Rabu, 09 Januari 2019

Gizi Buruk pada Balita (skripsi dan tesis)


Gizi buruk merupakan istilah teknis yang biasanya digunakan oleh kalangan gizi, kesehatan dan kedokteran.Gizi buruk adalah kondisi seseorang yang nutrisinya di bawah rata-rata. Hal ini merupakan suatu bentuk terparah dari proses terjadinya kekurangan gizi menahun.
1.               Pengukuran Gizi Buruk Pada Balita
Gizi buruk ditentukan berdasarkan beberapa pengukuran antara lain:
a.                        Pengukuran klinis : metode ini penting untuk mengetahui status gizi balita tersebut gizi buruk atau tidak. Metode ini pada dasarnya didasari oleh perubahan-perubahan yang terjadi dan dihubungkan dengan kekurangan zat gizi. Hal ini dapat dilihat pada jaringan epitel sepertikulit, rambut atau mata. Misalnya pada balita marasmus kulit akan menjadi keriput sedangkan pada balita kwashiorkor kulit terbentuk bercak-bercak putih atau merah muda (crazy pavement dermatosis).
b.                       Pengukuran antropometrik : pada metode ini dilakukan beberapa macampengukuran antara lain pengukuran tinggi badan,berat badan, dan lingkarlengan atas. Beberapa pengukuran tersebut, berat badan, tinggi badan,lingkar lengan atas sesuai dengan usia yang paling sering dilakukan dalamsurvei gizi. Di dalam ilmu gizi, status gizi tidak hanya diketahui dengan mengukur Berat Badan (BB) atau Tinggi Badan (TB) sesuai dengan umur secara sendiri-sendiri,tetapi juga dalam bentuk indikator yang dapat merupakan kombinasi dari ketiganya.
Indikator Berat- badan / Usia (BB/U) menunjukkan secara sensitif status gizi saat ini (saat diukur) karena mudah berubah, namun tidak spesifik karena berat badan selain dipengaruhi oleh umur juga dipengaruhi oleh tinggi badan. Indikator ini dapat dengan mudah dan cepat dimengerti oleh masyarakat umum, sensitif untuk melihat perubahan status gizi dalam jangka waktu pendek; dan dapat mendeteksi kegemukan (Soekirman, 2000).
Indikator TB/U dapat menggambarkan status gizi masa lampau atau masalah gizi kronis. Seseorang yang pendek kemungkinan keadaan gizi masa lalu tidak baik. Berbeda dengan berat badan yang dapat diperbaiki dalam waktu singkat, baik pada anak maupun dewasa, maka tinggi badan pada usia dewasa tidak dapat lagi dinormalkan. Kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan optimal pada anak balita masih bisa sedangkan anak usia sekolah sampai remaja kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan tinggi badan masih bisa tetapi kecil kemungkinan untuk mengejar pertumbuhan optimal. Secara normal tinggi badan tumbuh bersamaan dengan bertambahnya umur. Pertambahan TB relatif kurang sensitif terhadap kurang gizi dalam waktu singkat. Pengaruh kurang gizi terhadap pertumbuhan TB baru terlihat dalam waktu yang cukup lama.Indikator ini juga dapat dijadikan indikator keadaan sosial ekonomi penduduk (Soekirman, 2000).
Indikator BB/TB merupakan pengukuran antropometri yang terbaik karena dapat menggambarkan secara sensitif dan spesifik status gizi saat ini atau masalah gizi akut. Berat badan berkorelasi linier dengan tinggi badan, artinya dalam keadaan normal perkembangan berat badan akan mengikuti pertambahan tinggi badan pada percepatan tertentu. Hal ini berarti berat badan yang normal akan proporsional dengan tinggi badannya. Ini merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat ini terutama bila data umur yang akurat sering sulit diperoleh. WHO & Unicef  merekomendasikan menggunakan indikator BB/TB dengan cut of point < -3 SD dalam kegiatan identifikasi dan manajemen penanganan bayi dan anak balita gizi buruk akut (Depkes RI, 2000).
Indikator Indeks Masa Tubuh/Usia (IMT/U) merupakan indikator yang paling baik untuk mengukur keadaan status gizi yang menggambarkan keadaan status gizi masa lalu dan masa kini karena berat badan memiliki hubungan linear dengan tinggi badan. Dalam keadaan normal, perkembangan berat badan akan searah dengan pertumbuhan tinggi badan dengan kecepatan tertentu. Indeks ini tidak menimbulkan kesan underestimate pada anak yang overweight dan obese serta kesan berlebihan pada anak gizi kurang.(WHO, 2005).
Panduan tata laksana penderita Kurang Energi Protein (KEP) (Depkes, 2000) menyebutkan bahwa gizi buruk diartikan sebagai keadaan kekurangan gizi yang sangat parah yang ditandai dengan berat badan menurut umur kurang dari 60 % median pada baku WHO-NCHS atau terdapat tanda-tanda klinis seperti marasmus, kwashiorkor dan marasmikkwashiorkor. Agar penentuan klasifikasi dan penyebutan status gizi menjadi seragam dan tidak berbeda maka Menteri Kesehatan (Menkes) RI mengeluarkan Keputusan Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak . Keluarnya SK tersebut mempermudah analisis data status gizi yang dihasilkan baik untuk perbandingan , kecenderungan maupun analisis hubungan (Depkes, 2016).
Berdasarkan Berat Badan menurut Umur diperoleh kategori :
a.    Tergolong gizi buruk jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
b.    Tergolong gizi kurang jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
c.    Tergolong gizi baikjika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
d.   Tergolong gizi lebih jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Tinggi Badan (24 bulan-60 bulan) atau Panjang badan (0 bulan-24 bulan) menurut umur diperoleh kategori :3
1. Sangat pendek jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Pendek jika hasil ukur -3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Tinggi jika hasil ukur > 2 SD.
Berdasarkan pengukuran Berat Badan menurut Tinggi badan atau Panjang Badan:
1. Sangat kurus jika hasil ukur lebih kecil dari -3 SD.
2. Kurus jika hasil ukur – 3 SD sampai dengan < -2 SD.
3. Normal jika hasil ukur -2 SD sampai dengan 2 SD.
4. Gemuk jika hasil ukur > 2 SD.
Balita dengan gizi buruk akan diperoleh hasil BB/TB sangat kurus,sedangkan balita dengan gizi baik akan diperoleh hasil normal.
2.                  Kelompok Rawan Pangan Dan Gizi.
Kelompok masyarakat yang rawan (vunerable) terhadap pangan dan gizi dapat dibedakan sesuai dengan:
a. Lokasi tempat tinggalnya, disebut rawan ekologis, misalnya daerah terpencil.
b.Kedudukan/ posisinya di masyarakat, disebut rawan sosio-ekonomis, misalnya kelompok miskin.
c. Umur dan jenis kelamin, disebut rawan biologis.
Secara biologis kelompok yang paling rawan terhadap kekurangan pangan atau gizi adalah bayi, balita dan anak sekolah, wanita hamil dan menyusui, penderita penyakit dan orang yang sedang dalam penyembuhan, penderita cacat, mereka yang diasingkan dan para jompo. Semua golongan ini sering kali dijumpai pada masyarakat miskin dan tidak memliki lahan pangan.
Disektor pertanian, terdapat proporsi rumah tangga miskin yang sangat besar (72,0%) dibandingkan dengan sektor lainnya (Irawan & Romdiati, 2000). Kemiskinan inilah yang menjadi akar permasalahan dari ketidak mampuan keluarga untuk menyediakan pangan dalam jumlah, mutu, dan ragam yang sesuai dengan kebutuhan setiap individu untuk memenuhi asupan kebutuhan karbohidrat, protein, lemak, vitamin dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan perkembangan, serta kesehatan jasmani maupun rohani.

Tidak ada komentar: