Rabu, 25 Oktober 2017

Pengukuran Kinerja (skripsi dan tesis)


Menurut LAN (2000), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan metode Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (AKIP). Metode ini menggunakan indikator kinerja sebagai dasar penetapan capaian kinerja. Untuk pengukuran kinerja digunakan formulir Pengukuran Kinerja (PK) . Penetapan indikator didasarkan pada masukan (inputs), keluaran (output), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact).
Sependapat dengan hal tersebut, Mardiasmo (2001) menyatakan bahwa dalam mengukur kinerja suatu program, tujuan dari masing-masing program harus disertai dengan indikator-indikator kinerja yang digunakan untuk mengukur kemajuan dalam pencapaian tujuan tersebut. Indikator kinerja didefinisikan sebagai ukuran kuantitatif dan/atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu, indikator kinerja harus merupakan sesuatu yang akan diukur dan dihitung serta digunakan sebagai dasar untuk menilai maupun melihat tingkat kinerja suatu program yang dijalankan unit kerja. Dengan demikian, tanpa indikator kinerja, sulit bagi kita untuk menilai kinerja (keberhasilan atau kegagalan) kebijaksanaan/program/kegiatan dan pada akhirnya kinerja instansi/unit kerja yang melaksanakan.
Lebih lanjut Mardiasmo (2001) menjelaskan bahwa pada umumnya sistem ukuran kinerja dipecah dalam lima kategori sebagai berikut:
a.       Indikator input, mengukur sumber daya yang diinvestasikan dalam suatu proses, program, maupun aktivitas untuk menghasilkan keluaran (output maupun outcome).
b.      Indikator output adalah sesuatu yang diharapkan langsung dicapai dari sesuatu kegiatan yang dapat berupa fisik dan / atau non fisik.
c.       Indikator outcome, adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output (efek langsung) pada jangka menengah.
d.      Indikator benefit, menggambarkan manfaat yang diperoleh dari indikator outcome
e.       Indikator impact memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari benefit yang diperoleh.
 Lenvine (dalam Dwiyanto, 2006) mengusulkan tiga konsep yang bisa dipergunakan untuk mengukur kinerja organisasi adalah konsep yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Sekretariat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah dan berdasakan data empiris di lapangan (actionable causes), yaitu:
a.    Akuntabilitas, yaitu suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian pelaksanaan tugas dan fungsi dengan ukuran nilai-nilai atau norma eksternal yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh para stakeholder.
b.   Responsibilitas, yaitu pelaksanaan kegiatan organisasi publik dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar dan sesuai dengan kebijakan organisasi.
c.    Responsivitas, yaitu kemampuan aparatur untuk mengenali kebutuhan masyarakat, dalam menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Sesuai dengan berbagai macam pengertian tersebut, maka kinerja seorang aparatur perlu diadakan penilaian. Hasanusi (2005) merumuskan suatu penilaian kinerja adalah “a way of measuring the contributions of individual to their organization” (suatu cara mengukur kontribusi-kontribusi dari individu-individu anggota organisasi kepada organisasinya). Ada tiga kreteria yang dapat digunakan dalam mengukur kinerja seseorang yaitu :
a.          Quality, merupakan tingkat mutu hasil pelaksanaan kegiatan yang mendekati kesempurnaan dengan penggunaan daya organisasi (manusia, keuangan, teknologi dan material) secara optimal
b.         Quantity, merupakan jumlah yang dihasilkan seorang pekerja dapat melaksanakan fungsi pekerjaan tanpa memerlukan pengawasan
c.           Timeliness, merupakan waktu penyelesaian pekerjaan sesuai dengan harapan

Tidak ada komentar: