Relaksasi adalah salah satu teknik di
dalam terapi perilaku yang pertama kali dikenalkan oleh Jacobson, seorang
psikolog dari Chicago, yang mengembangkan metode fisiologis melawan ketegangan
dan kecemasan. Teknik ini disebut relaksasi progresif yaitu teknik untuk
mengurangi ketegangan otot. Jacobson berpendapat bahwa Semua bentuk ketegangan
termasuk ketegangan mental didasarkan pada kontraksi otot (Sheridan dan
Radmacher, 1992). Jika seseorang dapat diajarkan untuk merelaksasikan otot
mereka, maka mereka benar-benar relaks. Seseorang yang tetap mengalami
ketegangan mental atau emosional, sementara otot mereka relaks adalah orang
yang mengalami ketegangan semu (Sheridan dan Radmacher, 1992). Latihan
relaksasi dapat digunakan pada pasien nyeri untuk mengurangi rasa nyeri melalui
kontraksi otot, mengurangi pengaruh dari situasi stres, dan mengurangi efek
samping dari kemoterapi pada pasien kanker (Sheridan dan Radmacher, 1992).
Relaksasi dapat juga digunakan untuk mengurangi denyut jantung, meningkatkan
daya hantar kulit (skin conductance), mengurangi ketegangan otot, tekanan darah
dan kecemasan (Taylor, 1995).
Relaksasi religius merupakan
pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh Benson (2000), dimana
relaksasi ini merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang
dianut. Dalam metode meditasi terdapat juga meditasi yang melibatkan faktor
keyakinan yaitu meditasi transendental (trancendental meditation). Meditasi ini
dikembangkan oleh Mahes Yogi (Sothers, 1989) dengan megambil objek meditasi
frase atau mantra yang diulang-ulang secara ritmis dimana frase tersebut
berkaitan erat dengan keyakinan yang dianut.
Fokus dari relaksasi ini tidak pada
pengendoran otot namun pada frase tertentu yang diucapkan berulang kali dengan
ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada objek transendensi yaitu Tuhan.
Frase yang digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan, atau kata yang memiliki
makna menenangkan.
Pelatihan relaksasi bertujuan untuk
melatih peserta agar dapat mengkondisikan diri untuk mencapai kondisi relaks.
Pada waktu individu mengalami ketegangan dan kecemasan yang bekerja adalah
sistem saraf simpatis, sedangkan pada waktu relaksasi yang bekerja adalah
sistem saraf parasimpatis, dengan demikian relaksasi dapat menekan rasa tegang
dan rasa cemas dengan cara resiprok, sehingga timbul counter conditioning dan
penghilangan.
Pelatihan relakasi religius cukup efektif
untuk memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah
memasuki tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius yang dilakukan
dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan ketika mengawali tidur
dapat diatasi dengan treatmen ini. Penggunaan kaset relaksasi religius cukup
membantu subjek dalam mengawali tidur. Pada umumnya subjek melaporkan bahwa
dengan mengikuti kaset relaksasi dirinya lebih mudah untuk tertidur, ada
beberapa hal yang menyebabkan mereka mudah tertidur antara lain instruksi
diucapkan dengan pelan dan mudah diikuti.
Pelatihan relaksasi dapat memunculkan
keadaan tenang dan relaks dimana gelombang otak mulai melambat semakin lambat
akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Hal ini sesuai
dengan pendapat Panteri (1993) yang menggambarkan neurofisiologi tidur sebagai
berikut : Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga seseorang berada pada
gelombang otak beta, hal ini terjadi ketika subjek mulai merebahkan diri tidur
dan mengikuti instruksi relaksasi religius yaitu pada tahap pengendoran otot
dari atas yaitu kepala hingga jari jari kaki. Selanjutnya dalam keadaan yang
lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini gelombang otak
yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi tegangannya dan menjadi lebih
teratur.
Menurut Charaf (1999) dalam Justo, 2008,
dengan berlatih relaksasi seseorang dapat mencapai:
a.
Integrasi pikiran dan tubuh yang akan
mengarah ke keadaan keseimbangan dan harmoni, sehingga konsentrasi energi fisik
dan mental untuk fluiditas ide.
b.
Mental fleksibilitas, yang melalui
pemikiran divergen akan memungkinkan kombinasi, modifikasi dan konstruksi
realitas baru.
c.
Spontanitas dan otentisitas untuk
menghasilkan respon baru dan asli.
d.
Kapasitas untuk menghadapi risiko baru.
Sementara itu, penelitian awal oleh Chang (1991) dan
Margolis (1990) dalam Amon dan Campbell (2008) menemukan bahwa metode relaksasi
yang dapat digunakan untuk melatih anak-anak maupun anak remaja dan pengaturan
perawatan. Pelatihan meliputi prosedur meditasi, pelatihan autogenik, relaksasi
progresif, metode relaksasi disingkat, citra visual, dan pelatihan biofeedback.
Beradasrkan uraian diatas maka dapat diambil
kesimpulan yang dimaksud dengan relaksasi religius adalah metode relaksasi yang
menggabungkan dengan keyakinan agama yang dianut. Fokus dari relaksasi ini
tidak pada pengendoran otot namun pada frase tertentu yang diucapkan berulang
kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada objek transendensi
yaitu Tuhan. Frase yang digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan, atau kata yang
memiliki makna menenangkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar