Sabtu, 16 September 2017

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perataan laba (skripsi dan tesis)


Beberapa faktor yang menerangkan secara empiris mengapa perusahaan melakukan perataan laba. Moses (1987) menemukan bukti bahwa perusahaan-perusahaan besar memiliki dorongan yang lebih kuat melakukan perataan laba dibandingkan perusahaan-perusahaan kecil karena perusahaan-perusahaan besar mendapatkan pengawasan yang lebih ketat dari pemerintah maupun masyarakat umum. Smith (1976) menjelaskan bahwa manajer perusahaan sangat cenderung melakukan perataan laba. Simpulan ini di dukung oleh temuan Trueman, et al (1988) bahwa secara rasional manjer ingin meratakan laba yang dilaporkannya dengan alasan memperkecil tuntutan pemilik perusahaan.
Menurut Dye (1988) dalam Zulfa dan Maya (2007), bahwa pemilik mendukung perataan penghasilan karena adanya motivasi internal dan motivasi eksternal. Motivasi internal menunjukkan maksud pemilik untuk meminimalisasi biaya kontrak manajer dengan membujuk manager agar melakukan perataan laba. Motivasi eksternal ditunjukkan oleh usaha pemilik saat ini untuk mengubah persepsi investor terhadap nilai perusahaan.
Michelson melakukan penelitian untuk menguji hubungan antara perataan laba dengan kinerja pasar. Hal yang diuji meliputi perbedaan dalam rata-rata return dari saham diantara perusaaan perata laba dan tidak serta resiko pasar yang diperkirakan dengan perataan laba. Hasil yang diperoleh bahwa perusahaan yang meratakan laba memiliki rata-rata return tahunan yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak melakukan perataan laba. Selain itu perusahaan yang meratakan laba memiliki beta yang lebih rendah dan nilai sekuritas yang lebih dibandingkan dengan yang tidak meratakan laba.
Penelitian tentang faktor yang mempengaruhi perataan laba di Indonesia dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003), Jatiningrum (2000), dan Salno dan Baridwan (2000). Hasil penelitian Jin dan Machfoedz (1998), Narsa dkk (2003) dan Jatiningrum (2000) yang menggunakan variabel yang sama yaitu ukuran perusahaan, profitabilitas, sektor industri, dan leverage operasi memberikan kesimpulan yang berbeda-beda. Jin dan Machfoedz (1998) menyimpulan bahwa yang merupakan faktor yang berpengaruh terhadap praktik perataan laba adalah variabel leverage operasi sedangkan variabel ukuran perusahaan, profitabilitas dan sektor industri tidak berpengaruh.
Hasil ini tidak sinkron dengan penelitian yang dilakukan oleh Narsa dkk (2003) yang menyimpulkan bahwa ukuran perusahaan yang memiliki pengaruh positif dengan praktik perataan laba. Sedangkan Jatiningrum (2000) menunjukkan bahwa praktik perataan laba dipengaruhi oleh variabel profitabilitas, dan untuk ukuran perusahaan dan sektor industri bukan merupakan faktor pendorong pelaksanaan praktik perataan laba. Salno dan Baridwan (2000) menggunakan instrumen besaran perusahaan, Net Profit Margin (NPM), kelompok usaha, dan winner/ losser stocks menyimpulkan bahwa baik besaran perusahaan, NPM, kelompok usaha maupun winner/ losser stocks tidak berpengaruh terhadap praktik perataan laba.
Hepwort dalam Salno (2000:19) mengungkapkan bahwa manajer yang termotivasi melakukan perataan laba atau penghasilan pada dasarnya ingin mendapatkan berbagai keuntungan ekonomi dan psikologis, antara lain; mengurangi total pajak terutang, meningkatkan kepercayaan diri manajer yang bersangkutan karena penghasilan yang stabil mendukung kebijakan deviden yang stabil pula, meningkatkan hubungan manajer dengan karyawan karena pelaporan penghasilan yang meningkat tajam memberi kemungkinan munculnya tuntutan kenaikan gaji dan upah, siklus peningkatan dan penurunan penghasilan dapat ditandingkan dan gelombang optimisme atau pesimisme dapat diperlunak. Sedangkan tujuan yang lainnya adalah untuk memberikan kesan baik pada pemilik dan kreditor terhadap kinerja manajemen (Stolowy dan Breton 2000 dalam Juniarti 2005:150) untuk menjaga posisi atau kedudukan mereka dalam perusahaan (Spohr 2004 dalam Juniarti 2005:150). Gordon dalam Belkaoui (2007:193) mengusulkan bahwa:
1.      kriteria yang dipakai oleh manajemen perusahaan dalam memilih prinsip-prinsip akuntansi adalah untuk memaksimalkan kegunaan dan kesejahteraan.
2.      kegunaan yang sama adalah suatu fungsi keamanan pekerjaan, peringkat dan tingkat pertumbuhan gaji serta peringkat dan tingkat pertumbuhan ukuran perusahaan.
3.      kepuasan dari pemegang saham terhadap kinerja perusahaan meningkatkan status dan penghargaan dari para manajer.
4.      kepuasan yang sama tergantung pada tingkat pertumbuhan dan stabilitas dari pendapatan perusahaan.
Perataan mungkin terkait dengan ukuran perusahaan, keberadaan insentif bonus dan penyimpangan laba aktual dengan laba ekspektasi yang telah diprediksi sebelumnya (Yoon and Miller 2002 dalam Poll 2004 dalam Juniarti 2005:150). Dascher dan Malcolm (1970) dalam Anis C (2000:232) menyatakan bahwa ada beberapa media yang biasanya digunakan manajemen dalam melakukan income smoothing yaitu real smoothing dan artificial smoothing.
Perataan riil mengacu pada transaksi aktual yang terjadi maupun tidak terjadi dalam hal pengaruh perataan sedangkan perataan artifisial mengacu pada prosedur akuntansi yang diimplementasikan terhadap pergeseran biaya dan pendapatan dari satu periode ke periode yang lain. Namun disamping kedua media tersebut masih terdapat dimensi atau media lain untuk melakukan income smoothing, yaitu classificatory smoothing. Barnea et.al 1976 dalam Anis C (2000:232) membedakan ketiga dimensi perataan tersebut sebagai berikut:
1.      Perataan melalui adanya kejadian dan atau pengakuan.
Manajemen dapat menentukan waktu transaksi aktual terjadi sehingga pengaruhnya terhadap pelaporan pendapatan akan cenderung mengurangi variasi dari waktu ke waktu.
2.      Perataan melalui alokasi terhadap waktu.
Melalui kejadian dan pengakuan atas suatu peristiwa, manajemen memiliki kendali yang lebih bebas terhadap determinasi atas periode-periode yang dipengaruhi oleh kuantifikasi dari peristiwa.
3.      Perataan melalui klasifikasi.
Dilakukan melalui pengklasifikasian pos-pos laporan intralaba untuk menurunkan variasi yang terjadi dari waktu ke waktu dalam statistik.
Pendapat tersebut senada dengan tulisan Sofyan Safiri (2003:232) yakni income smoothing dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu mengatur waktu kejadian transaksi, memilih prinsip atau metode alokasi, mengatur penggolongan laba yakni antara laba operasi normal dengan laba yang bukan dari operasi normal. Ronen dan Sadan dalam Nurkhabib (2004:16) menunjukkan bahwa perataan laba yang melalui periode waktu tertentu dapat dilakukan melalui tiga cara:
1.        Manajemen dapat menentukan waktu terjadinya kejadian tertentu melalui kebijakan yang dimiliki untuk mengurangi variasi laba yang dilaporkan.
2.        Manajemen dapat mengalokasikan pendapatan atau biaya tertentu untuk beberapa periode akuntansi.
3.        Manajemen memiliki kebijakan sendiri untuk mengklasifikasikan pos-pos laba atau rugi tertentu dalam kategori yang berbeda.
Unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perataan laba adalah unsur penjualan dan unsur biaya. Menurut Foster dalan Nurkhabib (2004:17) unsur-unsur laporan keuangan yang sering dijadikan sasaran perekayasaan adalah:
1.        Unsur penjualan saat pembuatan faktur, pembuatan pesanan atau penjualan fiktif, down grading (penurunan) produk.
2.        Unsur biaya memecah-mecah faktur, mencatat prepayment (biaya dibayar dimuka) sebagai biaya.

Tidak ada komentar: