Minggu, 20 Januari 2019

Optimalisasi Pemanfaatan Aset (skripsi dan tesis)


            Sesuai dengan Modul Optimalisasi Pemanfaatan Aset/ Barang Milik Daerah yang disususn oleh Departemen Dalam Negeri dan Lembaga Administrasi Negara pada Diklat Teknis Manajemen Aset Daerah, bulan Juni 2007, disebutkan bahwa pada pokoknya kebijakan pemanfaatan aset/ barang milik daerah meliputi 2(dua) fungsi yaitu:
a.       Fungsi pelayanan : fungsi ini direalisasikan melalui pengalihan status penggunaan barang milik daerah dialihkan penggunaannya dari satu SKPD ke SKPD lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.
b.      Fungsi budgeter : fungsi ini direalisasikan melalui pemanfaatan dalam bentuk:
1.      Penyewaan asset
2.      Pinjam Pakai
3.      Kerjasama Pemanfaatan (KSP)
4.      Bangun Guna Serah / Build Operate Transfer (BOT) dan Bangun Guna Serah / Build Transfer Operate (BTO)

Penyewaan adalah penyerahan hak penggunaan/ pemakaian barang daerah kepada Pihak Ketiga dalam hubungannya sewa-menyewa dengan ketentuan pihak ketiga tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahuanan untuk masa jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Dasar pertimbangan penyewaan aset adalah untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil guna aset, untuk sementara waktu aset tersebut belum dimanfaatkan oleh unit yang memiliki/ menguasai. Semua hasil penyewaan aset adalah sebagai pendapatan.
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan aset kepada suatu instansi pemerintah atau pihak lain yang ditetapkan dengan perundang-undangan untuk jangka waktu tertentu, tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tertentu berakhir, aset tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya. Dasar pertimbangan pinjam pakai atau peminjaman aset adalah agar aset tersebut dapat dimanfaatkan secara ekonomis oleh instansi pemerintah atau daerah untuk kepentingan sosial dan keagamaan.
Build Operate Transfer(BOT) adalah pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik negara atau pemerintah daerah oleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama dalam waktu tertentu untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan kembali tanah, bangunan dan sarana lain berikut fasilitas dan pendayagunaannya kepada negara atau pemerintah daerah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan.
Build Transfer (BTO) adalah pemanfaatan tanah dan bangunanoleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain  berikut fasilitas diatas tanah dan bangunan tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada negara atau pemerintah daerah, kemudian tanah dan bangunan siap pakai berikut saranan dan fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada pihak ketiga untuk didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut pihak ketiga dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan kesepakatan.

Berdasarkan Lampiran Permendagri No.17 Tahun 2007, optimalisasi pemanfaatan aset adalah usaha yang dapat dilakukan dengan pertimbangan untuk:
a.    Mengotimalkan daya guna dan hasil guna barang milik daerah (Penyewaan Aset) ----hasilnya adalah berupa sewa/ retribusi (sumber pendapatan).
b.   Dalam rangka optimalisasi daya guna dan hasil guna barang milik daerah (KSP)
c.    Mengoptimalisasikan barang milik daerah (BOT dan BTO)
Berdasarkan Modul Pemanfaatan Aset (Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Juni 2007), bentuk – bentuk optimalisasi pemanfaatan aset tersebut disamping meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat juga menghasilkan pendapatan (return) dalam bentuk uang. Beberapa permasalahan utama dalam pengelolaan aset pada umumnya disebabkan oleh :
1.      Belum ada inventarisasi seluruh aset yang ada.
2.      Inefisiensi dalam pemanfaatan asset
3.      Landasan hukum yang belum terpadu dan menyeluruh
4.      Tersebarnya lokasi dan hak penguasaannya
5.      Koordinasi dan Pengawasan yang lemah
6.      Beragam kepentingan dan distorsi lainnya
7.      Mudahnya terjadi penjarahan aset.
Di dalam modul Optimalisasi Pemanfaatan Aset (Departemen Dalam Negeri Republik Indonesia, Juni 2007) disebutkan bahwa saat ini sudah menjadi keharusan untuk Pengelolaan Aset dengan konsep Restrukturisasi Aset dan pengembangan infrastruktur teknologi Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), keharusan ini disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
1.      Jumlah aset yang banyak
2.      Jenis aset yang bervariasi
3.      Letak aset tersebar secara geografis
4.      Dokumen pendukung aset yang harus ter-record secara sistematik
5.      Kondisi legal yang beragam
6.      Perbedaan penanganan masing-masing aset (existing)
7.      Banyak idle asset dan dan belum dimanfaatkan secara optimal
8.      Pengelolaan data yang masih manual
9.      Proses pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dan optimalisasi aset yang harus dilakukan secara tepat dan benar.

Menurut Siregar (2004; 561) implikasi dari pemanfaatan dan pengelolaan aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang seimbang dengan nilai intrinsik dan potensi yang terkandung dalam aset itu sendiri. Misalnya dari aspek ekonomis adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besaran nilai aset yang dimiliki, yang merupakan salah satu sumber pendapatan potensial, atau dengan kata lain return on asset (ROA)-nya rendah.
Analisa optimalisasi pemanfaatan aset adalah kegiatan mengevaluasi pemanfaatan aset saat ini (existing use) yang lebih banyak menggunakan comparative analysis seperti:
a.       Evaluasi perbandingan dengan hal yang sama diluar aset daerah, misalnya : besarnya sewa, tingkat produksi, harga barang dan sebagainya.
b.      Evaluasi perbandingan dari: Return on Cost =R/C ratio terhadap hal yang sama di luar aset daerah.
R/C ratio biasanya digunakan dalam penilaian untuk mengukur tingkat effisiensi dan efektivitas penerimaan hasil terhadap biaya yang dipakai dalam suatu kegiatan usaha ekonomi, misalnya terhadap aset.
Ini dapat digunakan untuk mengukur nilai penerimaan dari aset terhadap biaya yang dikeluarkan untuk itu per tahunnya. Sekiranya aset tersebut tidak menghasilkan penerimaan atau hasil penerimaannya jauh lebih kecil dari biaya pemeliharaannya maka boleh dikata aset tersebut adalah merugikan atau masuk klassifikasi idle (tidak optimal)
c.       Evaluasi perbandingan dari: Pendapatan dari aset atau Return on Asset atau ROA, makin besar rasio nya makin baik, makin kecil angkanya makin idle aset tersebut. Ini juga sangat tergantung pada Penilaian Aset. ROA ini dapat digunakan untuk mengukur penerimaan atau hasil dari suatu aset dibandingkan dengan nilai aset itu sendiri per tahunnya.
d.      Dari hasil evaluasi terhadap penerimaan dari masing-masing aset tersebut dapat diambil kesimpulan apakah aset tersebut masih idle, atau mempunyai kemungkinan dapat ditingkatkan/ dioptimalkan lagi atau tidak. Sekiranya masih mempunyai peluang untuk ditingkatkan atau masih idle maka akan dilanjutkan dengan Studi Optimalisasi Pemanfaatan Aset atau HBU Study.

Tidak ada komentar: