Kamis, 24 Januari 2019

Hukum Progresif (skripsi dan tesis)

Penerapan hukum terhadap suatu pola tindak atau peristiwa yang terjadi dalam kehidupan manusia bertujuan untuk menciptakan keamanan dan ketertiban serta mewujudkan keadilan bagi manusia dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Akan tetapi untuk mewujudkan keadilan dalam kehidupan masyarakat tidak dapat terlepas dari pemikiran hukum yang diterapkan dan institusi yang diberikan kewenangan untuk melakukan penegakan hukum. 
Dalam perkembangannya penegakan hukum di Indonesia maka paradigma positivism dalam ilmu hukum menekankan pada metode yang lebih melihat pada rumusan teks pasal-pasal peraturan yang dipandang netral, objektif dan imparsial, bebas konteks dan menekankan pada realitas empiric yang berupa perilaku yang bisa ditangkap panca indra dan dipandang bebas nilai, sebagaimana Esensi ajaran Teori hukum John Austin yang menyebutkan bahwa hukum adalah perintah pihak yang berdaulat. Ilmu hukum selalu berkaitan dengan hukum positif atau dengan ketentuan-ketentuan lain yang secara tegas dapat disebut demikian, yaitu yang diterima tanpa memperhatikan kebaikan atau keburukannya. [1]
Pada paradigma positivistik sistem hukum tidak memberikan ruang keadilan bagi masyarakat, melainkan adalah kepastian hukum semata. Kepastian hukum yang dimaksud adalah merupakan implementasi dalam penegakannya sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku dalam Negara ini , sehingga Paradigma positivistik berpandangan, demi kepastian, maka keadilan dan kemanfaatan boleh dikorbankan. Artinya masyarakat dapat hidup dengan suatu acuan yang jelas dan ketaatan hukum demi tertib masyarakat merupakan suatu keharusan.
Sedangkan pemahaman hukum menurut Hukum Progresif menegaskan: “Hukum adalah suatu institusi yang bertujuan mengantarkan manusia kepada kehidupan yang adil, sejahtera dan membuat manusia bahagia.” Berangkat dari definisi tersebut, terdapat 2 (dua) pokok penekanan Hukum Progresif yaitu: hukum merupakan institusi atau alat dan hukum memiliki tujuan agar adil, sejahtera dan bahagia. Posisi manusia dalam definisi tersebut lebih menjadi ‘tuan’ yang dilayani oleh hukum agar dapat menikmati keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan. Seperti halnya sebuah alat apabila tidak lagi berfungsi dengan baik (yang diukur dari hasil yang ditunjukkan) maka alat itu pun dapat dibuang oleh sang ‘tuan’ yaitu manusia. Dalam konsep hukum progresif, posisi manusia menjadi sentral utama dalam menilai hukum apakah benar dan baik ataukah sebaliknya. [2]
Karakteristik dari hukum progresif, mencakup[3]:
1)   Hukum progresif  merupakan tipe hukum responsif, sekaligus menolak otonomi hukum yang bersifat final dan tak dapat diganggu gugat;
2)   Hukum progresif peduli terhadap hal-hal yang bersifat meta-yuridical dan mengutamakan “the search for justice”;
3)   Hukum progresif juga mengidealkan agar hukum dinilai dari tujuan sosial dan akibat dari bekerjanya hukum;
4)   Hukum progresif menghadapkan mukanya kepada “completenss, adequacy, fact, actions and powers”. Oleh sebab itu, hukum progresif ingin membongkar tradisi pembuatan putusan hakim atas dasar konstruksi semata. Hal demikian perlu dilakukan agar hukum sesuai dengan kebutuhan hidup yang nyata dari masyarakatnya;
5)   Hukum progresif mengandung substansi kritik terhadap pendidikan hukum, pembuatan, pelaksanaan sampai dengan penegakan hukum;
6)   Hukum progresif menempatkan faktor manusia lebih penting dan berada di atas peraturan. Unsur pada manusia seperti compassion, emphaty, sincerety, edification, commitment, dare dan determination, dianggap lebih menentukan daripada peraturan yang ada.
Hukum progresif  menempatkan konsep progresivisme untuk menampung segala aspek yang berhubungan dengan manusia dan hukum, baik pada saat ini maupun kehidupan ideal di masa mendatang. Konsep progresivisme tersebut mencakup pandangan, sebagai berikut:
a.       Manusia sejak awal memiliki sifat-sifat baik. Atas dasar sifat demikian, maka hukum progresif  berkewajiban untuk mendorong berkembangnya potensi kebaikan, sehingga hukum berfungsi sebagai alat untuk menyebarkan rahmat kepada manusia dan dunia seisinya;
b.      Hukum progresif merupakan konsep hukum yang sarat moral. Moralitas itu ditujukan untuk mewujudkan keadilan, kesejahteraan dan kebahagiaan manusia. Kandungan moral itu menjadikan hukum progresif  peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam kehidupan manusia maupun hukum yang berlaku dalam masyarakat. Dengan kepekaan itu, ketika berhadapan dengan perubahan yang negatif, hukum progresif  tampil dengan keberanian untuk membebaskan manusia dari situasi buruk dan terpanggil untuk melindungi serta menjaga agar bangsa Indonesia berada pada ideal hukum. Situasi buruk yang actual dihadapi bangsa Indonesia pada saat akhir-akhir ini tidak lain adalah dominasi tipe hukum liberal.
c.       Hukum progresif menolak keadaan status quo, apabila keadaan tersebut menimbulkan dekadensi, suasana korup dan merugikan kepentingan rakyat. Watak demikian menjadikan hukum progresif semakin berani dan kreatif dalam mencari dan menemukan format, pikiran, asas serta aksi-aksi yang tepat untuk mengubah keadaan status quo tersebut. Apabila diperlukan, keberanian itu ditunjukan dengan melakukan ‘rule breaking’ terhadap hukum positif yang nyata-nyata cacat dan tidak berpihak kepada rakyat ataupun melakukan rule making dalam rangka mengatasi kekurangan dan kekosongan hukum yang diperlukan untuk mewujudkan keadilan substansial.



Tidak ada komentar: