Kualitas pelayanan publik merupakan tolak ukur
untuk menentukan bagaimana kinerja
layanan publik di suatu lembaga
penyedia layanan publik. Menurut Pasolong
(2010:132), terkait
kualitas pelayanan
publik, adalah
sbb:
“Kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif
bersifat abstrak,
kualitas dapat digunakan
untuk menilai atau
menentukan tingkat penyesuaian
suatu
hal terdapat persyaratan atau spesifikasinya itu terpenuhi berarti kualitas suatu hal yang
dimaksud dapat dikatakan baik,
sebaliknya jika
persyaratan tidak terpenuhi maka dapat dikatakan tidak baik.
Secara
teoritis, tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat”.
Sinambela (2006:6) menjelaskan bahwa untuk mencapai kepuasan itu dituntut
kualitas pelayanan
prima yang tercermin dari:
1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan disediakan secara memadai
serta mudah dimengerti.
2. Akuntabilitas,
yakni
pelayanan
yang dapat
dipertanggungjawabkan
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi
dan kemampuan
pemberi dan
penerima pelayanan dengan
tetap berpegang pada
prinsip
efisiensi dan efektivitas.
4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat
dalam
penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan
harapan masyarakat.
5. Kesamaan hak, yaitu pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apa
pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial, dan lain-lain.
6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi
dan penerima pelayanan
publik.
Gasperz dalam Sinambela (2006:7) mengemukakan bahwa pada dasarnya kualitas mengacu pada pengertian pokok:
1. Kualitas
terdiri
atas
sejumlah keistimewaan produk, baik
keistimewaan
langsung, maupun keistimewaan
atraktif yang
memenuhi keinginan
pelanggan dan
memberikan
kepuasan atas penggunaan
produk.
2. Kualitas
terdiri
atas
segala sesuatu
yang bebas dari
kekurangan atau kerusakan.
Disamping itu, Zeithhalm-Parasuman-Berry dalam Pasolong
(2010:135), mengatakan bahwa untuk mengetahui kualitas pelayanan yang dirasakan secara nyata oleh konsumen, ada
beberapa
indikator ukuran kepuasan konsumen yang
terletak pada lima dimensi kualitas pelayanan menurut apa yang dikatakan konsumen.
Kelima dimensi tersebut
antara lain yaitu
:
1. Tangibles : kualitas pelayanan berupa sarana fisik perkantoran, komputerisasi administrasi, ruang tunggu, tempat informasi.
2. Reliability :
kemampuan dan kehandalan untuk menyediakan pelayanan yang
terpercaya.
3. Responsivess : kesanggupan untuk membantu dan
menyediakan pelayanan
secara cepat dan
tepat, serta tanggap
terhadap
keinginan konsumen.
4. Assurance : kemampuan dan keramahan serta sopan santun pegawai dalam meyakinkan kepercayaan konsumen.
5. Emphaty : sikap tegas tetapi
penuh perhatian
dari pegawai
terhadap
konsumen.
Menurut Sinambela (2006:29), agar terdapat kepastian pelayanan publik perlu segera disusun standar pelayanan yang
jelas. Standar demikian diperlukan bukan
hanya kepastian pelayanan, tetapi juga dapat digunakan untuk menilai kompetensi
aparatur dan
usaha untuk
mewujudkan
pertanggungjawaban
publik.
Hak-hak
masyarakat dalam pelayanan publik
perlu diekspose untuk diketahui masyarakat,
demikian pula kewajiban aparatur dalam
memberi
pelayanan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar