Sabtu, 02 Februari 2019

Tahapan dan Peran PR dalam Krisis Komunikasi (skripsi dan tesis)


Peran PR dalam menangani krisis komunikasi sangat berkaitan dengan mengidentifikasi tahapan dalam krisis komunikasi itu sendiri. Dengan demikian antara tahapan dan peran PR sesungguhnya menjadi satu pembahasan yang tidak bisa saling dipisahkan. Peran lain yang harus dilakukan PR dalam menangani krisis komunikasi adalah mengidentifikasi pihak mana yang haru menpatkan perhatian penting.  Dengan demikian PR kemudian membentuk suatu tim manajemen krisis yang permanen dan ramping, agar mereka dapat secara mudah berkomunikasi dan memberikan garis perintah dengan jelas. Bila terjadi krisis, tim ini harus mengambil inisiatif dan memberikan respon pertama untuk menjelaskan kepada publik, jangan sampai tim merespon akibat pertanyaan pers. Upaya menutup-nutupi krisis bisa berakibat fatal, misalnya pers semakin aktif menurunkan tim investigasinya untuk mengorek krisis lebih dalam (Steven Fink dalam Rhenald Kasali 2006:225)..
Tugas utama yang harus dilakukan oleh tim krisis adalah melakukan identifikasi krisis dan menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan. Semua tim harus bisa menjelaskan pesan-pesan komunikasi yang sudah disepakati. Tim manajemen krisis harus menghindari pernyataan off the record, karena dia benar-benar menguasai masalahnya. Baik sekali kalau diterbitkan buku petunjuk penanggulangan krisis.
Untuk mengidentifikasi tahapan dalam krisis komunikasi di dasarkan pada bagaimana krisis komunikasi telah menunjukkan suatu permasalahan yang dapat mengancam eksistensi perusahaan itu sendiri. Secara khusu maka menurut Peter M Sandman (2006), terdapat 4 (empat) tahapan yang dilalui suatu krisis, yaitu:
         1. Tahap Prodromal.
Krisis pada tahap ini sering dilupakan orang karena perusahaan masih bisa bergerak dengan lincah. Pada tahap ini, bukan pada tahap krisis sudah kronis (meledak), krisis sudah mulai muncul. Tahap prodromal sering disebut pula warning stage karena ia memberi sirene tanda bahaya mengenai simtom-simtom yang harus segera diatasi.
Mengacu pada defenisi krisis, tahap ini juga merupakan bagian dari turning point. Bila manajer gagal mengartikan atau menangkap sinyal ini, krisis akan bergeser ke tahap yang lebih serius yaitu tahapa akut.
Sering pula eksekutif menyebut tahap prodromal sebagai taha sebelum krisis (precrisis). Tetapi sebutan ini hanya dapat dipakai untuk melihat krisis secara keseluruhan dan disebut demikian setelah krisis memasuki tahap akut sebagai retrospeksi.
Tahap prodromal biasanya muncul dalam salah satu dari 3 bentuk ini:
a.   Jelas sekali, dimana gejala-gejala awal kelihtan jelas sekali.
b.  Samar-samar, yaitu gejala yang muncul tampak samar-samar karena sulit menginterpretasikan dan menduga luasnya suatu kejadian. Perusahaan atau organisasi memerlukan bantuan para analis untuk menganalisis hal-hal yang samar-samar itu sebelum tergulung oleh ombak krisis.
c.   Sama sekai tidak kelihatan, gejala-gejala krisis bisa tak terlihat sama sekali. Perusahaan tidak dapat membaca gejala ini karena kelihatannya segalanya oke-oke saja.
Para ahi krisis umumnya sependapat bahwa sekalipun krisis pada tahap ini sangat ringan, pemecahan dini secara tuntas sangat penting. Alasanya adalah karena masih mudah untuk ditangani sebelum ia memasuki tahap akut, sebelum ia meledak dan sebelum menimbulkan komplikasi.
        2. Tahap Akut.
Inilah tahap ketika orang mengatakan : “telah terjadi krisis”. Meski bukan di sini awal mulanya krisis, orang menganggap suatu krisis dimulai dari sini karena gejala yang samar-samar atau sama sekali tidak jelas itu mulai kelihatan jelas.
Dalam banyak hal, krisis yang akut sering disebut sebagai the point of no return. Artinya, sekali sinyal-sinyal yang muncul pada tahap peringatan (prodromal stage) tidak digubris, ia akan masuk ke tahap akut dan tidak bisa kembali lagi. Kerusakan sudah mulai bermunculan, reaksi mulai berdatangan, isu menyebar luas. Namun, berapa besar kerugian lain yang akan muncul amat tergantung dari para aktor yang mengendalikan krisis.
Salah satu kesulitan besar dalam menghadapi krisis pada tahap akut, sekalipun Saudara sangat siap, adalah intensitas dan kecepatan serangan yang datang dari berbagai pihak yang menyertai tahap ini. Kecepatan ditentukan oleh jenis krisis yang menimpa perusahaan, sedangkan intensitas ditentukan oleh kompleksnya permasalahan.
Tahap akut adalah tahap antara, yang paling pendek waktunya bila dibandingkan dengan tahap-tahap lainnya. Bila ia lewat, maka umumnya akan segera memasuki tahap kronis.
       3.Tahap Kronik.
Badai mulai reda, yang tersisa adalah reruntuhan bangunan dan sejumlah bangkai, korban dari sebuah krisis. Berakhirnya tahap akut dinyatakan dengan langkah-langkah pembersihan.
Tahap ini sering juga disebut sebagai the clean up phase atau the post mortem. Sering pula tahap ini disebut sebagai tahap recovery atau self analysis. Di dalam perusahaan, tahap ini ditandai dengan perubahan struktural. Mungkin penggantian manajemen, mungkin penggantian pemilik, mungkin masuk nama-nama baru sebagai pemilik atau mungkin pula bangkrut dan perusahaan dilikuidasi.
Seorang crisis manager harus bisa memperpendek tahap ini karena semua orang sudah sangat letih. Juga pers sudah mulai bosan memberitakan kasus ini. Namun yang paling penting adalah perusahaan harus memutuskan mau hidup terus atau tidak. Kalau ingin hidup terus tentu ia harus sehat dan mempunyai reputasi yang baik.
Tahap kronis adalah tahap yang terenyuh. Kadang-kadang dengan bantuan seorang crisis manager yang handal, perusahaan akan memasuki keadaan yang lebih baik, sehingga pujian-pujian berdatangan dan penyembuhan (resolution) mulai berlangsung.
        4. Tahap Resolusi (penyembuhan).
Tahap ini adalah tahap penyembuhan (pulih kembali) dan tahap terakhir dari 4 tahap krisis. Meski bencana besar dianggap sudah berlalu, crisis manager tetap perlu berhati-hati, karena riset dalam kasus-kasus krisis menunjukkan bahwa krisis tidak akan berhenti begitu saja pada tahap ini. Krisis umumnya berbentuk siklus yang akan membawa kembali keadaan semula (prodromal stage).
Untuk mengidentifikasi peran PR maka dapat dilakukan dengan mengidentifikasi pihak mana yang harus mendapatkan perhatian PR. Dengan demikian PR dapat berperan sebagai penarik dan penilai kesimpulan atas opini, sikap serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat (internal dan eksternal) yang terkena dampak kegiatan PR. Selain itu, PR dapat juga mengajukan usul atau saran kebijakan atau etika perilaku tertentu yang akan menyelaraskan kepentingan klien dengan kelompok masyarakat tertentu. Juga, PR dapat merencanakan dan melaksanakan rencana janga pendek, menengah, dan panjang untuk menciptakan dan meningkatkan pengertian dan pemahanan terhadap objek, kegiatan, metode dan masalah yang dihadapi.
Menurut Siti Komsiah (2009; 2) ada beberapa pihak terkait yang harus diperhatikan oleh PR apabila sedang menangani PR. Pihak ini merupakan pihak terkiat yang memegang informasi kunci dan mempunyai kemampuan untuk menentukan informasi tersebut menjadi mempengaruhi citra perusahaan. Berikut merupakan pihak-pihak yang harsu diperhatikan dalam menangani krisis komunikasi yaitu:
a.         Pers
Hal penting yang diingat oleh praktisi PR, soal pers, dalam situasi krisis, yaitu pers beranggapan bahwa berita buruk adalah berita yang baik bagi pers dan akan mencecar korban dengan pertanyaan-pertanyaan yang bisa memojokkanDalam konteks tersebut, penting untuk diketahui bagaimana strategi berhubungan dengan media yang baik. Karena hal demikian akan menjadi salah satu kunci penting, bagaimana PR dapat mengambil peranannya dengan baik.
b.        Pihak Terkait
Pihak terkait yang dimaksud adalah pihak tokoh masyarakat, para pengamat, LSM, karyawan berpengaruh, dapat menjadi pihak ketiga yang penting untuk memuluskan program PR, baik sebagai nara sumber pers, atau pun menjelaskan kepada publik mengenai masalah yang terjadi. Disinilah peranan lobbying yang seharusnya selalu dilakukan oleh PR menjadi sangat berarti. Melalui peran lobbying ini maka PR dapat menggunakan pihak terkiat sebagai pihak ketiga ini bisa perorangan maupun organisasi yang dianggap bisa memberikan opini yang independen, namun menguntungkan.
Untuk membedakan suatu krisis komunikasi maka juga dapat dibedakan berdasarkan dimensi dalam komunikasi organisasi itu sendiri. Menurut Djoko Purwanto (2006: 35), dimensi dalam komunikasi organisasi dibedakan berdasarkan unsur yang ada dalam organisasi tersebut. Unsur yang dimaksud adalah unusr yang ada lingkungan dalam organisasi maupun yang berasal lingkungan eksternal organisasi. Secara lebih terperinci akan diuraikan sebagai berikut:
a.         Hubungan eksternal, digunakan anggota organisasi untuk interaksi dengan individu di luar organisasi. Komunikasi eksternal membawa pesan organisasi dan lingkungan organisasi yang relevan. Sistim pesan eksternal digunakan untuk menyampaikan informasi dari lingkungan organisasi dan untuk memberikan lingkungan informasi dari organisasi.
b.         Hubungan internal, ialah pola pesan yang dibagi (share) antara anggota organisasi, interaksi manusia yang terjadi dalam organisasi dan antar anggota organisasi. Saat organisasi tumbuh pada ukuran atau kompleksitas atau menyebar keluar area dan zona waktu, ini memerlukan program komunikasi internal yang membantu membangun tim.
Dengan demikian berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa peran PR yang dapat dilakukan dalam menangani suatu krisis adalah; Pertama mengidentifikasi tahapan dalam krisis itu sendiri yaitu: Tahap Prodromal, Tahap Akut, Tahap Kronik dan Tahap Resolusi (penyembuhan). Identifikasi tahapan dalam krisis komunikasi di dasarkan pada gejala-gejala bagaimana suatu krisis dapat mengancam eksistensi perusahaan itu sendiri. Kedua, mengidentifikasi pihak mana yang harus mendaptkan perhatian penting yaitu: pihak pers serta pihak terkiat. Ketiga mengidentifikasi dimensi yang dilibatkan sebagai sumber krisis yaitu Komunikasi eksternal, digunakan anggota organisasi untuk interaksi dengan individu di luar organisasi.Komunikasi internal, ialah pola pesan yang dibagi (share) antara anggota organisasi, interaksi manusia yang terjadi dalam organisasi dan antar anggota organisasi. Dengan demikian PR dapat penarik dan penilai kesimpulan atas opini, sikap serta aspirasi dari berbagai kelompok masyarakat (internal dan eksternal) yang terkena dampak kegiatan PR.


Tidak ada komentar: