Pengertian Pasar Tradisional Dalam
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007 Tentang Penataan dan
Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern, dijelaskan
bahwa bahwa pasar adalah area tempat
jual beli barang dengan jumlah penjual lebih dari satu baik yang disebut
sebagai pusat perbelanjaan, pasar tradisional, pertokoan, mall, plasa, pusat
perdagangan maupun sebutan lainnya.
Dalam pernyataan
beberapa ahli disebutkan bahwa Pasar adalah tempat dimana pembeli dan penjual bertemu untuk memebeli
sumber-sumber, barang dan jasa yang mereka miliki
(Richard 2002). Sedangkan
menurut Stanton (2006) pasar
sebagai tempat pertemuan antara penjual dan pembeli, barang atau jasa yang ditawarkan untuk dijual,
dan terjadinya perpindahan kepemilikan. Selain
itu ada pula definisi menyatakan bahwa pasar adalah permintaan yang dibuat oleh sekelompok pembeli potensial
terhadap suatu barang dan jasa.
Secara sepesifik pengertian dari pasar
tradisional merupakan tempat bertemunya penjual dan pembeli untuk melakukan
transaksi, dalam hal mana organisasi pasar yang ada masih sangat sederhana,
tingkat efisiensi dan spesialisasi yang rendah, lingkungan fisik yang kotor dan
pola bangunan yang sempit (Agustiar, dalam Fitri, 2009). Pasar tradisional dibangun dan
dikelola oleh pemerintah, pemerintah daerah, swasta, Badan Usaha Milik Negara
dan Badan Usaha Milik Daerah.
Menurut Eka Pribadi. (2007) potensi dan ciri pasar tradisional, yaitu:
a.
Kemampuan pasar tradisional dalam menyerap
komoditi lokal dari kawasan sekitarnya.
b.
Berfungsi sebagai supplier untuk berbagai input
pertanian, perumahan, serta kebutuhan pokok masyarakat secara luas.
c.
Pasar tradisional memiliki segmentasi pasar
tersendiri, yang membedakannya dari pasar modern.
d.
Para pedagang yang beroperasi di pasar umumnya
kaum wanita sehingga sangat bermanfaat bagi peningkatan kesempatan berusaha
untuk kaum wanita, dalam arti wanita umumnya memiliki keunggulan dibandingkan
dengan pria dalam melayani konsumen.
e.
Potensi pasar akan semakin penting karena market
turn over yang cukup cepat dengan sistem pembayaran tunai.
Dalam hal mata
rantai pasokan, 40% pedagang menggunakan pemasok profesional, sementara 60%
lainnya mendapatkan barangnya dari pusat-pusat perkulakan. Hampir 90% pedagang
membayar tunai kepada pemasok. Keadaan ini berarti bahwa pedagang di pasar
tradisional sepenuhnya menanggung resiko kerugian dari usaha dagangnya. Ini
berbeda dengan supermarket yang umumnya menggunakan metode konsinyasi atau
kredit. Terkait dengan modal usaha, 88% pedagang menggunakan modal sendiri yang
berarti minimnya akses atau keinginan untuk memanfaatkan pinjaman komersial
untuk mendanai bisnisnya. Hal ini bisa menjadi hambatan terbesar dalam
memperluas kegiatan bisnis mereka (Suryadarma, dkk. 2007).
Berdasarkan
Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 112 Tahun 2007, lokasi pendirian
pasar tradisional wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota,
dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota, termasuk Peraturan Zonasinya. Pendirian Pasar Tradisional wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut:
1) Memperhitungkan
kondisi sosial ekonomi masyarakat dan keberadaan pasar tradisional, pusat
perbelanjaan dan toko modern serta usaha kecil, termasuk koperasi, yang ada di
wilayah yang bersangkutan;
2) Menyediakan
areal parkir paling sedikit seluas kebutuhan parkir 1 (satu) buah kendaraan
roda empat untuk setiap 100 m2 (seratus meter persegi) luas lantai penjualan
pasar tradisional; dan
3) Menyediakan
fasilitas yang menjamin pasar tradisional yang bersih, sehat (higienis), aman,
tertib dan ruang publik yang nyaman
Tidak ada komentar:
Posting Komentar