Jumat, 19 Juli 2019

Gambaran Tenaga Kerja Malaysia (skripsi dan tesis)

TKI  yang  mencari  penyelesaian  atas  kasus  penganiayaannya  di  pengadilan  Malaysia,  menghadapi  banyak pembatasan  dan  hambatan  untuk  melanjutkan  kasusnya  ke  pengadilan  karena  proses  hukum  yang  sangat lamban; kebanyakan majikan tidak dipenjara selama menunggu; tidak memperhitungkan pertimbangan secara personal yang mempengaruhi TKI dan kesulitan dalam membuktikan kasus mereka.
Selama tahun 2006 tercatat jumlah TKI di shelter sebanyak 1.129 orang, yakni 58 orang di shelter KBRI Kuala Lumpur dan 471 orang di shelter KJRI Johor Bahru. Sebagian besar (75 %) mereka bekerja pada majikan etnis Cina.  Dari  jumlah  tersebut  (1.129 orang), kasus  terbanyak dihadapi TKI  adalah  lari dari majikan  (53,41%)  karena  berbagai  alasan,  antara  lain  kerja  terlalu  berat, majikan cerewet,  tidak  dibolehkan  beribadah,  dan  dipaksa  masak  atau  makan  babi dan sebagainya.[1]
Permasalahan  TKI  di  Malaysia,  secara  umum  terkait dengan  gaji  tidak dibayar,  perlakuan  majikan/agency  (tindak  kekerasan),  pelecehan seksual/pemerkosaan, dan masalah penyesuaian diri (psikososial). Terkait  dengan  pekerjaan,  dari  118 TKI  bermasalah   di  shelter KBRI  Kuala  Lumpur/KJRI  Johor  Bahru,  36%  menyatakan  bekerja  tanpa  batas waktu  dan  tidak  ada waktu  istirahat  (over  worked),  tidak  ada waktu  cuti  (9,3%), peralatan  kerja  tidak  memadai  (5,1%),  jenis  pekerjaan  tidak  sesuai  janji/kontrak (7,6%). Sementara itu, terdapat 38% TKW yang menyatakan over worked, tidak ada waktu cuti, peralatan kerja tidak memadai, dan jenis pekerjaan yang tidak sesuai janji/kontrak (jawaban gabungan).Masalah gaji, 51,7% tidak dibayar, disusul kemudian, gaji tidak sesuai/lebih kecil (9,3%), tidak ada uang kelebihan kerja (8,5%), gaji tidak tepat  waktu  (3,4%),  gaji  diminta  agen  (2,5%)[2].
Selanjutnya  juga  terdapat  15,2%  yang menyatakan:  gaji  lebih  kecil,  tidak  ada  uang  kelebihan  kerja,  gaji tidak  tepat waktu, dan gaji diminta agen  (jawaban gabungan). Sementara  sebanyak 9,3% TKW tidak memberikan jawaban.  Perlakuan  majikan/agen,  jawaban  responden  bervariasi,  yaitu:  tidak  diberi kesempatan melakukan ibadah, khususnya yang beragama Islam (17,8%), dokumen ditahan majikan/agen  (100 %),  tidak  diberi makan  sesuai  kebutuhan  (6,8%),  tidak diberi kesempatan mengenal orang lain 5,1%. Adapun TKW yang memberikan jawaban  gabungan  sebayak  42,3%  TKW  (tidak  diberi  kesempatan  melakukan ibadah, dokumen ditahan majikan/agen, tidak diberu makan sesuai kebutuhan, tidak diberi  kesempatan  mengenal  orang  lain).  5,1%  selebihnya  tidak memberikan jawaban.
Terkait  tindak  kekerasan  fisik,  12%  responden  menyatakan  biasa  dipukul oleh majikan/agen  (bagian  kepala, muka,  badan  dan  sebagainya).  Jenis  perlakuan lain yang dialami TKI adalah dikurung bersama anjing 0,8%, dan 87,2%tidak memberikan jawaban.  Dari  aparat  KBRI/KJRI  diperoleh  informasi,  banyak  kasus  TKW  legal menjadi  ilegal,  baik  karena  ulah  TKW  (antara  lain  lari  dari majikan) maupun  ulah aparat Malaysia  (Rela)  yang  mengadakan  razia  terhadap  TKW tidak  obyektif  dan cenderung mencari kesalahan TKW. Motivasi mereka adalah mendapat  imbalan dari pemerintah.
Contoh kasus yang terselesaikan oleh KBRI dan Pemerintah Indonesia
  • Kasus kekerasan yang baru terjadi pada tahun 2006 adalah AIDA korban pembunuhan TKW asal Bogak,Sumatera Utara. Para aparat kepolisian Malaysia menangkap 6 orang tersangka yang dicurigai membunuh aida waktu bekerja dirumah majikannya. Tetapi Aida bekerja secara tidak sah dikarenakan paspor Aida telah kadaluarsa sejak 2005.[3]
  • Kasus yang paling menghebohkan adalah Kasus kekerasan dan penyiksaan terhadap Siti Hajar (33), Tenaga Kerja Indonesia (TKI) asal Limbangan, Garut, Jawa Barat, telah mengundang simpati semua pihak termasuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. sehingga hak – hak Siti hajar harus diperjuangkan seperti membayar gaji yang tidak diberikan selama 34 bulan,dan majikannya ditahan di pihak keamanan setempat KBRI.
  • Kasus yang serupa adalah Winfaidah,wanita asal Lampung yang juga korban penyiksaan majikannya di Penang. Sesuai keputusan Mahkamah Pengadilan Pulau Penang, sejak 8 Oktober 2009, Winfaidah dititipkan di rumah perlindungan Bukit Ledang Kuala Lumpur, dalam kurun waktu paling lama 3 bulan. Winfaidah merupakan salah satu korban  human trafficking  yang proses peradilan masih terus berjalan hingga kini. Sidang kedua terhadap tersangka majikan Winfaidah akan dilaksanakan pada tanggal 15 Oktober 2009.
TKI di Malaysia jika dibiarkan tanpa penyelesaian akan menyebabkan kerugian bagi kedua negara. KBRI Kuala Lumpur dalam setahun harus menampung sekitar 1.000 kasus TKI yang lari dari majikan dan sekitar 600 kasus kematian TKI di Malaysia. Itu belum termasuk data di empat Konsulat Jenderal RI di Penang, Johor Bahru, Kota Kinabalu, dan Kuching yang diperkirakan hampir sama dengan data kasus di KBRI Kuala Lumpur

Tidak ada komentar: