Jumat, 29 Maret 2019

Disintegritas akademik (skripsi dan tesis)


      Sebuah studi internasional, menemukan bahwa siswa diidentifikasi berdasarkan metode kecurangan yang cukup sama dalam tiga kategori besar, yaitu menulis, komunikasi visual/lisan, dan lain-lain. Kategori menulis melibatkan penggunaan buku catatan, menulis catatan pada tubuh, dan menulis pada pakaian atau hal-hal lainnya. Aspek visual melibatkan menyalin ujian orang lain, meminta jawaban, atau memiliki siswa lain ikut ujian. Kelompok lain-lain yang terlibat pemprograman kalkulator, menggunakan telepon seluler, dan menyembunyikan catatan atau buku di kamar mandi (Bernad, et al., 2008).
      Perilaku tidak jujur dalam aktivitas akademik seringkali mengisi pemberitaan media massa di Indonesia, baik media cetak maupun media elektronik (Widhi, 2014). Wood dan Warnken (2004) mengklasifikasikan delapan aktifitas yang tergolong kecurangan akademik (academic cheating) yaitu:
a.         Plagiarism, yakni aktivitas individu yang meniru (initate) dan/atau mengutip (secara identik tanpa melakukan modifikasi) terhadap pekerjaan orang lain dengan tidak mencantumkan nama penulis aslinya
b.        Collusion, yakni kerjasama yang tidak diperbolehkan dalam mengerjakan tugas individual maupun ujian.
c.         Falsification, yakni melakukan pemalsuan hasil pekerjaan orang lain yang diakui sebagai hasil pekerjaannya dengan cara megganti nama orang lain tersebut dengan namanya sendiri.
d.        Replication, yakni upaya memasukkan atau mengumpulkan tugas yang sama atau hasil dari pekerjaan, baik secara keseluruhan maupun sebagian menggunakan catatan atau perangkat yang tidak diperbolehkan selama ujian dan/atau membawa dan/atau mencari copy soal sebelumnya;
e.         Memperoleh dan/atau mencari copy jawaban ujian dan/atau soal;     
f.         Berkomunikasi atau mencoba berkomunikasi dengan sesama peserta ujian untuk memperoleh jawaban selama ujian berlangsung;
g.        Menjadi orang yang pura-pura tidak tahu jika ada yang sedang melakukan kecurangan atau bahkan menjadi pihak penghubung antar peserta ujian yang bekerja sama/melakukan kecurangan (Wood   & Warnken, 2004).
      Ketidakjujuran akademik meluas di sekolah-sekolah medis dan keperawatan kesehatan di seluruh dunia. Ini memiliki efek merugikan pada praktek medis karena siswa yang curang selama sekolah kedokteran mengikuti pola perilaku yang sama di kemudian hari dalam mereka bekerja dengan pasien (Douglas et al., 2014). Menurut Purnamasari (2013) perilaku kecurangan akademik memiliki berpotensi merusak citra dan harapan masyarakat terhadap lulusan sarjana. Banyaknya kecurangan akademik yang dilakukan mahasiswa dapat berdampak negatif bagi berbagai pihak. Akibat dari kecurangan akademik akan memunculkan dalam diri mahasiswa perilaku atau watak yang tidak percaya diri, tidak disiplin, tidak bertanggung jawab, tidak kreatif, tidak berprestasi, tidak mau membaca buku pelajaran tapi siswa lebih rajin membuat catatan-catatan kecil untuk bahan menyontek. Budaya curang yang terbentuk dalam diri mahasiswa akan mengikis budaya baik yang ada seperti budaya disiplin dalam lembaga pendidikan sehingga dampaknya tidak hanya akan merusak integritas dari pendidikan itu sendiri, tetapi bisa menyebabkan perilaku yang lebih serius seperti tindakan kriminal (Mulyawati, 2010) 

Tidak ada komentar: