Sesuai
dengan Modul Optimalisasi Pemanfaatan Aset/ Barang Milik Daerah yang disususn
oleh Departemen Dalam Negeri dan Lembaga Administrasi Negara pada Diklat Teknis
Manajemen Aset Daerah, bulan Juni 2007, disebutkan bahwa pada pokoknya
kebijakan pemanfaatan aset/ barang milik daerah meliputi 2(dua) fungsi yaitu:
a. Fungsi pelayanan : fungsi ini direalisasikan melalui
pengalihan status penggunaan barang milik daerah dialihkan penggunaannya dari
satu SKPD ke SKPD lainnya dalam rangka memenuhi kebutuhan organisasi sesuai
dengan tugas pokok dan fungsinya.
b. Fungsi budgeter : fungsi ini direalisasikan melalui
pemanfaatan dalam bentuk:
1. Penyewaan asset
2. Pinjam Pakai
3. Kerjasama Pemanfaatan (KSP)
4. Bangun Guna Serah / Build Operate Transfer (BOT) dan Bangun Guna Serah / Build Transfer
Operate (BTO)
Penyewaan adalah penyerahan hak penggunaan/ pemakaian barang daerah
kepada Pihak Ketiga dalam hubungannya sewa-menyewa dengan ketentuan pihak
ketiga tersebut harus memberikan imbalan berupa uang sewa bulanan atau tahuanan
untuk masa jangka waktu tertentu, baik sekaligus maupun secara berkala. Dasar
pertimbangan penyewaan aset adalah untuk mengoptimalkan daya guna dan hasil
guna aset, untuk sementara waktu aset tersebut belum dimanfaatkan oleh unit
yang memiliki/ menguasai. Semua hasil penyewaan aset adalah sebagai pendapatan.
Pinjam pakai adalah penyerahan penggunaan aset kepada suatu instansi
pemerintah atau pihak lain yang ditetapkan dengan perundang-undangan untuk
jangka waktu tertentu, tanpa menerima imbalan dan setelah jangka waktu tertentu
berakhir, aset tersebut diserahkan kembali kepada pemiliknya. Dasar
pertimbangan pinjam pakai atau peminjaman aset adalah agar aset tersebut dapat
dimanfaatkan secara ekonomis oleh instansi pemerintah atau daerah untuk
kepentingan sosial dan keagamaan.
Build Operate Transfer(BOT) adalah
pemanfaatan tanah dan atau bangunan milik negara atau pemerintah daerah oleh
pihak ketiga dengan cara pihak ketiga membangun bangunan siap pakai dan atau
menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas di atas tanah
dan atau bangunan tersebut dan mendayagunakannya selama dalam waktu tertentu
untuk kemudian setelah jangka waktu berakhir menyerahkan kembali tanah,
bangunan dan sarana lain berikut fasilitas dan pendayagunaannya kepada negara
atau pemerintah daerah, serta membayar kontribusi sejumlah uang atas
pemanfaatannya yang besarnya ditetapkan sesuai dengan kesepakatan.
Build Transfer (BTO) adalah
pemanfaatan tanah dan bangunanoleh pihak ketiga dengan cara pihak ketiga
membangun bangunan siap pakai dan atau menyediakan, menambah sarana lain berikut fasilitas diatas tanah dan bangunan
tersebut dan setelah selesai pembangunannya diserahkan kepada negara atau
pemerintah daerah, kemudian tanah dan bangunan siap pakai berikut saranan dan
fasilitasnya tersebut diserahkan kembali kepada pihak ketiga untuk
didayagunakan selama jangka waktu tertentu, dan atas pemanfaatannya tersebut
pihak ketiga dikenakan kontribusi sejumlah uang yang besarnya sesuai dengan
kesepakatan.
Berdasarkan Lampiran Permendagri No.17 Tahun 2007, optimalisasi
pemanfaatan aset adalah usaha yang dapat dilakukan dengan pertimbangan untuk:
a. Mengotimalkan daya guna dan hasil guna barang milik
daerah (Penyewaan Aset) ----hasilnya adalah berupa sewa/ retribusi (sumber
pendapatan).
b. Dalam rangka optimalisasi daya guna dan hasil guna
barang milik daerah (KSP)
c. Mengoptimalisasikan barang milik daerah (BOT dan BTO)
Berdasarkan Modul Pemanfaatan Aset (Departemen Dalam Negeri Republik
Indonesia, Juni 2007), bentuk – bentuk optimalisasi pemanfaatan aset tersebut
disamping meningkatkan pelayanan terhadapa masyarakat juga menghasilkan
pendapatan (return) dalam bentuk
uang. Beberapa permasalahan utama dalam pengelolaan aset pada umumnya
disebabkan oleh :
1. Belum ada inventarisasi seluruh aset yang ada.
2. Inefisiensi dalam pemanfaatan asset
3. Landasan hukum yang belum terpadu dan menyeluruh
4. Tersebarnya lokasi dan hak penguasaannya
5. Koordinasi dan Pengawasan yang lemah
6. Beragam kepentingan dan distorsi lainnya
7. Mudahnya terjadi penjarahan aset.
Di dalam modul Optimalisasi Pemanfaatan Aset (Departemen Dalam Negeri
Republik Indonesia, Juni 2007) disebutkan bahwa saat ini sudah menjadi keharusan
untuk Pengelolaan Aset dengan konsep Restrukturisasi Aset dan pengembangan
infrastruktur teknologi Sistem Informasi Manajemen Aset (SIMA), keharusan ini
disebabkan karena hal-hal sebagai berikut :
1. Jumlah aset yang banyak
2. Jenis aset yang bervariasi
3. Letak aset tersebar secara geografis
4. Dokumen pendukung aset yang harus ter-record secara
sistematik
5. Kondisi legal yang beragam
6. Perbedaan penanganan masing-masing aset (existing)
7. Banyak idle
asset dan dan belum dimanfaatkan secara optimal
8. Pengelolaan data yang masih manual
9. Proses pengambilan keputusan terhadap pemanfaatan dan
optimalisasi aset yang harus dilakukan secara tepat dan benar.
Menurut Siregar (2004; 561) implikasi dari pemanfaatan dan pengelolaan
aset yang tidak optimal adalah tidak diperolehnya nilai kemanfaatan yang
seimbang dengan nilai intrinsik dan potensi yang terkandung dalam aset itu
sendiri. Misalnya dari aspek ekonomis adalah tidak diperolehnya revenue yang sepadan dengan besaran
nilai aset yang dimiliki, yang merupakan salah satu sumber pendapatan
potensial, atau dengan kata lain return
on asset (ROA)-nya rendah.
Analisa optimalisasi pemanfaatan aset adalah kegiatan mengevaluasi
pemanfaatan aset saat ini (existing use)
yang lebih banyak menggunakan comparative
analysis seperti:
a. Evaluasi perbandingan dengan hal yang sama diluar aset
daerah, misalnya : besarnya sewa, tingkat produksi, harga barang dan
sebagainya.
b. Evaluasi perbandingan dari: Return on Cost =R/C ratio
terhadap hal yang sama di luar aset daerah.
R/C ratio biasanya
digunakan dalam penilaian untuk mengukur tingkat effisiensi dan efektivitas
penerimaan hasil terhadap biaya yang dipakai dalam suatu kegiatan usaha
ekonomi, misalnya terhadap aset.
Ini dapat digunakan untuk mengukur nilai penerimaan
dari aset terhadap biaya yang dikeluarkan untuk itu per tahunnya. Sekiranya
aset tersebut tidak menghasilkan penerimaan atau hasil penerimaannya jauh lebih
kecil dari biaya pemeliharaannya maka boleh dikata aset tersebut adalah
merugikan atau masuk klassifikasi idle
(tidak optimal)
c. Evaluasi perbandingan dari: Pendapatan dari aset atau Return
on Asset atau ROA, makin besar rasio nya makin baik,
makin kecil angkanya makin idle aset
tersebut. Ini juga sangat tergantung pada Penilaian Aset. ROA ini dapat
digunakan untuk mengukur penerimaan atau hasil dari suatu aset dibandingkan
dengan nilai aset itu sendiri per tahunnya.
d. Dari hasil evaluasi terhadap penerimaan dari
masing-masing aset tersebut dapat diambil kesimpulan apakah aset tersebut masih
idle, atau mempunyai kemungkinan dapat ditingkatkan/ dioptimalkan lagi atau
tidak. Sekiranya masih mempunyai peluang untuk ditingkatkan atau masih idle maka akan dilanjutkan dengan Studi
Optimalisasi Pemanfaatan Aset atau HBU Study.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar