Selasa, 22 November 2016

Pengertian Metode Talking Stick (skripsi dan tesis)


Talking Stick merupukan salah satu metode yang dapat digunakan dalam model pembelajaran inovatif yang berpusat pada siswa. Talking Stick adalah metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari meteri pokoknya.(Suyatno, 2009).

Model Pembelajaran Inovatif (skripsi dan tesis)


Model pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan perilaku pesrta didik secara adaptif maupun generatif, model pembelajaran sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan gaya belajar guru (teaching style) yang keduanya disingkat menjadi (Style of learning and teaching). (Sagala, 2003)
Saat ini, dikalangan guru senantiasa berdengung istilah pembelajaran inivatif. Dimana-mana, inovatif menjadi barang yang diburu guru untuk diketahui, dipelajari, dipraktekkan dikelas, seolah-olah, tanpa inovatif dunia guru tidak haru namanya. Bahkan, seminar, pelatihan dan lokakarya yang diselenggarakan untuk guru selalu disesaki oleh serta yang berlabel guru.
Kata inovatif dimakanai sebagai beberapa gagasan dan tehnik yang baru. Adapun kata inovatif, berarti pembaharuan. Pembelajaran, merupakanterjemahan dari learning yang artinya belajar. Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang dikemas guru atas dorongan gagasan baru untuk melakukan langkah-langkah belajar dengan metode baru sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar (Suyatno, 2009).
Berdasarkan definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tekandung makan pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat pembelajaran dirasakan statis, klasik, dan tidak produktif dalam memecahkan masalah belajar. Oleh sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Paradigma pembelajaran inovatif diyakini mampu memfasilitasi siswa untuk mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat. Dengan begitu, pembelajaran inovatif ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a.       Pembelajaran, bukan pengajaran
b.      Guru sebagai fasilitator, bukan intrukstur
c.       Siswa sebagai subyek, bukan obyek
d.      Multimedia, bukan monomedia
e.       Sentuhan manusiawi, bukan hewani
f.       Pembelajaran induktif, bukan deduktif
g.      Materi bermakna bagi siswa, bukan sekedar dihafal
h.      Keterlibatan siswa partisipatif, bukan pasif.
Pembelajaran inovatif lebih menyediakan proses yang mengarah pada penemuan hakikat siswa sesuai fitrahnya sebagai manusia berpotensi. Oleh sebab itu, apapun fasilitas yang dikreasi untuk menfasilitasi dan siapapun fasilitaator yang ajan menemani siswa belajar, seyogyanya berorientasi pada tujuan belajar siswa. Tujuan belajar yang orisinal muncul dari dorongan hati. Dalam menangani siswa, pembelajaran inovatif haruskah seirama dengan karakteristik siswa sebagai pembelajar. Bobbi de Porter manyatakan “bawalah dunia mereka ke dunia kita dan hantarkan dunia mereka ke dunia kita”. Artinya, guru harus mampu menyesuaikan diri terhadap warna dan sikap dasar siswa sehingga mampu membawa sisiwa ke dunia yang dikehandaki berdasarkan tujuan pembelajaran. Dengan begitu, ikatan emosi, empati dan saling ketergantungan anatar siswa dan guru terjadi dan memunculkan dimensi keberhasilan belajar.
Belajar sering kali diidentikkan oleh para penimba ilmu yakni siswa sebagai sesuatu hal yang penuh tuntutan dan mutlak dilakukan karena melihat proses dan format tempat belajarnya sendiri cenderung sangat formal dan menjemukan. Karena itulah mengapa model pembelajaran yang cenderung membosankan tersebut harus dirubah menjadi sesuatu yang menyenangkan tetapi bisa memotivasi siswa untuk antusias mengikuti pelajaran dan partisipun akan terlahir dengan sendirinya. Serta dengan adanya berbagai macam perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka menuntut agar diimplementasikannya suatu model pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif yakni dengan menggunakan model pembelajaran inovatif.
Pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered. Artinya, pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya (peer mediated instruction). Pembelajaran Inovatif membantu siswa untuk menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru. Transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil dari munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam terjadi ketika hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur kognitif yang memungkinkan para siswa memikirkan kembali ide-ide mereka sebelumnya.
Dalam seting kelas pembelajaran inovatif, para siswa bertanggung jawab terhadap pelajarannya, menjadi pemikir yang otonom, mengembangkan konsep terintegrasi, mengembangkan pertanyaan yang menantang, dan menemukan jawabannya secara mandiri. Tujuh nilai utama dalam pembelajaran ini yaitu: kolaborasi, otonomi individu, generativitas, reflektivitas, keaktifan, relevansi diri, dan pluralisme. Nilai-nilai tersebut menyediakan peluang kepada siswa dalam pencapaian pemahaman secara mendalam.
a.       Prinsip Pembelajaran Inovatif
Berikut ini asas pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam pelaksanaan proses pembelajaran dengan segala kompetensi yang akan dicapai berdasarkan mata pelajaran apapun.
1)      Berpusat pada siswa
Student centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategipedagogik yang mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontektual, dunia nyata dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika mereka mengembangkan pengetahuan tentangmateri pelajaran yang dipelajarinya sekaligus keterampilan memecahkan masalah.
Paradigma yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai objek, seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar secara aktif membangun pemahamannya dengan jalan merangkai pengalaman yang telah dimilikinya dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa bidang matematika, saint, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka dibantu untuk membangun keterkaitan antara informasi baru dengan pengalaman yang telah mereka miliki atau mereka kuasai.
2)      Berbasis masalah
Pembelajaran hendaknyadimulai dari masalah-masalah aktual, relevan, dan bermakna bagi siswa. Pembelajaran yang berbasis materi aajar sering kali tidak relevan dan tidak bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang dibangun berdasarkan meteri ajar seringkali terlepas dari kejadia aktual di masyarakat. Akibatnya, siswa tidak dapat menerapkan konsep yang dipelajari di dalam kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep dan prinsip sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua hasil belajar yang dicapaai, yaitu jawaban tehadap suatu masalah, dan cara memecahkan suatu masalah. Kemamapuan tentang memecahkan masalah lebih dari sekedar akumulasi pengetahuan, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas dan strategi kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga serta mampu menghasilkan solusi yang bermakna. Bahkan , Gagne mengatkan bahwa kemampuan pemecahan masalah merupakan hasil yang paling tinggi.
3)      Terintegrasi
Seorang yang belajar seharusnya tidak menggunakan “kaca mata kuda” yang tahu secara mendalam disiplin ilmunya. Akan tetapi, sama sekali buta tentang kaitan ilmu yang dipelajari dengan disiplin lain. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan terintegrasi lebih diharapkan daripada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan pendekatan disiplin ilmu adalah siswa tidak dapat melihat sistem, mereka akan terkotak pada satu disiplin, sehingga tidak heran ketika guru ditanya: “apa fungsi air?” di malah bertanya balik air itu apa? Memangnya ada banyak macam ait? Grur tersebut menjawab ada dua macam air, yaitu air IPS dan air IPA yang fungsinya berbeda.
4)      Berbasis masyarakat
Masyarakat adalah sumber belajar yang paling kaya. Di masyarakat, segala bahan pembelajaran tersedia dari ilmu sosial sampaipada ilmu eksakta. Masyarakat juga merupakan cermin pembaharuan masyarakat selalu mengikuti perubahan zaman. Jadi, pembelajaran inovatif tentunya harus berbasis masyarakat. Mengajak siswa untuk mengimplementasikan yang dipelajari dari dalam kelas ke konteks masyarakat atau sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sebagai bahan untuk belajar ketrampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses pembelajaran yang bermakna. Siswa akan lebih cepat menyimpan meteri pembelajaran kedalam memorinya jika materi itu berbasis pengalaman nyata di masyarakat.
5)      Memberikan pilihan
Setiap orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa yang belajar juga demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat perhatian dan sebagainya. Menyamaratakan siswa selama proses belajar-mengajar mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif member perhatian pada keragaman karakteristik siswa itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan dilakukan seperti yang diinginkan oleh guru, tetapi lebih pada apa yang diinginkan oleh siswa.
Untuk itu pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih siswa. Proses belajar adalah proses akti yang harus dilakukan oleh siswa. Keharusan menyediakan juga berkait dengan karakteristik subtansi ilmu yang disampaikan dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. Ketrampilan psikomotor , ketrampilan kognitif, ketrampilan sosial serta ketrampilan memecahkan masalah serta sikap memilih strategi pembelajaran yang berbeda-beda untuk mencapai tujuannya.
6)      Tersistem
Seringkali hasil belajar bersifat hierarki, begitu pila substansi materi pelajarannya. Materi tertentu membutuhakan kebutuhan lain sebagai prasyarat yang harus dikuasai terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut. Begitu pula ketrampilanketrampilan tertentu terutama psikomotor bersifat prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekuensial sebelum menuntaskannya dengan baik. Suatu pengetahuan prosedural mustahil dilakukan tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural merupakan prasyarat bagi langkah selanjutnya.
7)      Berkelanjutan
Berkelanjutan mengandung pengertian “never ending process” . setiap proses pembelajaran yang dilakukan meletakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang diperoleh pada pembelajaran sebelumnyaharus dirangkai secarakontinyu debgan konsep baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsepdidalam benak seseorang (Suyatno, 2009)
Belajar sebagai proses tentu tidak pernah sepotong-potong atau bagian dari penggalan saja. Belajar nerupakan rangkaian pemahaman terhadap sesuatu secara terus-menerus. Untuk itu, pembelajaran inovatif berorientasi pada pembelajaran yang berkelanjutan sampai pada tingkat kedalaman dan keluasaan materi.

Jenis teknik Supevisi (skripsi dan makalah)


 Sahertian dan Mataheru (1986) menyebutkan teknik supervisi terdiri dari individual deviation (bersifat individual) dan group devices (bersifat kelompok). Teknik supervisi yang bersifat individual antara lain; kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas, dan menilai diri sendiri. Sedangkan teknik yang bersifat kelompok diantara adalah;  panel of forum discussion,curriculum laboratry, directed reading, demonstration teachingprofessional libraries, supervisory bulletin, teacher meeting, professional oraganization, workshop of group work.
Evan dan Neagly (1980) menyebutkan teknik supervisi terdiri dari; individual techniques (teknik perorangan) dan group techniques (teknik kelompok). Individual techniques terdiri atas; assignment of teachers, classroom visitation and observation, classroom experimentation, colleges course, conference (individual), demonstration teaching, evaluation, proffesional reading, professional writing, supervisory bulletins, informal contacts. Sedangkan yang termasuk teknik kelompok (group techniques) diantaranya adalah; orientation of new teacher, development of professional libraries, visiting other teachers, coordinating of student teacing.
a.      Teknik perseorangan .
 1. Mengadakan kunjungan kelas (Classroom visitation) Yang dimaksud adalah kunjungan yang dilakukan untuk melihat guru yang sedang mengajar atau ketika kelas sedang kosong.
2.  Mengadakan observasi kelas (Classroom Observation) Kunjungan ke sebuah kelas untuk mencermati situasi/peristiwa yang sedang berlangsung di dalam kelas.
3.  Mengadakan wawancara :  dilakukan apabila supervisor menghendaki jawaban dari individu tertentu.
b.      Teknik kelompok
1. Mengadakan pertemuan/rapat (meeting ) Dalam kegiatan ini Supervisor dapat memberikan pengarahan ( directing ), pengkoordinasian ( coordinating ) dan mengkomunikasikan ( comunicating ) segala informasi kepada guru/staf .
2. Mengadakan diskusi kelompok ( group discusion )
3. Mengadakan penataran (in service training)
4. Seminar 

Tipe-tipe Supervisi (skripsi dan tesis)


a.   Tipe Inspeksi
Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.

b.   Tipe Laisses Faire
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar. Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.
c.   Tipe Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.
d.  Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh atasannya.
e.   Tipe Demokratis
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan dan keahlian masing-masing.

Fungsi Supervisi (skripsi dan tesis)


  1. Fungsi Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.
  2. Fungsi Memicu Unsur yang Terkait dengan PembelajaranLebih dikenal dengan nama Supervisi Administrasi
  3. Fungsi Membina dan Memimpin

Prinsip-prinsip Supervisi (skripsi dan tesis)


Secara sederhana prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut :
1. Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.
2. Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif
3. Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya.
4. Kegiatan supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.
5. Dalam pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan atas hubungan pribadi.
6. Supervisi hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang disupervisi.
7.  Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak tergantung pada kepala sekolah
 Prinsip-prinsip Supervisi
1.      Supervisi bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan mencari-cari kesalahan.
2.      Pemberian bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi sendiri.
3.       Apabila supervisor merencanakan akan memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
4.      Kegiatan supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
5.      Suasana yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau kekurangan yang dimiliki.
6.      Untuk menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal penting yang diperlukan untuk membuat laporan.
Sedangkan menurut Tahalele dan Indrafachrudi (1975)    prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut; (a) supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif, (b) supervisi harus kreatif dan konstruktif, (c) supervisi harus ”scientific” dan efektif, (d) supervisi harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru, (e) supervisi harus berdasarkan kenyataan, (f) supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor dan guru-guru untuk mengadakan “self evaluation
Karena prinsip-prinsip supervisi di atas merupakan kaidah-kaidah yang harus dipedomani atau dijadikan landasan di dalam melakukan supervisi, maka hal itu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para supervisor, baik dalam konteks hubungan supervisor-guru, maupun di dalam proses pelaksanaan supervisi.

Tujuan dan sasaran Supervisi (skripsi dan tesis)


Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran (Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan Bondi, 1986; Glickman, 1990).
Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil  tersebut mampu meningkatkan kwalitas kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan konkrit dari supervisi pendidikan yaitu
a.       Meningkatkan mutu kinerja guru
1)      Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
2)      Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.
3)      Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta saling menghargai satu dengan lainnya.
4)      Meningkatkan kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa.
5)      Meningkatkan kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat pengajaran.
6)      Menyediakan sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam pengajaran.
7)      Sebagai salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.
b.      Meningkatkan keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik
c.       Meningkatkan keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa
d.      Meningkatkan kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar sebagaimana yang diharapkan.
e.       Meningkatkan kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan keberhasilan lulusan.
Adapun sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi tersebut adalah  peningkatan kemampuan profesional guru (Depdiknas, 1986; 1994 & 1995). Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi:


1.      Supervisi Akademik
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses mempelajari sesuatu
2.      Supervisi Administrasi
Menitikberatkan pengamatan supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan pelancar terlaksananya pembelajaran.
3.      Supervisi Lembaga
Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek yang berada di sekolah. Supervisi ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah secara keseluruhan. Misalnya: Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain. 

Pengertian Supervisi (skripsi dan tesis)


Secara morfologis Supervisi berasalah dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas, pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya. Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
 Secara sematik Supervisi pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan belajar dan belajar pada khususnya.
Good Carter memberi pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan evaluasi pengajaran.
Boardman et. Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern.
Wilem Mantja (2007) mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan  supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda) yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan
Menurut Kimball Wiles (1967)Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is assistance in the development of a better teaching learning situation”.
Ross L (1980), mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Menurut Purwanto (1987), supervisi ialah suatu aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Dari uraian definisi supervisi diatas, maka dapat dipahami para pakar menguraikan defenisi supervisi dari  tinjauan yg berbeda-beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan. Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill) sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik. Ross L memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan menghasilkan perbaikan. Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan sebagai pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Kegiatan supervisi dahulu banyak dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas, pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.
Inspeksi : inspectie (belanda) yang artinya memeriksa  dalam arti melihat untuk mencari kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut inspektur. Inspektur dalam hal ini mengadakan :
1.      Controlling : memeriksa apakah semuanya dijalankan sebagaimana mestinya
2.      Correcting : memeriksa apakah semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan
3.      Judging : mengandili dalam arti memberikan penilaian atau keputusan sepihak
4.      Directing : pengarahan, menentukan ketetapan/garis
5.      Demonstration : memperlihatkan bagaimana mengajar yang baik
Pemeriksaan artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah Melihat apa yg positif & negatif. Adapun Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya
Orang yang melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor 0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya, serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
Mulyasa (2006) supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan supervisor khusus yang lebih independent, dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.
Jika supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan. Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

Model Pembelajaran Treffinger (skripsi dan tesis)


Model pembelajaran treffinger diperkenalkan oleh Donald J Treffinger pada tahun 1986. Model pembelajaran Treffinger adalah pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks.
a.       Keterbukaan - urun ide - penguatan.
b.      Penggunaan ide kreatif –konflik internal –skill.
c.       Proses rasa – pikir kreaktif dalam memecahkan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat – kuriositi - tanya.
d.      Kelompok –kerjasama.
e.       Kebebasan –terbuka.
f.       Reward  (Herdian,2009)
Jadi dapat disimpulkan bahwa model terffinger adalah proses berfikir kreaktif dengan basis kematangan dan pengetahuan dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat, yang tahap-tahapnya meliputi: orientasi, permahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreaktif, pemicu gagasan kreaktif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks.
Sehingga langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan model Treffinger adalah :
a.       Siswa diberikan orientasi tentang pelajaran yang akan dipelajari.
b.      Siswa diberikan permasalahan.
c.       Siswa menyelesaikan permasalahan  secara mandiri.
d.      Dibentuk suatu kelompok untuk mendiskusikan penyelesaian permasalahan dengan teman untuk hasil yang maksimal.
e.       Siswa mempresentasikan hasil diskusi di depan kelas.
f.        Memberikan reward dengan memberikan tanggapan
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan, baik ketrampilan kognitif maupuan afektif pada setiap tingkat dari model ini, model Treffinger menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong belajar kreatif (Irnawati, 2009: 7).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Suryanti, 2010: 2)
Kerja siswa ini didasarkan pada suatu model kreatif 3 level milik Treffinger yaitu divergent functions, complex thingking and felling process dan involment in real challenges. Metode yang digunakan pada penelitian adalah kuasi eksperimen dengan desain penelitian menggunakan time series design (Farmahni, 2009: 1).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Efendi, 2010: 1).
Treffinger (1980) dalam Semiawan (1984) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah pembelajaran yang menjadikan siswa peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan, kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidakharmonisan, dan sebagainya. Dalam belajar kreatif siswa mengumpulkan informasi yang ada, membataskan kesukaran atau menemutunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah, menguji, menyempurnakannya, dan akhirnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Disamping itu dalam proses belajar kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses berfikir konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal) (munandar, 1992).
Adapun karakteristik Pembelajaran Kreatif Model Treffinger dalam mengembangkan kemampuan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah adalah (1) mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar. (2) dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat kemampuan. (3) mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam pengembangannya. (4) melibatkan secara bertahap kemampuan berfikir konvergen dan divergen dalam proses pemecahan masalah. (5) memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara fleksibel (Pomalato, 2005).
Pembelajaran Kreatif Model Treffinger ini dapat membantu siswa untuk berfikir kreatif dalam memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan kemampuan pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa berarti siswa mampu menggali potensinya dalam berdaya cipta, menemukan gagasan, serta menemukan pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses berfikir (Munandar, 1992).
Semiawan (1984) menyatakan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger terdiri dari tiga tahap antara lain : Tahap Pengembangan Fungsi-Fungsi Divergen, pada tahap ini penekanannya keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang akan diajarkan kepada siswa.
Teknik-teknik yang digunakan pada pengembangan fungsi-fungsi divergen antara lain: (1) teknik pemanasan, teknik pemanasan yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh gagasan sebanyak mungkin. (2) teknik pemikiran dan perasaan berakhir terbuka, yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya berbagai macam jawaban. (3) sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan gagasan, menerima dan menghasilkan banyak gagasan. (4) daftar penulisan gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa. (5) penyusunan sifat, yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang suatu objek atau masalah dan (6) hubungan yang dipaksakan, yaitu memaksakan suatu hubungan antara objek-objek atau situasi yang dimasalahkan dengan unsur-unsur lain untuk menimbulkan gagasan baru (Munandar, 1992). Teknik-teknik ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan gagasannya atau jawaban dalam memecahkan masalah.
Tahap Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara yang kreatif. Tujuan dari tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya.
Teknik-teknik yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih kompleks antara lain : (1) analisis morfologis, yaitu bertujuan untuk mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur masalah. (2) bermain peran dan sosial drama, yaitu membantu siswa untuk menangani konflik dan masalah yang timbul dari pengalaman kehidupannya. (3) synectics, yaitu mempertemukan bersama berbagai unsur dengan menggunakan kiasan untuk memperoleh satu pandangan baru.
Tahap keterlibatan dalam tantangan nyata, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan konsep tentang materi yang diajarkan.
Teknik pemecahan masalah pada tahap keterlibatan dalam tantangan nyata terdiri dari : (1) menemukan fakta, yaitu siswa diharapkan dapat mengumpulkan situasi masalah yang dirasakannya. (2) menemukan masalah, yaitu siswa diharapkan agar dapat menjelaskan masalah dengan melihat masalah dari sudut atau objek yang berbeda-beda. (3) menemukan gagasan, yaitu siswa diupayakan agar dapat mengembangkan sebanyak mungkin gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan. (4) menemukan penyelesaian, yaitu siswa diharapkan dapat menemukan tolak ukur untuk menilai setiap gagasan. (5) menemukan penerimaan, yaitu siswa diupayakan dapat memilih gagasan-gagasan yang paling baik untuk menemukan suatu hasil akhir yang dapat diterima dan dilaksanakan.
Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger  dimulai dari tingkat I, dilanjutkan tingkat II, dan tingkat III. Kegiatan pembelajaran tingkat I, yaitu (1) pemberian masalah terbuka, (2) siswa melakukan diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya, (3) guru memberikan suatu masalah terbuka operasi hitung pecahan dengan jawaban lebih dari satu selesaian, (4) guru memberikan lembar tugas, untuk  menuliskan gagasan dengan cara mendaftar sesuai kreativitas. Kegiatan pembelajaran  tingkat II, yaitu (1) memberikan kegiatan yang menantang, (2) berdiskusi untuk bermain, (3) memberikan contoh analog atau kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian, (4) memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari tentang operasi hitung pecahan, (5) membuat kesimpulan terhadap penyelesaian masalah operasi hitung pecahan. Kegiatan pembelajaran tingkat III, yaitu (1) memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari, (2) siswa membuat cerita yang berkaitan dengan operasi hitung pecahan dan membuat pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri, (3) menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (4) siswa menyebutkan langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah, (5) memberikan suatu masalah dalam bentuk narasi dan dialog, kemudian diselesaikan siswa sesuai dengan ide kreatifnya, (6) pemberian reward (Haryono, Ari Dwi, 2009: 1)