Jumat, 25 Januari 2019

Mekanisme Dalam Pembukaan Rahasia Bank (skripsi dan tesis)


Undang-Undang Perbankan memberikan pengecualian dalam enam hal dan bersifat limitatif, artinya di luar enam hal tersebut tidak terdapat pengecualian yang lain.  Pengecualian tersebut yaitu[1]:
a.    Untuk kepentingan perpajakan dapat diberikan pengecualian kepada pejabat bank berdasarkan perintah Pimpinan Bank Indonesia atas permintaan Menteri Keuangan (Pasal 41);
b.    Untuk penyelesaian piutang bank yang sudah diserahkan kapada Badan urusan Piutang dan Lelang Negara. Panitia Urusan Piutang Negara dapat  memberikan pengecualian kepada pejabat Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 41A);
c.    Untuk Kepentingan Pengadilan dalam Perkara Pidana dapat diberikan pengecualian kepada polisi, jaksa atau hakim atas izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 42);
d.   Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 43);
e.    (Dalam rangka tukar menukar informasi antar bank dapat diberikan pengecualian tanpa harus memperoleh izin Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44);
f.     Atas persetujuan, permintaan atau kuasa dari nasabah penyimpan secara tertulis dapat diberikan pengecualian tanpa harus mendapat izin dari Pimpinan Bank Indonesia (Pasal 44A).
Ketentuan lebih lanjut mengenai pembukaan rahasia bank diatur dalam Peraturan Bank Indonesia No. 2/19/PBI/2000 tentang Persyaratan dan Tata Cara Pemberian Perintah atau Izin Tertulis Membuka Rahasia Bank. Menurut Admin (2010) peraturan ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia (BI) telah melangkah lebih jauh, hal mana PBB baru melalui Konvensi Menentang Korupsi (UNICAC) tahun 2003 mewajibkan para negara peserta Konvensi memasukkan ketentuan yang dapat membuka kerahasiaan bank untuk kepentingan penyidikan tindak pidana korupsi[2].
Di dalam konsideran poin B Peraturan BI tersebut dinyatakan dengan tegas bahwa rahasia bank yang diperlukan sebagai salah satu faktor untuk menjaga kepercayaan nasabah penyimpan, dimungkinkan dibuka untuk[3]:
a.  Kepentingan perpajakan;
b.  Penyelesaian piutang bank;
c.  Kepentingan peradilan dalam perkara pidana;
d.  Dalam perkara perdata antara bank dengan nasabahnya;
e.  Dalam rangka tukar menukar informasi antarbank;
f.   Atas permintaan, persetujuan atau kuasa dari nasabah; dan
g.  Permintaan ahli waris yang sah dari nasabah yang telah meninggal dunia.
Pasal 3 Ayat (1) tentang Pembukaan Rahasia Bank untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana wajib dilakukan setelah terlebih dahulu memperoleh perintah atau izin tertulis dari pimpinan Bank Indonesia.
Pasal 6 mengatur tentang pembukaan rahasia perbankan di dalam kepentingan peradilan dalam perkara pidana, di mana pimpinan BI dapat memberikan izin tertulis kepada polisi, jaksa atau hakim untuk memperoleh keterangan dari bank mengenai simpanan tersangka atau terdakwa pada bank (Ayat (1)), setelah ada permintaan tertulis dari Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Ayat (2)), hal mana ketentuan tersebut juga berlaku di dalam perkara pidana yang diproses di luar peradilan umum (ayat (3)) di mana permintaan tertulis tersebut harus menyebutkan[4]:
a.  Nama dan jabatan polisi, jaksa atau hakim;
b.  Nama tersangka atau terdakwa;
c.  Nama kantor bank tempat tersangka atau terdakwa mempunyai simpanan;
d.  Keterangan yang diminta;
e.  Alasan diperlukannya keterangan; dan
f.   Hubungan perkara pidana yang bersangkutan dengan keterangan yang diperlukan.
Pasal 9 menentukan permintaan tertulis tersebut harus ditandatangani dengan membubuhkan tanda tangan basah oleh Jaksa Agung Republik Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia atau Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia, yang ditujukan kepada: Gubernur Bank Indonesia Up. Direktorat Hukum Bank Indonesia.
Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan untuk kepentingan peradilan dalam perkara pidana diterima secara lengkap oleh Direktorat Hukum BI, Gubernur BI memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, kecuali untuk perkara pidana korupsi, perintah atau izin diberikan dalam waktu 3 (tiga) hari. Demikian juga terhadap surat permintaan yang tidak memenuhi persyaratan, Gubernur BI secara tertulis dapat menolak untuk memberikan perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah surat permintaan diterima untuk kepentingan perkara pidana dan 3 (tiga) hari setelah permintaan diterima yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi (Pasal 10 Ayat (3) dan (4))[5].
Perintah atau izin tertulis membuka rahasia bank, maupun penolakannya, dapat dilakukan oleh deputi gubernur senior atau salah satu deputi gubernur (Pasal 11 Ayat (1) dan (2)). Mengenai perintah atau izin tertulis yang telah dikeluarkan oleh Gubernur BI, yang juga dapat dikeluarkan oleh Deputi Senior Gubernur BI atau salah satu deputi gubernur, pihak bank wajib melaksanakan dengan memberikan keterangan baik lisan maupun tertulis, memperlihatkan bukti-bukti tertulis, surat-surat dan hasil cetak data elektronis, tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan, yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis tersebut.
Di dalam penjelasan Pasal 7 Ayat (2), bahwa termasuk dalam pengertian keterangan secara tertulis adalah pemberian fotokopi bukti-bukti tertulis, fotokopi surat-surat dan hasil cetak data elektronis yang telah dinyatakan/diberi tanda sesuai dengan aslinya (certified) oleh pejabat yang berwenang pada bank. Pemberian keterangan secara tertulis tersebut perlu dilakukan sedemikian rupa agar tidak mengganggu dan menghilangkan dokumen yang menurut ketentuan seharusnya tetap diadministrasikan oleh bank yang bersangkutan. Kata memperlihatkan dalam ketentuan ini tidak berarti bahwa pembawa perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia dapat melakukan pemeriksaan bank. Juga diatur secara khusus pada Pasal 8, bahwa bank dilarang memberikan keterangan tentang keadaan keuangan nasabah penyimpan selain yang disebutkan dalam perintah atau izin tertulis dari Bank Indonesia.
Sebagai tambahan dan cukup penting untuk diketahui, bahwa terhadap pemblokiran atau penyitaan simpanan atas nama nasabah penyimpan yang telah dinyatakan sebagai tersangka atau terdakwa dapat dilakukan tanpa memerlukan izin BI, kecuali untuk memperoleh keterangan mengenai nasabah penyimpan dan simpanan nasabah yang diblokir atau disita pada bank, berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam peraturan BI ini (Pasal 12 Ayat (1) dan (2).




Tidak ada komentar: