Hukum
pidana sebagai obyek ilmu hukum pidana, pada dasarnya merupakan obyek yang
abstrak, sedangkan obyek pidana yang lebih kongkrit sama dengan ilmu hukum pada
umumnya, ialah tingkah laku (perbuatan) manusia dalam pergaulan hidup
bermasyarakat. Hanya saja yang menjadi obyek adalah perbuatan manusia yang
termasuk di dalam ruang lingkup sasaran dari hukum pidana itu sendiri, yaitu
perbuatan dari warga masyarakat pada umumnya maupun perbuatan dari penguasa
atau aparat penegak hukum.[1]
Bekerjanya
hukum pidana, pemberian pidana atau pemidanaan dalam arti kongkrit, yakni pada
terjadinya perkara pidana, bukanlah tujuan akhir. Fungsi umum hukum pidana
adalah mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan tata dalam
masyarakat.[2]
Sementara itu, fungsi khusus hukum pidana adalah melindungi kepentingan hukum
dari perbuatan yang hendak merugikannya dengan menggunakan sanksi yang berupa
pidana yang sifatnya lebih tajam dibandingkan dengan sanksi yang terdapat dalam
bidang hukum lainnya.
Hukum
pidana dapat dikatakan menyaring dari sekian banyak perbuatan yang tercela,
yang tidak susila atau yang merugikan masyarakat. Memang tidak mungkin semua
perbuatan tercela dan sebagainya dapat dijadikan tindak pidana. oleh karena
itu, kita harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut sebelum memberikan
ancaman pidana, yaitu: (1) tujuan hukum pidana, (2) penetapan perbuatan yang
tidak dikehendaki, (3) perbandingan antara sarana dan hasil dan, (4) kemampuan
badan penegak hukum. Dengan memperhatikan empat hal dalam hubungannya dengan
persoalan kriminalitas maka dapat kita lihat bahwa penanggulangan kejahatan
belum terwujud hanya dengan terbentuknya undang-undang pidana saja. [3]
Hukum
pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara, yang
mengadakan dasar-dasar atau aturan-aturan untuk :
1. Menentukan
perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sangsi berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
larangan tersebut
2. Menentukan
kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang
telah diancamkan
3. Menentukan
dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang
yang disangka telah melanggar larangan tersebut.[4]
Unsur-unsur
Tindak Pidana ialah unsur formal meliputi[5] :
1. Perbuatan
manusia, yaitu perbuatan dalam arti luas, artinya tidak berbuat yang termasuk
perbuatan dan dilakukan oleh manusia.
2. Melanggar
peraturan pidana. dalam artian bahwa sesuatu akan dihukum apabila sudah ada
peraturan pidana sebelumnya yang telah mengatur perbuatan tersebut, jadi hakim
tidak dapat menuduh suatu kejahatan yang telah dilakukan dengan suatu peraturan
pidana, maka tidak ada tindak pidana.
3. Diancam
dengan hukuman, hal ini bermaksud bahwa KUHP mengatur tentang hukuman yang
berbeda berdasarkan tindak pidana yang telah dilakukan.
4. Dilakukan
oleh orang yang bersalah, dimana unsur-unsur kesalahan yaitu harus ada
kehendak, keinginan atau kemauan dari orang yang melakukan tindak pidana serta
Orang tersebut berbuat sesuatu dengan sengaja, mengetahui dan sadar sebelumnya
terhadap akibat perbuatannya. Kesalahan dalam arti sempit dapat diartikan
kesalahan yang disebabkan karena si pembuat kurang memperhatikan akibat yang
tidak dikehendaki oleh undang-undang.
5. Pertanggungjawaban
yang menentukan bahwa orang yang tidak sehat ingatannya tidak dapat diminta
pertanggungjawabannya. Dasar dari pertanggungjawaban seseorang terletak dalam
keadaan jiwanya.
Sedangkan
unsur material dari tindak pidana bersifat bertentangan dengan hukum, yaitu
harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sehingga perbuatan yang tidak patut
dilakukan. Jadi meskipun perbuatan itu memenuhi rumusan undang-undang, tetapi
apabila tidak bersifat melawan hukum, maka perbuatan itu bukan merupakan suatu
tindak pidana. Unsur-unsur tindak pidana dalam ilmu hukum pidana dibedakan
dalam dua macam, yaitu unsur objektif dan unsur subjektif. Unsur objektif
adalah unsur yang terdapat di luar diri pelaku tindak pidana. Unsur ini
meliputi[6] :
1. Perbuatan
atau kelakuan manusia, dimana perbuatan atau kelakuan manusia itu ada yang
aktif (berbuat sesuatu), misal membunuh (Pasal 338 KUHP), menganiaya (Pasal 351
KUHP).
2. Akibat
yang menjadi syarat mutlak dari delik. Hal ini terdapat dalam delik material
atau delik yang dirumuskan secara material, misalnya pembunuhan (Pasal 338
KUHP), penganiayaan (Pasal 351 KUHP), dan lain-lain.
3. Ada
unsur melawan hukum. Setiap perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
oleh peraturan perundang-undangan hukum pidana itu harus bersifat melawan
hukum, meskipun unsur ini tidak dinyatakan dengan tegas dalam perumusan.
Ada
beberapa tindak pidana yang untuk mendapat sifat tindak pidananya itu
memerlukan hal-hal objektif yang menyertainya, seperti penghasutan (Pasal 160
KUHP), melanggar kesusilaan (Pasal 281 KUHP), pengemisan (Pasal 504 KUHP),
mabuk (Pasal 561 KUHP). Tindak pidana tersebut harus dilakukan di muka umum.[7]
1. Unsur
yang memberatkan tindak pidana. Hal ini terdapat dalam delik-delik yang
dikualifikasikan oleh akibatnya, yaitu karena timbulnya akibat tertentu, maka
ancaman pidana diperberat, contohnya merampas kemerdekaan seseorang (Pasal 333
KUHP) diancam dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun, jika
perbuatan itu mengakibatkan luka-luka berat ancaman pidana diperberat lagi
menjadi pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun.
2. Unsur
tambahan yang menentukan tindak pidana. Misalnya dengan sukarela masuk tentara
asing, padahal negara itu akan berperang dengan
Indonesia, pelakunya hanya dapat dipidana jika terjadi pecah perang (Pasal
123 KUHP).
Tindak pidana juga
mengenal adanya unsur subjektif, unsur ini meliputi[8] :
1. Kesengajaan
(dolus), dimana hal ini terdapat di
dalam pelanggaran kesusilaan (Pasal 281 KUHP), perampasan kemerdekaan (Pasal
333 KUHP), pembunuhan (Pasal 338).
2. Kealpaan
(culpa), dimana hal ini terdapat di
dalam perampasan kemerdekaan (Pasal 334 KUHP), dan menyebabkan kematian (Pasal
359 KUHP), dan lain-lain.
3. Niat
(voornemen), dimana hal ini terdapat
di dalam percobaan atau poging (Pasal 53 KUHP)
4. Maksud
(oogmerk), dimana hal ini terdapat
dalam pencurian (Pasal 362 KUHP), pemerasan (Pasal 368 KUHP), penipuan (Pasal
378 KUHP), dan lain-lain
5. Dengan
rencana lebih dahulu (met voorbedachte
rade), dimana hal ini terdapat dalam membuang anak sendiri (Pasal 308
KUHP), membunuh anak sendiri (Pasal 341 KUHP), membunuh anak sendiri dengan
rencana (Pasal 342 KUHP)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar