- American Marketing Association
- David Aaker
- Philip Kotler
- Atribut: Merek mengingatkan atribut-atribut tertentu.
- Manfaat: Atribut-atribut harus diterjemahkan menjadi manfaat fungsional dan emosional.
- Nilai: Merek tersbut juga menyatakan sesutu tentang nilai produsennya.
- Budaya: Merek tersebut juga melambangkan budaya tertentu.
- Kepribadian: Merek tersebut dapat mencerminkan kepribadian tertentu.
- Pemakai: Merek tersebut menyiratkan jenis konsumenyang membeli atau menggunakan produk tersebut.
MarkPlus&Co (2004) menegaskan bahwa merek bukan sekedar nama, bukan pula sekedar logo atau sekedar simbol tetapi merek adalah indikator nilai dari apa yang ditawarkan. Diungkapkan pula oleh MarkPlus&Co (2004) bahwa merek adalah payung yang melingkupi produk atau pelayanan, perusahaan, pribadi, atau bahkan negara, dan merek adalah ekuitas perusahaan yang menambah nilai pada produk dan pelayanan yang ditawarkan, sehingga sebagai sebuah aset, merek menciptakan nilai bagi para konsumen melalui kualitas produk dan kepuasan konsumen.
Merek adalah resultan dari semua langkah yang dijalankan terhadap produk. Ketika kita menentukan STP (segmentasi-targeting-positioning) dan diferensiasi, serta mendukungnya dengan bauran pemasaran (strategi produk-harga-distribusi-promosi) dan strategi penjualan yang solid, sebenarnya kita sedang membangun dan mengembangkan sebuah merek. Jadi, keliru sekali kalau menganggap merek dibangun hanya dengan memasang iklan-iklan di koran atau televisi. Sebagaimana Knapp (2002) mengungkapkan bahwa banyak organisasi perusahaan atau organisasi yang melakukan kesalahan bahwa merek harus dilakukan melalui periklanan, promosi-promosi, atau pesan-pesan yang diciptakan di departemen pemasaran atau agen periklanan, bukan sebagai strategi total perusahaan.
Ditegaskan oleh Knapp (2002) bahwa apabila organisasi-organisasi atau perusahaan-perusahaan menggunakan konsep berpikir seperti sebuah merek, maka segala sesuatu yang mereka kerjakan setiap produk, jasa dan interaksi pelanggan, dianalisis untuk menentukan apakah kegiatan itu memenuhi tujuan merek. Tiffany, Starbucks, dan Hardrock Café masing-masing merupakan contoh membangun merek nasional dan internasional dengan menggunakan media periklanan yang relatif sedikit (Knapp, 2002).
Merek terbangun dari semua langkah yang dilakukan terhadap produk dan perusahaan, baik langkah itu baik (memperkuat ekuitas merek) maupun buruk (menggerogoti ekuitas merek). Jadi, salah satu langkah yang baik agar merek terbangun adalah mengoptimalkan potensi asosiasi merek dengan baik sehingga dapat memperkuat ekuitas merek. Ekuitas merek adalah seperangkat aset dan lialibilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol, yang mampu menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa, baik pada perusahaan maupun pada pelanggan.
Menurut Aaker (Managing Brand Equity, 1991), ekuitas merek dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:
- Kesadaran merek yang menunjukkan kesanggupan seorang calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
- Asosiasi merek yang mencerminkan pencitraan suatu merek terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaaan, gaya hidup, manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
- Persepsi kualitas yang mencerminkan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkenaan dengan maksud yang diharapkan.
- Kesetiaan merek yang mencerminkan tingkat keterikatan konsumen dengan suatu produk bermerek tertentu.
- Aset-aset merek lainnya merupakan elemen ekuitas merek yang secara langsung dipengaruhi oleh kualitas dari empat eleman utama tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar