Jumat, 11 Januari 2019

Faktor – faktor Produksi Pertanian (skripsi dan tesis)


Menurut Daniel (2004), kegiatan pertanian dapat berhasil dengan baik apabila memenuhi persyaratan yang dibutuhkan oleh tanaman yang dibudidayakan. Persyaratan ini dikenal dengan faktor produksi pertanian. Faktor produksi pertanian terdiri dari empat komponen, yaitu: 1) tanah, 2) Modal, 3) Tenaga Kerja dan 4) Skill atau manajemen. Sejalan dengan pendapat Daniel, Suratiyah (2006), menjelaskan faktorfaktor yang bekerja dalam usahatani adalah:
a.         Faktor Alam
Faktor alam dibedakan menjadi dua, yakni faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kcsuburan. Faktor alam sekitar yakni iklim yang berkaitan dengan  ketersediaan air, suhu, dan lain sebagainya.
Tanah sebagai faktor alam sangat menentukan baik dilihat dari sifat fisik (jenis, struktur dan tekstur tanah) serta sifat istimewa tanah yang bukan sebagai barang produksi, tidak dapat diperbanyak, dan  tidak dapat dipindahpindah. Oleh karena itu, tanah dalam usahatani mempunyai nilai terbesar.
Disamping itu, tanah mempunyai hubungan yang erat dengan manusia dimana terdapat tiga tingkat dari yang terkuat sampai yang terlemah yaitu hak milik, hak sewa dan hak bagi hasil (sakap).  Perbedaan hubungan tersebut akan berpengaruh pada kesediaan petani dalam meningkatkan  produksi, memperbaiki kesuburan tanah, dan intensifikasi.
b.        Tenaga kerja
Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu, terutama bagi usaha tani yang sangat tergantung musim. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk.
Tenaga kerja merupakan faktor penting dalam usaha tani keluarga, khususnya tenaga kerja petani beserta anggota keluarganya. Rumah tangga tani yang umumnya sangat terbatas kemampuannya dari segi modal, peranan tenaga kerja keluarga sangat menentukan. Jika masih dapat diselesaikan oleh tenaga kerja keluarga sendiri maka tidak perlu mengupah tenaga luar, yang berarti menghemat biaya.
c.         Modal.
Modal adalah syarat mutlak berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usahatani. Menurut Vink dalam Suratiyah (2006), benda-benda (termasuk tanah) yang dapat mendatangkan pendapatan dianggap sebagai modal. Namun, tidak demikian halnya dengan pendapat Koens dalam Suratiyah (2006) yang menganggap bahwa hanya uang tunai saja yang dianggap sebagai modal usahatani.
Penggolongan modal akan semakin rancu dalam usahatani keluarga karena dalam usaha tani keluarga cenderung memisahkan faktor tanah dari alat-alat produksi yang lain. Hal ini dikarenakan belum ada pemisahan yang jelas antara modal usaha dan modal pribadi.
Di dalam usaha tani modal dapat dibagi menjadi dua, yaitu land saving capital dan labour saving capital. Modal dikatakan land saving capital jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan lahan, tetapi produksi dapat dilipatgandakan tanpa harus memperluas areal. Contohnya pemakaian pupuk, bibit unggul, pestisida, dan intensifikasi. Modal dikatakan labour saving capital
jika dengan modal tersebut dapat menghemat penggunaan tenaga kerja. Contohnya pemakaian traktor untuk membajak, mesin penggiling padi untuk memproses padi menjadi beras, pemakaian thresher untuk penggabahan, dan sebagainya. Menurut Tohir dalam Suratiyah (2006), ditegaskan bahwa tanah bukan termasuk faktor produksi modal, tetapi masuk dalam faktor alam yang memiliki nilai modal.
Selanjutnya, Suratiyah (2006) secara ringkas menguraikan faktor-faktor internal petani yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani, yaitu: 1) Umur petani 2) pendidikan, pengetahuan, pengalaman dan keterampilan, 3) jumlah tenaga kerja keluarga, 4) luas lahan yang dimiliki dan 5) modal. Sedangkan menurut Hernanto (1991), secara ringkas menguraikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan usaha tani, yaitu:
1.        Faktor internal petani, meliputi:
a.       Petani pengelola
b.      Tanah garapan
c.       Tenaga kerja
d.      Modal
e.       Kemampuan penguasaan teknologi
f.       Kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga
g.      Jumlah anggota keluarga
2.        Faktor eksternal petani, meliputi:
a.       Tersedianya sarana transportasi dan komunikasi
b.      Aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usaha tani (harga jual, harga sarana produksi/saprodi dan lain-lain)
c.       Fasilitas kredit
d.      Sarana penyuluhan bagi petani
Pengembangan usaha tani tidak terlepas dari berbagai faktor-faktor pembatas yang berkaitan dengan kegiatan usaha tani baik secara langsung maupun tidak langsung. Morril (1974) menguraikan faktor-faktor pembatas pengembangan usaha tani meliputi:
a.       Lokasi relatif terhadap pasar dan biaya transportasi sebagai pengaruh perbedaan jenis tanaman.
b.      Lingkungan, khususnya bentang lahan, tanah, suhu, kelembaban dan musim pertumbuhan tanaman.
c.       Setiap jenis tanaman memerlukan lokasi yang sesuai.
d.      Permintaan konsumen
e.       Karakteristik tanaman yang berpengaruh terhadap produktivitas tanaman sebagai respon terhadap input-input sarana pertanian seperti pupuk dan mekanisasi pertanian.
f.       Perbedaan wilayah kaitannya dengan kemampuan dan upah tenaga kerja, kepemilikan lahan, tekanan penduduk dan peluang alternatif usaha.
g.      Kebijakan pemerintah.
Konsep ini juga serupa dengan konsep pusat pelayanan perdesaan (rural centres) yang diuraikan dalam Guidelines for Rural Centre Planning (United Nation, 1979) yang mengartikan kawasan sebagai penyedia langsung kebutuhan dasar bagi peningkatan produksi baik dalam bentuk pelayanan sosial maupun ekonomi seperti sebagai berikut:
1.      Memasarkan / mengumpulkan hasil – hasil surplus pertanian
2.      Menyediakan / mendistribusikan input – input pertanian yang penting seperti pupuk, peralatan, kredit, fasilitas perbengkelan.
3.      Menyediakan fasilitas pengolahan yang hasilnya untuk dikonsumsi sendiri dan untuk dipasarkan kembali.
4.      Menyediakan pelayanan – pelayanan sosial.
Perbedaannya dengan urban centres walaupun memiliki fungsi yany relatif sama, tetapi lebih berorientasi pada pelayanan sektor tersier, sedangkan rural centres lebih berorientasi pada pelayanan untuk meningkatkan produksi sektor primer (pertanian) (United Nations, 1979). Konsep ini pada dasarnya sama yaitu asas pemenuhan kebutuhan di kawasaan dengan faktor – faktor yang dipengaruhi pengembangan dapat dipenuhi sehingga akan tercapai tujuan yang dikehendaki.
Dalam hubungannya dengan produktivitas pertanian, Partadireja (1990) menyatakan bahwa pengertian produktivitas lahan dalam sesuatu perhektar luasan lahan ditentukan oleh:
1.      Keadaan dan kesuburan lahan
2.      Modal yang mencakup varietas tanaman, penggunaan pupuk organik dan an organik, pestisida, tersedianya air dalam jumlah cukup dalam arti kualitas dan kuantitas serta alat – alat pertanian.
3.      Teknik bercocok tanam.
4.      Teknologi dalam artian organisasi, manajemen dan gagasan yang bersifat inisiatif dan inovatif.
5.      Tenaga kerja dalam arti kualitas dan kuantitas.
Diharapkan dengan adanya program agropolitan akan meningkatkan produksi pertanian, juga mendorong petani untuk menerapkan cara – cara dan manajemen bertani yang baik. Faktor – faktor ini berpengaruh dalam meningkatkan produktivitas rata – rata lahan sawah.
Dalam produksi pertanian, produksi dihasilkan oleh bekerjanya beberapa faktor produksi, seperti tanah, tenaga kerja, irigasi, iklim, keterampilan bertani dan sarana produksi. Penggunaan input dalam produksi pertanian dibatasi oleh hukum kenaikan hasil yang semakin berkurang (Mubaryanto, 1983). Hal tersebut menunjukkan bahwa luas lahan garapan dan pupuk merupakan faktor produksi yang menetukan dalam usaha meningkatkan produksi dan pendapatan petani. Faktor produksi lainnya seperti bibit, tenaga kerja  dan obat anti hama penggunaannya sudah mencapai titik optimal sehingga jika dilakukan penambahan faktor tersebut akan menurunkan produksi.
Pada dasarnya pengembangan kawasan agropolitan merupakan suatu pola pemanfaatan ruang wilayah perdesaan yang ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat berbasis pengembangan sektor pertanian. Karena itu pengembangan kawasan agropolitan harus didasarkan pada kesesuaian agroekologi di wilayah yang bersangkutan. Aspek kesesuian lahan menjadi penting dalam upaya mewujudkan hasil produksi yang optimal. Hasil produksi yang optimal ini akan tercapai apabila komoditas unggulan yang ditanam didukung oleh kapasitas lahan yang sesuai dengan syarat tumbuhnya.



Tidak ada komentar: