Hak atas tanah adalah hak yang memberi
wewenang kepada pemegang haknya untuk menggunakan tanah atau mengambil manfaat
dari tanah yang dihakinya. “Menggunakan” berarti hak atas tanah itu digunakan
untuk kepentingan bangunan (non-pertanian), sedangkan “mengambil manfaat”
berarti hak atas tanah itu digunakan untuk kepentingan pertanian, perikanan,
peternakan dan perkebunan[1].
Dasar hukum ketentuan hak-hak atas tanah
diatur dalam Pasal 4 ayat (1) UUPA, yaitu :
“Atas
dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam Pasal 2
ditentukan adanya macam-macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah, yang
dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang-orang, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain serta badan-badan hukum”.
Hak atas tanah bersumber dari hak menguasai
dari negara atas tanah dapat diberikan kepada perseorangan, sekelompok orang,
maupun badan hukum.
Menurut
Soedikno Mertokusumo, wewenang yang dipunyai oleh pemegang hak atas tanah
terhadap tanahnya dibagi menjadi 2, yaitu :
1.
Wewenang umum; wewenang yang
bersifat umum yaitu pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk
menggunakan tanahnya, termasuk juga tubuh bumi dan air dan ruang yang ada
diatasnya sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan
penggunaan tanah itu dalam batas-batas menurut UUPA dan peraturan-peraturan
lain yang lebih tinggi (Pasal 4 ayat (2) UUPA).
2.
Wewenang khusus; yaitu
pemegang hak atas tanah mempunyai wewenang untuk menggunakan tanahnya sesuai
dengan macam hak atas tanahnya, misalnya wewenang pada tanah Hak Milik adalah
dapat untuk kepentingan pertanian dan atau mendirikan bangunan, wewenang pada
tanah Hak Guna Bangunan adalah menggunakan tanah hanya untuk mendirikan dan
mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, wewenang pada tanah Hak
Guna Usaha adalah menggunakan tanah hanya untuk kepentingan perusahaan di
bidang pertanian, perikanan, peternakan, atau perkebunan.[2]
Dalam Pasal 16 jo. Pasal 53 UUPA,
mengelompokkan macam-macam hak atas tanah, yaitu :
1.
Hak atas tanah yang bersifat
tetap; yaitu hak-hak atas tanah yang tetap ada selama UUPA masih berlaku atau
belum dicabut dengan undang-undang yang baru. Contohnya, Hak Milik, Hak Guna
Usaha, Hak Guna Bangunan, Hak Pakai, Hak Sewa untuk Bangunan, Hak Membuka
Tanah, Hak Memungut Hasil Hutan.
2.
Hak atas tanah yang akan
ditetapkan dengan undang-undang; yaitu hak atas tanah yang akan lahir kemudian,
yang akan ditetapkan dengan undang-undang.
3.
Hak atas tanah yang bersifat
sementara; yaitu hak atas tanah ini sifatnya sementara, dalam waktu yang
singkat akan dihapuskan. Contohnya, Hak Gadai (Gadai Tanah), Hak Usaha Bagi
Hasil (Perjanjian Bagi Hasil), Hak Menumpang, dan Hak Sewa Tanah Pertanian.
Jika
dilihat dari segi asal tanahnya, hak atas tanah dibedakan menjadi 2, yaitu :
1.
Hak atas tanah yang bersifat
primer; yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah negara, contohnya hak
milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atas tanah negara, hak pakai atas
tanah negara.
2.
Hak atas tanah yang bersifat
sekunder; yaitu hak atas tanah yang berasal dari tanah pihak lain, contohnya
hak guna bangunan atas tanah hak pengelolaan, hak guna bangunan atas tanah hak
milik, hak pakai atas tanah hak pengelolaan, hak pakai atas tanah hak milik,
hak sewa untuk bangunan, hak gadai (gadai tanah), hak usaha bagi hasil
(perjanjian bagi hasil), hak menumpang, dan hak sewa tanah pertanian.
2.
Perjanjian Pengikatan Jual
Beli
R.
Subekti menyatakan perjanjian pengikatan jual beli adalah perjanjian antar
pihak penjual dan pihak pembeli sebelum dilaksanakannya jual beli dikarenakan
adanya unsur-unsur yang harus dipenuhi untuk jual beli tersebut antara lain
adalah sertifikat hak atas tanah belum ada karena masih dalam proses, atau
belum terjadinya pelunasan harga[3].
Dilakukannya perjanjian pengikatan jual
beli ini disebabkan karena beberapa hal antara lain[4]
:
a.
Sertifikat belum terbit atas
nama pihak penjual dan masih dalam proses pembuatan atau masih dalam proses
balik nama ke atas nama pihak penjual di Kantor Pertanahan.
b.
Belum terjadinya pelunasan
harga objek jual beli.
c.
Sertifikat pernah dijadikan
sebagai jaminan di Bank dan masih belum dilakukan roya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar