. Memperoleh jaminan perlindungan hukum sesuai dengan peraturan perundang-undangan atas tindakan yang dapat merendahkan harkat dan martabatnya serta pelanggaran atas hak-hak yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan selama penempatan di luar negeri.
  8. Memperoleh jaminan perlindungan keselamatan dan keamanan kepulangan TKI ke tempat asal.
  9. Memperoleh naskah perjanjian kerja yang asli
Kewajiban-kewajiban para TKI di jelaskan dalam Pasal 9 yang menyebutkan bahwa [2]: “Setiap calon TKI/TKI mempunyai kewajiban untuk :
  1. Mentaati peraturan perundang-undangan baik di dalam negeri maupun di negara tujuan.
  2. Menaati dan melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan perjanjian kerja.
  3. Membayar biaya pelayanan penempatan TKI di luar negeri sesuai
dengan peraturan perundang-undangan.
  1. Memberitahukan atau melaporkan kedatangan keberadaan dan kepulangan TKI kepada Perwakilan Republik Indonesia di Negara tujuan.
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri : Pasal 1 angka 17 menerangkan bahwa :
“ Pemerintah adalah perangkat negara kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari Presiden beserta para Menteri”.
Pasal 5 yang menerangkan bahwa :
  1. Pemerintah bertugas mengatur, membina, melaksanakan, dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di Luar Negeri.
  2. Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas perbantuan kepada pemerintah daerah sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Pasal 6 yang menerangkan bahwa : “Pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di luar negeri”. Pasal 7 yang menerangkan bahwa :
  1. Menjamin terpenuhinya hak-hak calon TKI/TKI, baik yang bersangkutan berangkat melalui pelaksana penempatan TKI, maupun yang berangkat secara mandiri.
  2. Mengawasi pelaksanaan penempatan calon TKI
  3. Membentuk dan mengembangkan sistem informasi penempatan calon TKI di luar negeri.
  4. Melakukan upaya diplomatik untuk menjamin pemenuhan hak dan perlindungan TKI secara optimal di negara tujuan.
  5. Memberikan perlindungan kepada TKI selama masa sebelumnya pemberangkatan, masa penempatan, dan masa purna penempatan.
Dalam proses penempatan TKI ke luar negeri, Pemerintah mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar, baik sebagai regulator maupun fasilitator. Peran sebagai regulator disini pemerintah mempunyai kewenangan dalam mengatur kegiatan proses penempatan TKI ke luar negeri, sejak dari perekrutan kemudian sampai penempatan dan purna penempatan. Peran sebagai fasilitator disini Pemerintah seiring dengan tuntutan peningkatan kualitas pelayanan dalam proses dan pengurusan dokumen keberangkatan calon TKI ke luar negeri maupun perlindungan terhadap TKI yang bekerja di luar negeri.[3]
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 Tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri, Pasal 1 angka 4 menerangkan bahwa : “Perlindungan TKI adalah segala upaya untuk melindungi kepentingan calon TKI/TKI dalam mewujudkan terjaminnya pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, baik sebelum, selama, maupun sesudah bekerja”. Perlindungan bagi TKI yang bekerja di luar negeri dimulai dan terintegrasi dalam setiap proses penempatan TKI, sejak proses rekrutmen, selama bekerja dan ketika pulang ke tanah air. Dengan penyediaan dokumen yang benar dan absah, diharapkan TKI terhindar dari resiko yang mungkin timbul selama mereka bekerja di luar negeri. Peningkatan keterampilan dan penguasaan bahasa setempat membantu TKI dalam komunikasi, menerima perintah, dan menyampaikan pendapat kepada pihak-pihak lain terutama kepada majikannya. Kesiapan mental dan pemahaman dasar mengenai adat kebiasaan dan budaya membantu TKI beradaptasi dengan lingkungan kerja dan kondisi masyarakat setempat, sehingga dapat menghindarkan TKI dari berbagai masalah sosial di luar negeri.
Sisi lain yang diperlukan dalam perlindungan TKI di luar negeri adalah kepastian pekerjaan sebagaimana dinyatakan dalam job order yang disampaikan pengguna untuk TKI secara langsung (calling visa) atau melalui PJTKI. Dalam hal ini dituntut keseriusan dan tanggung jawab PJTKI maupun mitra kerjanya di luar negeri dalam pengurusan dokumen kerja bagi tenaga kerja yang akan ditempatkan. Kerja sama bilateral antara negara pengirim dan negara penerima merupakan pegangan dalam pelaksanaan penempatan tenaga kerja Indonesia ke negara tertentu. Dalam perjanjian bilateral penempatan TKI ke negara penerima dapat dimasukkan substansi perlindungan yang meliputi bantuan konsuler bagi TKI bermasalah dengan hukum, pembelaan, dan penyelesaian tuntutan hak TKI. Oleh karena itu penempatan TKI dapat dilakukan ke semua negara dengan ketentuan [4]:
  1. Negara tujuan memiliki peraturan adanya perlindungan tenaga kerja asing.
  2. Negara tujuan membuka kemungkinan kerja sama bilateral dengan negara Indonesia di bidang penempatan TKI.
  3. Keadaan di negara tujuan tidak membahayakan keselamatan TKI.
Bentuk perlindungan kepada TKI juga harus diberikan oleh PJTKI sebagai penyalur TKI seperti mengikutsertakan calon TKI dalam program asuransi perlindungan TKI. Program asuransi perlindungan TKI dilakukan oleh Konsorsium asuransi perlindungan TKI. memberi jaminan perlindungan hukum dalam penempatan TKI di luar negeri, maka Pemerintah Republik Indonesia menyusun, mensahkan dan memberlakukan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri.
Pada hakekatnya ketentuan-ketentuan hukum yang dibutuhkan dalam masalah ini adalah ketentuan-ketentuan yang mampu mengatur pemberian pelayanan penempatan bagi tenaga kerja secara baik. Pemberian pelayanan penempatan secara baik di dalamnya mengandung prinsip murah, cepat, tidak berbelit-belit dan aman. Pengaturan yang bertentangan dengan prinsip tersebut memicu terjadinya penempatan tenaga kerja illegal yang tentunya berdampak kepada minimnya perlindungan bagi tenaga kerja yang bersangkutan.
Penempatan dan perlindungan calon TKI berasaskan keterpaduan, persamaan hak, demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi, serta anti perdagangan manusia. Penempatan dan perlindungan calon TKI bertujuan untuk [5]:
  1. Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi.
  2. Menjamin dan melindungi calon TKI/TKI sejak di dalam negeri di negeri tujuan, sampai kembali ke tempat asal di Indonesia.
  3. Meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya.
Dari berbagai peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan yang ada, dapat dicatat, ditnjau dari aspek perlindungan, hukum ketenagakerjaan mengatur perlindungan sejak sebelum dalam hubungan kerja, selama dalam hubungan kerja dan setelah kerja berakhir[6]
  1. Sebelum Hubungan Kerja
Bidang hukum ketenagakerjaan sebelum hubungan kerja adalah bidang hukum yang berkenaan dengan kegiatan mempersiapkan calon tenaga kerja sehingga memiliki keterampilan yang cukup untuk memasuki dunia kerja, termasuk upaya untuk memperoleh lowongan pekerjaan baik di dalam maupun di luar negeri dan mekanisme yang harus dilalui tenaga kerja sebelum mendapatkan pekerjaan.[7]
Hukum kontrak merupakan terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu contract of law sedangkan bahas Belanda disebut dengan istilah overeenscomstreecht. Lawrence Friedman mengartikan hukum kontrak adalah Perangkat hukum yang hanya mengatur aspek tertentu dari pasar dan mengatur jenis perjanjian tertentu atau hukum kontrak adalah sebagai aturan hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan perjanjian atau persetujuan .[8]
Hukum kontrak diatur dalam buku KUH Perdata, yang terdiri atas 18 bab dan 631 pasal. Dalam KUH Perdata yang berkaitan aspek sebelum hubungan kerja yaitu Pasal 1233 samapai 1312 KUH perdata meliputi : sumber perikatan, prestasi, penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perikatan, dan jenis-jenis perikatan.
Perjanjian pekerja yaitu Perjanjian tertulis antara Tenaga Kerja Indonesia dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak. Isi perjanjian kerja yaitu :
  • Nama dan alamat pengguna
  • Jenis dan Uraian pekerjaan/jabatan
  • Kondisi dan syarat kerja yang meliputi :
  1. Jam kerja
  2. Upah
  3. Cara pembayaran
  4. Upah lembur
  5. Cuti dan waktu istirahat
  6. Jaminan soial Tenaga kerja (Lalu Husni, 2003: 25).
Ketentuan Pasal 1318 ayat (1) KUH Perdata memberikan kebebaskan kepada para pihak untuk :
  • Membuat atau tidak membuat perjanjian;
  • Mengadakan perjajian dengan siapapun;
  • Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratannya; dan
  • Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau lisan[9]
Perekrutan calon TKI oleh pelaksana penempatan TKI swasta wajib dilakukan terhadap calon TKI yang telah memuhi persyaratan sebagai berikut:
  • Berusia sekurang-kurangnya 18 (delapan belas) tahun kecuali bagi calon TKI yang akan dipekerjakan pada pengguna perseorangan sekurang-kurangnya berusia 21 (dua puluh satu) tahun;
  • Sehat jasmani dan rohani;
  • Tidak dalam keadaan hamil bagi calon tenaga kerja perempuan;
  • Berpendidikan sekurang-kurangnya lulus Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) atau yang sederajat.
Calon TKI behak mendapatkan pendidikan dan pelatihan kerja sesuai dengan pekerjaan yang akan dilakukan, pendidikan dan pelatihan yang dimaksud yaitu :
  • Membekali, menempatkan dan mengembangkan kompetensi kerja CTKI;
  • Memberi pengetahuan dan pemahaman tentang situasi, kondisi, adat istiadat, budaya, agama, dan resiko bekerja di luar negeri;
  • Membekali kemampuan berkomunikasi dalam bahasa negara tujuan;
  • Memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang hak dan kewjiban CTKI/TKI
    1. Masa Penempatan
Penempatan tenaga kerja Indonesia di luar negeri pada hakekatnya bertujuan untuk memberikan kesempatan kerja kepada tenaga kerja Indonesia dan untuk menghasilkan Devisa, sebagai bagian dari pelaksanaan perencanaan ketenagakerjaan nasional, dengan tetap memperhatikan harkat dan martabat serta nama baik bangsa dan negara.
Pasal 58 Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 104 A/MEN/2002 menyebutkan bahwa PJTKI wajib bertanggung jawab atas perlindungan dan pembelaan terhadap hak dan kepentingan TKI di luar negeri. Dalam pelaksanaan perlindungan dan pembelaan TKI, PJTKI baik sendiri-sendiri atau bersama-sama wajib menunjuk atau bekerja sama dengan Lembaga Perlindungan TKI yang terdiri dari Konsultan Hukum dan atau Lembaga Asuransi di negara penempatan TKI sesuai dengan ketentuan yang berlaku di negara yang bersangkutan.
Ketentuan tentang masa penempatan TKI dari kedua peraturan perundangan di atas memperlihatkan, bahwa ketentuan sebagaiana diatur dalam UU PPTKI hanya bersifat administratif semata, sedangkan ketentuan yang ada dalam Kep- 104A/MEN/2002 memberikan perlindungan dan pembelaan terhadap hak dan kepentingan TKI di luar negeri. Hal ini mengingat justru masa penempatan inilah, TKI banyak mengalami masalah, baik permasalahan antara TKI dengan majikan/pengguna, maupun dengan PPTKIS yang tidak memenuhi kewajibannya seperti yang tercantum dalam perjanjian penempatan.
  1. Purna Penempatan
Pasal 73 Ayat (1) Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri disebutkan bahwa Setiap TKI yang akan kembali ke Indonesia wajib melaporkan kepulangannya kepada Perwakilan Republik Indonesia di negara tujuan. Kepulangan TKI dapat terjadi :
  • Berakhirnya perjanjian kerja;
  • Pemutusan hubungan kerja sebelum masa perjanjian kerja berakhir;
  • Terjadi perang, bencana alam, atau wabah penyakit di negara tujuan;
  • Mengalami kecelakaan kerja yang mengakibatkan tidak bisanya menjalankan pekerjaan lagi;
  • Meninggal dunia di negara tujuan;
  • Cuti;
  • Dideportasi oleh pemerintah setempat.
Menurut Pasal 75 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, Kepulangan TKI dari negara tujuan sampai tiba di daerah asal menjadi tanggung jawab pelaksana penempatan TKI dalam hal :
  • Pemberian kemudahan atau fasilitas kepulangan TKI;
  • Pemberian fasilitas kesehatan bagi TKI yang sakit dalam;
  • kepulangan;
  • Pemberian upaya perlindungan terhadap TKI dari kemungkinan;
  • adanya tindakan pihak-pihak lain yang tidak betanggung jawab;
  • dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan.
Menurut Pasal 63 Ayat (1), (2), (3) Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Trasnmigrasi Republik Indonesia Nomor Kep- 104 A/MEN/2002, PJTKI bekerjasama dengan Mitra Usaha dan Perwalu wajib mengurus kepulangan TKI sampai di Bandara di Indonesia, dalam hal :
  • Perjanjian kerja telah berakhir dan tidak memperpanjang perjanjian kerja;
  • TKI bermasalah, sakit atau meninggal dunia selama masa perjanjian kerja sehingga tidak dapat menyelesaikan perjanjian kerja;
  • PJTKI harus memberitahukan jadwal kepulangan TKI kepada Perwakilan RI di negara setempat dan Direktur Jenderal selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum tanggal kepulangan;
  • Dalam mengurus kepulangan TKI, PJTKI bertanggung jawab membantu menyelesaikan permasalahan TKI dan mengurus serta menanggung kekurangan biaya perawatan TKI yang sakit atau meninggal dunia.
Salah satu masalah yang terjadi berkaitan dengan kepulangan TKI itu adalah persoalan keamanan dalam negeri sampai di Bandara Tanah Air. Karena itu ketentuan UU PPTKI mengatur pemberian upaya perlindungan bagi TKI terhadap kemungkinan adanya pihak-pihak lain yang tidak bertanggung jawab dan dapat merugikan TKI dalam kepulangan.

Tidak ada komentar: