Talking Stick
merupukan salah satu metode yang dapat digunakan dalam model pembelajaran
inovatif yang berpusat pada siswa. Talking
Stick adalah metode pembelajaran dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang
tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari meteri
pokoknya.(Suyatno, 2009).
Selasa, 22 November 2016
Model Pembelajaran Inovatif (skripsi dan tesis)
Model
pembelajaran merupakan salah satu pendekatan dalam rangka mensiasati perubahan
perilaku pesrta didik secara adaptif maupun generatif, model pembelajaran
sangat erat kaitannya dengan gaya belajar peserta didik (learning style) dan
gaya belajar guru (teaching style) yang keduanya disingkat menjadi (Style of
learning and teaching). (Sagala, 2003)
Saat
ini, dikalangan guru senantiasa berdengung istilah pembelajaran inivatif.
Dimana-mana, inovatif menjadi barang yang diburu guru untuk diketahui,
dipelajari, dipraktekkan dikelas, seolah-olah, tanpa inovatif dunia guru tidak
haru namanya. Bahkan, seminar, pelatihan dan lokakarya yang diselenggarakan
untuk guru selalu disesaki oleh serta yang berlabel guru.
Kata
inovatif dimakanai sebagai beberapa gagasan dan tehnik yang baru. Adapun kata
inovatif, berarti pembaharuan. Pembelajaran, merupakanterjemahan dari learning
yang artinya belajar. Jadi, pembelajaran inovatif adalah pembelajaran yang
dikemas guru atas dorongan gagasan baru untuk melakukan langkah-langkah belajar
dengan metode baru sehingga memperoleh kemajuan hasil belajar (Suyatno, 2009).
Berdasarkan
definisi secara harfiah pembelajaran inovatif tersebut, tekandung makan
pembaharuan. Gagasan pembaharuan muncul sebagai akibat pembelajaran dirasakan
statis, klasik, dan tidak produktif dalam memecahkan masalah belajar. Oleh
sebab itu, dibutuhkan paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah
tersebut. Paradigma pembelajaran inovatif diyakini mampu memfasilitasi siswa untuk
mengembangkan kecakapan hidup dan siap terjun di masyarakat. Dengan begitu,
pembelajaran inovatif ditandai dengan prinsip-prinsip sebagai berikut.
a. Pembelajaran,
bukan pengajaran
b. Guru
sebagai fasilitator, bukan intrukstur
c. Siswa
sebagai subyek, bukan obyek
d. Multimedia,
bukan monomedia
e. Sentuhan
manusiawi, bukan hewani
f. Pembelajaran
induktif, bukan deduktif
g. Materi
bermakna bagi siswa, bukan sekedar dihafal
h. Keterlibatan
siswa partisipatif, bukan pasif.
Pembelajaran
inovatif lebih menyediakan proses yang mengarah pada penemuan hakikat siswa
sesuai fitrahnya sebagai manusia berpotensi. Oleh sebab itu, apapun fasilitas
yang dikreasi untuk menfasilitasi dan siapapun fasilitaator yang ajan menemani
siswa belajar, seyogyanya berorientasi pada tujuan belajar siswa. Tujuan
belajar yang orisinal muncul dari dorongan hati. Dalam menangani siswa,
pembelajaran inovatif haruskah seirama dengan karakteristik siswa sebagai
pembelajar. Bobbi de Porter manyatakan “bawalah dunia mereka ke dunia kita dan
hantarkan dunia mereka ke dunia kita”. Artinya, guru harus mampu menyesuaikan
diri terhadap warna dan sikap dasar siswa sehingga mampu membawa sisiwa ke
dunia yang dikehandaki berdasarkan tujuan pembelajaran. Dengan begitu, ikatan
emosi, empati dan saling ketergantungan anatar siswa dan guru terjadi dan
memunculkan dimensi keberhasilan belajar.
Belajar
sering kali diidentikkan oleh para penimba ilmu yakni siswa sebagai sesuatu hal
yang penuh tuntutan dan mutlak dilakukan karena melihat proses dan format
tempat belajarnya sendiri cenderung sangat formal dan menjemukan. Karena itulah
mengapa model pembelajaran yang cenderung membosankan tersebut harus dirubah
menjadi sesuatu yang menyenangkan tetapi bisa memotivasi siswa untuk antusias
mengikuti pelajaran dan partisipun akan terlahir dengan sendirinya. Serta
dengan adanya berbagai macam perubahan kurikulum yang dilakukan oleh pemerintah
untuk meningkatkan mutu pendidikan seperti penyempurnaan Kurikulum Berbasis Kompetensi
(KBK) menjadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) maka menuntut agar
diimplementasikannya suatu model pembelajaran yang efektif, kreatif dan
inovatif yakni dengan menggunakan model pembelajaran inovatif.
Pembelajaran
inovatif adalah pembelajaran yang lebih bersifat student centered. Artinya,
pembelajaran yang lebih memberikan peluang kepada siswa untuk mengkonstruksi
pengetahuan secara mandiri (self directed) dan dimediasi oleh teman sebaya
(peer mediated instruction). Pembelajaran Inovatif membantu siswa untuk
menginternalisasi, membentuk kembali, atau mentransformasi informasi baru.
Transformasi terjadi melalui kreasi pemahaman baru yang merupakan hasil dari
munculnya struktur kognitif baru. Pemahaman yang mendalam terjadi ketika
hadirnya informasi baru yang mendorong munculnya atau menaikkan struktur
kognitif yang memungkinkan para siswa memikirkan kembali ide-ide mereka sebelumnya.
Dalam
seting kelas pembelajaran inovatif, para siswa bertanggung jawab terhadap
pelajarannya, menjadi pemikir yang otonom, mengembangkan konsep terintegrasi,
mengembangkan pertanyaan yang menantang, dan menemukan jawabannya secara
mandiri. Tujuh nilai utama dalam pembelajaran ini yaitu: kolaborasi, otonomi
individu, generativitas, reflektivitas, keaktifan, relevansi diri, dan
pluralisme. Nilai-nilai tersebut menyediakan peluang kepada siswa dalam
pencapaian pemahaman secara mendalam.
a. Prinsip
Pembelajaran Inovatif
Berikut
ini asas pembelajaran inovatif yang dapat digunakan dalam pelaksanaan proses
pembelajaran dengan segala kompetensi yang akan dicapai berdasarkan mata
pelajaran apapun.
1) Berpusat
pada siswa
Student
centered mengandung pengertian pembelajaran menerapkan strategipedagogik yang
mengorientasikan siswa kepada situasi yang bermakna, kontektual, dunia nyata
dan menyediakan sumber belajar, bimbingan, petunjuk bagi pembelajar ketika
mereka mengembangkan pengetahuan tentangmateri pelajaran yang dipelajarinya
sekaligus keterampilan memecahkan masalah.
Paradigma
yang menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran dan siswa sebagai objek,
seharusnya diubah dengan menempatkan siswa sebagai subyek yang belajar secara
aktif membangun pemahamannya dengan jalan merangkai pengalaman yang telah
dimilikinya dengan pengalaman baru yang dijumpai.
Pengalaman
nyata dari negara lain menunjukkan bahwa minat dan prestasi siswa bidang
matematika, saint, dan bahasa meningkat secara drastis pada saat mereka dibantu
untuk membangun keterkaitan antara informasi baru dengan pengalaman yang telah
mereka miliki atau mereka kuasai.
2) Berbasis
masalah
Pembelajaran
hendaknyadimulai dari masalah-masalah aktual, relevan, dan bermakna bagi siswa.
Pembelajaran yang berbasis materi aajar sering kali tidak relevan dan tidak
bermakna bagi siswa sehingga tidak menarik perhatian siswa. Pembelajaran yang
dibangun berdasarkan meteri ajar seringkali terlepas dari kejadia aktual di masyarakat.
Akibatnya, siswa tidak dapat menerapkan konsep yang dipelajari di dalam
kehidupan nyata sehari-hari.
Dengan
pembelajaran yang dimulai dari masalah, siswa belajar suatu konsep dan prinsip
sekaligus memecahkan masalah. Dengan demikian, sekurang-kurangnya ada dua hasil
belajar yang dicapaai, yaitu jawaban tehadap suatu masalah, dan cara memecahkan
suatu masalah. Kemamapuan tentang memecahkan masalah lebih dari sekedar akumulasi
pengetahuan, tetapi merupakan perkembangan kemampuan fleksibilitas dan strategi
kognitif yang membantu mereka menganalisis situasi tak terduga serta mampu
menghasilkan solusi yang bermakna. Bahkan , Gagne mengatkan bahwa kemampuan
pemecahan masalah merupakan hasil yang paling tinggi.
3) Terintegrasi
Seorang
yang belajar seharusnya tidak menggunakan “kaca mata kuda” yang tahu secara
mendalam disiplin ilmunya. Akan tetapi, sama sekali buta tentang kaitan ilmu
yang dipelajari dengan disiplin lain. Di dalam inovasi pembelajaran pendekatan
terintegrasi lebih diharapkan daripada pendekatan disiplin ilmu. Kelemahan
pendekatan disiplin ilmu adalah siswa tidak dapat melihat sistem, mereka akan terkotak
pada satu disiplin, sehingga tidak heran ketika guru ditanya: “apa fungsi air?”
di malah bertanya balik air itu apa? Memangnya ada banyak macam ait? Grur
tersebut menjawab ada dua macam air, yaitu air IPS dan air IPA yang fungsinya
berbeda.
4) Berbasis
masyarakat
Masyarakat
adalah sumber belajar yang paling kaya. Di masyarakat, segala bahan
pembelajaran tersedia dari ilmu sosial sampaipada ilmu eksakta. Masyarakat juga
merupakan cermin pembaharuan masyarakat selalu mengikuti perubahan zaman. Jadi,
pembelajaran inovatif tentunya harus berbasis masyarakat. Mengajak siswa untuk
mengimplementasikan yang dipelajari dari dalam kelas ke konteks masyarakat atau
sebaliknya mengambil masalah-masalah yang terjadi di masyarakat sebagai bahan
untuk belajar ketrampilan dan pengetahuan yang lebih dalam merupakan proses
pembelajaran yang bermakna. Siswa akan lebih cepat menyimpan meteri
pembelajaran kedalam memorinya jika materi itu berbasis pengalaman nyata di
masyarakat.
5) Memberikan
pilihan
Setiap
orang bersifat unik, berbeda dengan orang lain. Siswa yang belajar juga
demikian. Mereka memiliki variasi pada gaya belajar, kecepatan belajar, pusat
perhatian dan sebagainya. Menyamaratakan siswa selama proses belajar-mengajar
mungkin akan berdampak pada hasil belajar. Pembelajaran yang inovatif member perhatian
pada keragaman karakteristik siswa itu. Atas dasar itu maka pembelajaran bukan
dilakukan seperti yang diinginkan oleh guru, tetapi lebih pada apa yang
diinginkan oleh siswa.
Untuk
itu pembelajaran harus menyediakan alternatif yang dipilih siswa. Proses
belajar adalah proses akti yang harus dilakukan oleh siswa. Keharusan
menyediakan juga berkait dengan karakteristik subtansi ilmu yang disampaikan
dan pengaruh strategi yang digunakan terhadap retensi siswa. Ketrampilan
psikomotor , ketrampilan kognitif, ketrampilan sosial serta ketrampilan
memecahkan masalah serta sikap memilih strategi pembelajaran yang berbeda-beda
untuk mencapai tujuannya.
6) Tersistem
Seringkali
hasil belajar bersifat hierarki, begitu pila substansi materi pelajarannya.
Materi tertentu membutuhakan kebutuhan lain sebagai prasyarat yang harus
dikuasai terlebih dahulu sebelum seseorang dapat mempelajari materi tersebut.
Begitu pula ketrampilanketrampilan tertentu terutama psikomotor bersifat
prosedural, memiliki langkah-langkah yang harus dilakukan secara sekuensial
sebelum menuntaskannya dengan baik. Suatu pengetahuan prosedural mustahil dilakukan
tanpa dilaksanakan secara berurutan. Setiap langkah pengetahuan prosedural
merupakan prasyarat bagi langkah selanjutnya.
7) Berkelanjutan
Berkelanjutan
mengandung pengertian “never ending process” . setiap proses pembelajaran yang
dilakukan meletakkan dasar bagi pembelajaran berikutnya. Setiap konsep yang
diperoleh pada pembelajaran sebelumnyaharus dirangkai secarakontinyu debgan konsep
baru yang diperoleh sehingga membentuk jalinan konsepdidalam benak seseorang
(Suyatno, 2009)
Belajar
sebagai proses tentu tidak pernah sepotong-potong atau bagian dari penggalan
saja. Belajar nerupakan rangkaian pemahaman terhadap sesuatu secara
terus-menerus. Untuk itu, pembelajaran inovatif berorientasi pada pembelajaran
yang berkelanjutan sampai pada tingkat kedalaman dan keluasaan materi.
Jenis teknik Supevisi (skripsi dan makalah)
Sahertian dan Mataheru (1986) menyebutkan teknik supervisi terdiri dari individual deviation (bersifat
individual) dan group devices
(bersifat kelompok). Teknik supervisi yang bersifat individual antara lain;
kunjungan kelas, observasi kelas, percakapan pribadi, saling mengunjungi kelas,
dan menilai diri sendiri. Sedangkan teknik yang bersifat
kelompok diantara adalah; panel of forum discussion,curriculum laboratry, directed reading,
demonstration teaching, professional libraries, supervisory bulletin, teacher meeting,
professional oraganization, workshop of group work.
Evan dan Neagly (1980) menyebutkan
teknik supervisi terdiri dari; individual
techniques (teknik perorangan) dan group
techniques (teknik kelompok). Individual
techniques terdiri atas; assignment
of teachers, classroom visitation and observation, classroom experimentation,
colleges course, conference (individual), demonstration teaching, evaluation,
proffesional reading, professional writing, supervisory bulletins, informal
contacts. Sedangkan yang termasuk teknik kelompok (group techniques) diantaranya adalah; orientation of new teacher, development of professional libraries,
visiting other teachers, coordinating of student teacing.
a.
Teknik
perseorangan .
1. Mengadakan kunjungan kelas (Classroom visitation) Yang
dimaksud adalah kunjungan yang dilakukan untuk melihat guru yang sedang
mengajar atau ketika kelas sedang kosong.
2. Mengadakan
observasi kelas (Classroom Observation) Kunjungan ke sebuah kelas untuk
mencermati situasi/peristiwa yang sedang berlangsung di dalam kelas.
3. Mengadakan
wawancara : dilakukan apabila supervisor
menghendaki jawaban dari individu tertentu.
b. Teknik
kelompok
1.
Mengadakan pertemuan/rapat (meeting ) Dalam kegiatan ini Supervisor dapat
memberikan pengarahan ( directing ), pengkoordinasian ( coordinating ) dan
mengkomunikasikan ( comunicating ) segala informasi kepada guru/staf .
2.
Mengadakan diskusi kelompok ( group discusion )
3. Mengadakan penataran (in service training)
4. Seminar
Tipe-tipe Supervisi (skripsi dan tesis)
a.
Tipe
Inspeksi
Tipe seperti ini biasanya terjadi dalam administrasi
dan model kepemimpinan yang otokratis, mengutamakan pada upaya mencari
kesalahan orang lain, bertindak sebagai “Inspektur” yang bertugas mengawasi
pekerjaan guru. Supervisi ini dijalankan terutama untuk mengawasi, meneliti dan
mencermati apakah guru dan petugas di sekolah sudah melaksanakan seluruh tugas
yang diperintahkan serta ditentukan oleh atasannya.
b.
Tipe
Laisses Faire
Tipe ini kebalikan dari tipe sebelumnya. Kalau dalam supervisi inspeksi bawahan diawasi secara
ketat dan harus menurut perintah atasan, pada supervisi Laisses Faire para
pegawai dibiarkan saja bekerja sekehendaknya tanpa diberi petunjuk yang benar.
Misalnya: guru boleh mengajar sebagaimana yang mereka inginkan baik pengembangan
materi, pemilihan metode ataupun alat pelajaran.
c.
Tipe
Coersive
Tipe ini tidak jauh berbeda dengan tipe inspeksi. Sifatnya memaksakan kehendaknya. Apa yang
diperkirakannya sebagai sesuatu yang baik, meskipun tidak cocok dengan kondisi
atau kemampuan pihak yang disupervisi tetap saja dipaksakan berlakunya. Guru sama sekali tidak diberi kesempatan untuk bertanya
mengapa harus demikian. Supervisi ini mungkin masih bisa diterapkan secara
tepat untuk hal-hal yang bersifat awal. Contoh supervisi yang dilakukan kepada guru yang baru mulai mengajar. Dalam
keadaan demikian, apabila supervisor tidak bertindak tegas, yang disupervisi
mungkin menjadi ragu-ragu dan bahkan kehilangan arah yang pasti.
d. Tipe Training dan Guidance
Tipe ini diartikan sebagai memberikan latihan dan
bimbingan. Hal yang positif dari supervisi ini yaitu guru dan staf tata usaha
selalu mendapatkan latihan dan bimbingan dari kepala sekolah. Sedangkan dari
sisi negatifnya kurang adanya kepercayaan pada guru dan karyawan bahwa mereka
mampu mengembangkan diri tanpa selalu diawasi, dilatih dan dibimbing oleh
atasannya.
e.
Tipe Demokratis
Selain kepemimpinan yang bersifat demokratis, tipe ini
juga memerlukan kondisi dan situasi yang khusus. Tanggung jawab bukan hanya
seorang pemimpin saja yang memegangnya, tetapi didistribusikan atau
didelegasikan kepada para anggota atau warga sekolah sesuai dengan kemampuan
dan keahlian masing-masing.
Fungsi Supervisi (skripsi dan tesis)
- Fungsi
Meningkatkan Mutu PembelajaranRuang lingkupnya sempit, hanya tertuju pada
aspek akademik, khususnya yang terjadi di ruang kelas ketika guru sedang
memberikan bantuan dan arahan kepada siswa.
- Fungsi
Memicu Unsur yang Terkait dengan PembelajaranLebih dikenal dengan nama
Supervisi Administrasi
- Fungsi Membina dan Memimpin
Prinsip-prinsip Supervisi (skripsi dan tesis)
Secara sederhana
prinsip-prinsip Supervisi adalah sebagai berikut :
1.
Supervisi hendaknya memberikan rasa aman kepada pihak yang disupervisi.
2.
Supervisi hendaknya bersifat Kontrukstif dan Kreatif
3.
Supervisi hendaknya realistis didasarkan pada keadaan dan kenyataan sebenarnya.
4. Kegiatan
supervisi hendaknya terlaksana dengan sederhana.
5. Dalam
pelaksanaan supervisi hendaknya terjalin hubungan profesional, bukan didasarkan
atas hubungan pribadi.
6. Supervisi
hendaknya didasarkan pada kemampuan, kesanggupan, kondisi dan sikap pihak yang
disupervisi.
7.
Supervisi harus menolong guru agar senantiasa tumbuh sendiri tidak
tergantung pada kepala sekolah
Prinsip-prinsip
Supervisi
1.
Supervisi
bersifat memberikan bimbingan dan memberikan bantuan kepada guru dan staf
sekolah lain untuk mengatasi masalah dan mengatasi kesulitan dan bukan
mencari-cari kesalahan.
2.
Pemberian
bantuan dan bimbingan dilakukan secara langsung, artinya bahwa pihak yang
mendapat bantuan dan bimbingan tersebut tanpa dipaksa atau dibukakan hatinya
dapat merasa sendiri serta sepadan dengan kemampuan untuk dapat mengatasi
sendiri.
3.
Apabila supervisor merencanakan akan
memberikan saran atau umpan balik, sebaiknya disampaikan sesegera mungkin agar
tidak lupa. Sebaiknya supervisor memberikan kesempatan kepada pihak yang
disupervisi untuk mengajukan pertanyaan atau tanggapan.
4.
Kegiatan
supervisi sebaiknya dilakukan secara berkala misalnya 3 bulan sekali, bukan
menurut minat dan kesempatan yang dimiliki oleh supervisor.
5.
Suasana
yang terjadi selama supervisi berlangsung hendaknya mencerminkan adanya
hubungan yang baik antara supervisor dan yang disupervisi tercipta suasana
kemitraan yang akrab. Hal ini bertujuan agar pihak yang disupervisi tidak akan
segan-segan mengemukakan pendapat tentang kesulitan yang dihadapi atau
kekurangan yang dimiliki.
6.
Untuk
menjaga agar apa yang dilakukan dan yang ditemukan tidak hilang atau
terlupakan, sebaiknya supervisor membuat catatan singkat, berisi hal-hal
penting yang diperlukan untuk membuat laporan.
Sedangkan menurut Tahalele dan Indrafachrudi (1975) prinsip-prinsip supervisi sebagai berikut;
(a) supervisi harus dilaksanakan secara demokratis dan kooperatif, (b)
supervisi harus kreatif dan konstruktif, (c) supervisi harus ”scientific” dan efektif, (d) supervisi
harus dapat memberi perasaan aman pada guru-guru, (e) supervisi harus
berdasarkan kenyataan, (f) supervisi harus memberi kesempatan kepada supervisor
dan guru-guru untuk mengadakan “self
evaluation”
Karena
prinsip-prinsip supervisi di atas merupakan kaidah-kaidah yang harus dipedomani
atau dijadikan landasan di dalam melakukan supervisi, maka hal itu mendapat
perhatian yang sungguh-sungguh dari para supervisor, baik dalam konteks
hubungan supervisor-guru, maupun di dalam proses pelaksanaan supervisi.
Tujuan dan sasaran Supervisi (skripsi dan tesis)
Tujuan utama supervisi adalah memperbaiki pengajaran
(Neagly & Evans, 1980; Oliva, 1984; Hoy & Forsyth, 1986; Wiles dan
Bondi, 1986; Glickman, 1990).
Tujuan umum Supervisi adalah memberikan bantuan
teknis dan bimbingan kepada guru dan staf agar personil tersebut mampu meningkatkan kwalitas
kinerjanya, dalam melaksanakan tugas dan melaksanakan proses belajar mengajar secara operasional dapat dikemukakan beberapa tujuan
konkrit dari supervisi pendidikan yaitu
a.
Meningkatkan
mutu kinerja guru
1) Membantu guru dalam memahami tujuan pendidikan dan apa
peran sekolah dalam mencapai tujuan tersebut
2) Membantu guru dalam melihat secara lebih jelas dalam
memahami keadaan dan kebutuhan siswanya.
3) Membentuk moral kelompok yang kuat dan mempersatukan guru
dalam satu tim yang efektif, bekerjasama secara akrab dan bersahabat serta
saling menghargai satu dengan lainnya.
4)
Meningkatkan
kualitas pembelajaran yang pada akhirnya meningkatkan prestasi belajar siswa.
5)
Meningkatkan
kualitas pengajaran guru baik itu dari segi strategi, keahlian dan alat
pengajaran.
6)
Menyediakan
sebuah sistim yang berupa penggunaan teknologi yang dapat membantu guru dalam
pengajaran.
7)
Sebagai
salah satu dasar pengambilan keputusan bagi kepala sekolah untuk reposisi guru.
b.
Meningkatkan
keefektifan kurikulum sehingga berdaya guna dan terlaksana dengan baik
c.
Meningkatkan
keefektifan dan keefesiensian sarana dan prasarana yang ada untuk dikelola dan
dimanfaatkan dengan baik sehingga mampu mengoptimalkan keberhasilan siswa
d.
Meningkatkan
kualitas pengelolaan sekolah khususnya dalam mendukung terciptanya suasana
kerja yang optimal yang selanjutnya siswa dapat mencapai prestasi belajar
sebagaimana yang diharapkan.
e.
Meningkatkan
kualitas situasi umum sekolah sehingga tercipta situasi yang tenang dan tentram
serta kondusif yang akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang menunjukkan
keberhasilan lulusan.
Adapun
sasaran utama dari pelaksanaan kegiatan supervisi tersebut adalah peningkatan kemampuan profesional guru
(Depdiknas, 1986; 1994 & 1995). Sasaran Supervisi Ditinjau dari objek yang
disupervisi, ada 3 macam bentuk supervisi:
1.
Supervisi
Akademik
Menitikberatkan pengamatan
supervisor pada masalah-masalah akademik, yaitu hal-hal yang berlangsung berada
dalam lingkungan kegiatan pembelajaran pada waktu siswa sedang dalam proses
mempelajari sesuatu
2.
Supervisi
Administrasi
Menitikberatkan pengamatan
supervisor pada aspek-aspek administrasi yang berfungsi sebagai pendukung dan
pelancar terlaksananya pembelajaran.
3.
Supervisi
Lembaga
Menyebarkan objek pengamatan supervisor pada aspek-aspek
yang berada di sekolah. Supervisi
ini dimaksudkan untuk meningkatkan nama baik sekolah atau kinerja sekolah
secara keseluruhan. Misalnya:
Ruang UKS (Unit Kesehatan Sekolah), Perpustakaan dan lain-lain.
Pengertian Supervisi (skripsi dan tesis)
Secara
morfologis Supervisi berasalah dari dua kata bahasa Inggris, yaitu super dan vision. Super berarti
diatas dan vision berarti melihat, masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan
dan pengawasan, dan penilikan, dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan
–orang yang berposisi diatas, pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.
Supervisi juga merupakan kegiatan pengawasan tetapi sifatnya lebih human,
manusiawi. Kegiatan supervise bukan mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak
mengandung unsur pembinnaan, agar kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi
dapat diketahui kekurangannya (bukan semata-mata kesalahannya) untuk dapat
diberitahu bagian yang perlu diperbaiki.
Secara sematik Supervisi
pendidikan adalah pembinaan yang berupa bimbingan atau tuntunan ke arah
perbaikan situasi pendidikan pada umumnya dan peningkatan mutu mengajar dan
belajar dan belajar pada khususnya.
Good Carter memberi
pengertian supervisi adalah usaha dari petugas-petugas sekolah dalam memimpin
guru-guru dan petugas lainnya, dalam memperbaiki pengajaran, termasuk
menstimulir, menyeleksi pertumbuhan jabatan dan perkembangan guru-guru dan
merevisi tujuan-tujuan pendidikan, bahan-bahan pengajaran, dan metode mengajar dan
evaluasi pengajaran.
Boardman et.
Menyebutkan Supervisi adalah salah satu usaha menstimulir, mengkoordinir dan
membimbing secarr kontinyu pertumbuhan guru-guru di sekolah baik secara
individual maupun secara kolektif, agar lebih mengerti dan lebih efektif dalam
mewujudkan seluruh fungsi pengajaran dengan demikian mereka dapat menstmulir
dan membimbing pertumbuan tiap-tiap murid secara kontinyu, serta mampu dan
lebih cakap berpartsipasi dlm masyarakat demokrasi modern.
Wilem Mantja (2007)
mengatakan bahwa, supervisi diartikan sebagai kegiatan supervisor (jabatan resmi) yang dilakukan
untuk perbaikan proses belajar mengajar (PBM). Ada dua tujuan (tujuan ganda)
yang harus diwujudkan oleh supervisi, yaitu; perbaikan (guru murid) dan
peningkatan mutu pendidikan
Menurut Kimball Wiles
(1967)Konsep supervisi modern dirumuskan sebagai berikut : “Supervision is
assistance in the development of a better teaching learning situation”.
Ross L (1980),
mendefinisikan bahwa supervisi adalah pelayanan kapada guru-guru yang bertujuan
menghasilkan perbaikan pengajaran, pembelajaran dan kurikulum.
Menurut Purwanto (1987), supervisi ialah suatu
aktivitas pembinaan yang direncanakan untuk membantu para guru dan pegawai
sekolah dalam melakukan pekerjaan secara efektif.
Dari
uraian definisi supervisi diatas, maka dapat dipahami para pakar menguraikan
defenisi supervisi dari tinjauan yg
berbeda-beda.God Carter melihatnya sebagai usaha memimpin guru-guru
dalam jabatan mengajar, Boardman. Melihat supervisi sebagai lebih
sanggup berpartisipasi dlm masyarakat modern. Willem Mantja memandang supervisi
sebagai kegiatan untuk perbaikan (guru murid) dan peningkatan mutu pendidikan.
Kimball Wiles beranggapan bahwa faktor manusia yg memiliki kecakapan (skill)
sangat penting untuk menciptakan suasana belajar mengajar yg lebih baik. Ross L
memandang supervise sebagai pelayanan kapada guru-guru yang
bertujuan menghasilkan perbaikan. Sedangkan Purwanto (1987) memandangkan
sebagai pembinaan untuk membantu para guru dan pegawai sekolah dalam melakukan
pekerjaan secara efektif.
Kegiatan supervisi dahulu banyak
dilakukan adalah Inspeksi, pemeriksaan, pengawasan atau penilikan. Supervisi
masih serumpun dengan inspeksi, pemeriksaan dan pengawasan, dan penilikan,
dalam arti kegiatan yang dilakukan oleh atasan –orang yang berposisi diatas,
pimpinan-- terhadap hal-hal yang ada dibawahnya.
Inspeksi : inspectie (belanda) yang
artinya memeriksa dalam arti melihat
untuk mencari kesalahan. Orang yang menginsipeksi disebut
inspektur. Inspektur dalam hal ini mengadakan :
1.
Controlling : memeriksa apakah
semuanya dijalankan sebagaimana mestinya
2.
Correcting : memeriksa apakah
semuanya sesuai dengan apa yang telah ditetapkan/digariskan
3.
Judging : mengandili dalam arti
memberikan penilaian atau keputusan sepihak
4.
Directing : pengarahan, menentukan
ketetapan/garis
5.
Demonstration : memperlihatkan
bagaimana mengajar yang baik
Pemeriksaan
artinya melihat apa yg terjadi dlm kegiatan sedangkan Pengawasan adalah Melihat
apa yg positif & negatif. Adapun Supervisi juga merupakan kegiatan
pengawasan tetapi sifatnya lebih human, manusiawi. Kegiatan supervisi bukan
mencari-cari kesalahan tetapi lebih banyak mengandung unsur pembinnaan, agar
kondisi pekerjaan yang sedang disupervisi dapat diketahui kekurangannya (bukan
semata-mata kesalahannya) untuk dapat diberitahu bagian yang perlu diperbaiki. Supervisi
dilakukan untuk melihat bagian mana dari kegiatan sekolah yg masih negatif
untuk diupayakan menjadi positif, & melihat mana yang sudah positif untuk
ditingkatkan menjadi lebih positif lagi dan yang terpenting adalah pembinaannya
Orang yang
melakukan supervise disebut supervisor. Dibidang pendidikan disebut supervisor
pendidikan. Menurut keputusan menteri pendidikan dan kebudayaan nomor
0134/0/1977, temasuk kategori supervisor dalam pendidikan adalah kepala
sekolah, penelik sekolah, dan para pengawas ditingkatkan kabupaten/kotamadya,
serta staf di kantor bidang yang ada di tiap provinsi.
Mulyasa
(2006) supervisi sesungguhnya dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang
berperan sebagai supervisor, tetapi dalam sistem organisasi modern diperlukan
supervisor khusus yang lebih independent,
dan dapat meningkatkan obyektivitas dalam pembinaan dan pelaksanaan tugas.
Jika
supervisi dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka ia harus mampu melakukan berbagai
pengawasan dan pengendalian untuk meningkatkan kinerja tenaga kependidikan.
Pengawasan dan pengendalian ini merupakan kontrol agar kegiatan pendidikan di
sekolah terarah pada tujuan yang telah ditetapkan. Pengawasan dan pengendalian
juga merupakan tindakan preventif untuk mencegah agar para tenaga kependidikan
tidak melakukan penyimpangan dan lebih berhati-hati dalam melaksanakan
pekerjaannya.
Model Pembelajaran Treffinger (skripsi dan tesis)
Model pembelajaran
treffinger diperkenalkan oleh Donald J
Treffinger pada tahun 1986. Model
pembelajaran Treffinger adalah
pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks.
a.
Keterbukaan - urun ide -
penguatan.
b.
Penggunaan ide kreatif –konflik
internal –skill.
c.
Proses rasa – pikir kreaktif
dalam memecahkan masalah secara mandiri melalui pemanasan minat – kuriositi -
tanya.
d.
Kelompok –kerjasama.
e.
Kebebasan –terbuka.
f.
Reward (Herdian,2009)
Jadi dapat
disimpulkan bahwa model terffinger adalah proses berfikir kreaktif dengan basis
kematangan dan pengetahuan dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui
pemanasan minat, yang tahap-tahapnya meliputi: orientasi, permahaman diri dan
kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap
kreaktif, pemicu gagasan kreaktif, serta pengembangan kemampuan memecahkan
masalah yang nyata dan kompleks.
Sehingga
langkah-langkah yang diambil dalam melaksanakan model Treffinger adalah :
a.
Siswa diberikan orientasi
tentang pelajaran yang akan dipelajari.
b.
Siswa diberikan permasalahan.
c.
Siswa menyelesaikan
permasalahan secara mandiri.
d.
Dibentuk suatu kelompok untuk
mendiskusikan penyelesaian permasalahan dengan teman untuk hasil yang maksimal.
e.
Siswa mempresentasikan hasil
diskusi di depan kelas.
f.
Memberikan reward dengan memberikan tanggapan
Model Treffinger merupakan salah satu dari sedikit model yang menangani
masalah kreativitas secara langsung dan memberikan saran-saran praktis
bagaimana mencapai keterpaduan. Dengan melibatkan, baik ketrampilan kognitif
maupuan afektif pada setiap tingkat dari model ini, model Treffinger
menunjukkan saling hubungan dan ketergantungan antara keduanya dalam mendorong
belajar kreatif (Irnawati, 2009: 7).
Model Treffinger adalah seperangkat cara dan prosedur
kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi orientasi, pemahaman diri dan
kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan berfikir dan bersikap kreatif,
pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta pengembangan kemampuan memecahkan masalah
yang nyata dan kompleks (Suryanti, 2010: 2)
Kerja siswa ini didasarkan pada suatu model kreatif 3 level
milik Treffinger yaitu divergent
functions, complex thingking and
felling process dan involment in real
challenges. Metode yang digunakan pada penelitian adalah kuasi eksperimen
dengan desain penelitian menggunakan time series design (Farmahni, 2009: 1).
Model Treffinger adalah
seperangkat cara dan prosedur kegiatan belajar yang tahap-tahapnya meliputi
orientasi, pemahaman diri dan kelompok, pengembangan kelancaran dan kelenturan
berfikir dan bersikap kreatif, pemacu gagasan-gagasan kreatif, serta
pengembangan kemampuan memecahkan masalah yang nyata dan kompleks (Efendi,
2010: 1).
Treffinger (1980)
dalam Semiawan (1984) berpendapat bahwa belajar kreatif adalah pembelajaran
yang menjadikan siswa peka atau sadar akan masalah, kekurangan-kekurangan,
kesenjangan dalam pengetahuan, unsur-unsur yang tidak ada, ketidakharmonisan,
dan sebagainya. Dalam belajar kreatif siswa mengumpulkan informasi yang ada,
membataskan kesukaran atau menemutunjukkan (mengidentifikasi) unsur yang tidak
ada, mencari jawaban, membuat hipotesis, mengubah, menguji, menyempurnakannya,
dan akhirnya mengkomunikasikan hasil-hasilnya. Disamping itu dalam proses
belajar kreatif digunakan proses berfikir divergen (proses berfikir
bermacam-macam arah dan menghasilkan banyak alternatif penyelesaian) dan proses
berfikir konvergen (proses berfikir yang mencari jawaban tunggal) (munandar,
1992).
Adapun
karakteristik Pembelajaran Kreatif Model Treffinger
dalam mengembangkan kemampuan kreativitas siswa dalam memecahkan masalah adalah
(1) mengasumsikan bahwa kreativitas adalah proses dan hasil belajar. (2)
dilaksanakan kepada semua siswa dalam berbagai latar belakang dan tingkat
kemampuan. (3) mengintegrasikan dimensi kognitif dan afektif dalam
pengembangannya. (4) melibatkan
secara bertahap kemampuan berfikir konvergen dan divergen dalam proses
pemecahan masalah. (5) memiliki tahapan pengembangan yang sistematik, dengan
beragam metode dan teknik untuk setiap tahap yang dapat diterapkan secara
fleksibel (Pomalato, 2005).
Pembelajaran
Kreatif Model Treffinger ini dapat membantu siswa untuk berfikir kreatif dalam
memecahkan masalah, membantu siswa dalam menguasai konsep-konsep fisika yang
diajarkan, serta memberikan kesempatan kepada siswa untuk menunjukkan
potensi-potensi kemampuan yang dimilikinya termasuk kemampuan kreativitas dan
kemampuan pemecahan masalah. Dengan kreativitas yang dimiliki siswa berarti
siswa mampu menggali potensinya dalam berdaya cipta, menemukan gagasan, serta
menemukan pemecahan atas masalah yang dihadapinya yang melibatkan proses
berfikir (Munandar, 1992).
Semiawan
(1984) menyatakan Pembelajaran Kreatif Model Treffinger terdiri dari tiga tahap
antara lain : Tahap Pengembangan Fungsi-Fungsi Divergen, pada tahap ini
penekanannya keterbukaan kepada gagasan-gagasan baru dan berbagai kemungkinan
atau alternatif penyelesaian. Kegiatan-kegiatan pada tahap ini tidak mengarah
kepada ditemukannya satu jawaban yang benar tetapi ada sejumlah kemungkinan
jawaban dari penerimaan banyak gagasan dan jawaban yang berbeda. Tujuan dari
tahap pengembangan fungsi-fungsi divergen ini adalah mempersiapkan materi yang
akan diajarkan kepada siswa.
Teknik-teknik
yang digunakan pada pengembangan fungsi-fungsi divergen antara lain: (1) teknik
pemanasan, teknik pemanasan yaitu memberikan pertanyaan-pertanyaan terbuka yang
menimbulkan minat dan merangsang rasa ingin tahu siswa sehingga diperoleh
gagasan sebanyak mungkin. (2) teknik pemikiran dan perasaan berakhir terbuka,
yaitu mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang memberikan kesempatan timbulnya
berbagai macam jawaban. (3) sumbang saran, yaitu keterbukaan dalam memberikan
gagasan, menerima dan menghasilkan banyak gagasan. (4) daftar penulisan
gagasan, yaitu penulisan gagasan yang dimiliki siswa. (5) penyusunan sifat,
yaitu suatu teknik yang digunakan untuk menimbulkan banyak gagasan tentang
suatu objek atau masalah dan (6) hubungan yang dipaksakan, yaitu memaksakan
suatu hubungan antara objek-objek atau situasi yang dimasalahkan dengan
unsur-unsur lain untuk menimbulkan gagasan baru (Munandar, 1992). Teknik-teknik
ini bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan
gagasannya atau jawaban dalam memecahkan masalah.
Tahap
Pengembangan Berfikir dan Merasakan Secara Lebih Kompleks, pada tahap ini
penekanannya pada penggunaan gagasan dalam situasi kompleks disertai ketegangan
dan konflik. Siswa diajak untuk meluaskan pemikiran mereka dan berperan serta
dalam kegiatan-kegiatan yang lebih majemuk dan menantang serta mempersiapkan
siswa untuk menjadi mandiri dalam menghadapi masalah atau tantangan dengan cara
yang kreatif. Tujuan dari tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara
lebih kompleks adalah untuk memahami konsep serta menambah wawasan dengan
menghubungkan materi sebelumnya dan materi selanjutnya.
Teknik-teknik
yang digunakan pada tahap pengembangan berfikir dan merasakan secara lebih
kompleks antara lain : (1) analisis morfologis, yaitu bertujuan untuk
mengidentifikasi ide-ide baru dengan cara mengkaji secara cermat struktur
masalah. (2) bermain peran dan sosial drama, yaitu membantu siswa untuk
menangani konflik dan masalah yang timbul dari pengalaman kehidupannya. (3)
synectics, yaitu mempertemukan bersama berbagai unsur dengan menggunakan kiasan
untuk memperoleh satu pandangan baru.
Tahap keterlibatan
dalam tantangan nyata, pada tahap ini penekanannya pada penggunaan proses
berfikir dan merasakan secara kreatif untuk memecahkan masalah secara bebas dan
mandiri. Tujuan dari tahap keterlibatan dalam tantangan nyata adalah menerapkan
konsep tentang materi yang diajarkan.
Teknik
pemecahan masalah pada tahap keterlibatan dalam tantangan nyata terdiri dari :
(1) menemukan fakta, yaitu siswa diharapkan dapat mengumpulkan situasi masalah
yang dirasakannya. (2) menemukan masalah, yaitu siswa diharapkan agar dapat menjelaskan
masalah dengan melihat masalah dari sudut atau objek yang berbeda-beda. (3)
menemukan gagasan, yaitu siswa diupayakan agar dapat mengembangkan sebanyak
mungkin gagasan untuk memecahkan masalah yang diberikan. (4) menemukan
penyelesaian, yaitu siswa diharapkan dapat menemukan tolak ukur untuk menilai
setiap gagasan. (5) menemukan penerimaan, yaitu siswa diupayakan dapat memilih
gagasan-gagasan yang paling baik untuk menemukan suatu hasil akhir yang dapat
diterima dan dilaksanakan.
Langkah-langkah pembelajaran model Treffinger dimulai
dari tingkat I, dilanjutkan tingkat II, dan tingkat III. Kegiatan pembelajaran
tingkat I, yaitu (1) pemberian masalah terbuka, (2) siswa melakukan
diskusi untuk menyampaikan gagasan atau idenya, (3) guru memberikan suatu
masalah terbuka operasi hitung pecahan dengan jawaban lebih dari satu
selesaian, (4) guru memberikan lembar tugas, untuk menuliskan gagasan
dengan cara mendaftar sesuai kreativitas. Kegiatan pembelajaran tingkat
II, yaitu (1) memberikan kegiatan yang menantang, (2) berdiskusi untuk bermain,
(3) memberikan contoh analog atau kiasan dari kata penjumlahan, pengurangan,
perkalian dan pembagian, (4) memberikan suatu cerita yang berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari tentang operasi hitung pecahan, (5) membuat kesimpulan
terhadap penyelesaian masalah operasi hitung pecahan. Kegiatan pembelajaran
tingkat III, yaitu (1) memberikan suatu masalah dalam kehidupan sehari-hari,
(2) siswa membuat cerita yang berkaitan dengan operasi hitung pecahan dan
membuat pertanyaan serta penyelesaian secara mandiri, (3) menyelesaikan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, (4) siswa menyebutkan
langkah-langkah dalam menyelesaikan suatu masalah, (5) memberikan suatu masalah
dalam bentuk narasi dan dialog, kemudian diselesaikan siswa sesuai dengan ide
kreatifnya, (6) pemberian reward (Haryono, Ari Dwi, 2009: 1)
Langganan:
Postingan (Atom)