Minggu, 16 Oktober 2016

Perubahan Pemanfaatan Ruang Kota


Perubahan pemanfaatan ruang dapat ditinjau dari dua sudut berbeda yaitu secara fungsional dan secara legal. Secara fungsional, perubahan pemanfaatan ruang mengacu pada pemanfaatan sebelumnya, yaitu adanya suatu pemanfaatan ruang baru yang berbeda dengan pemanfaatan ruang sebelumnya. Sedangkan dari sudut legal, perubahan pemanfaatan ruang mengacu pada rencana tata ruang yang disahkan yaitu pemanfaatan baru atas tanah (lahan atau ruang) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang wilayah yang telah disahkan.
Dalam peraturan pengendalian pengunaan lahan, perubahan pemanfaatan ruang pada tingkat persil dikenal dengan nama spot zoning. Spot zoning adalah perubahan perubahan suatu bagian lahan dari pemanfaatan yang kurang intensif menjadi pemanfaatan yang lebih intensif atau suatu proses mengkhususkan sebidang persil lahan untuk pemanfaatan yang berbeda dengan dan tidak konsisten dengan wilayah sekitarnya semata-mata demi keuntungan pemilik lahan tersebut dan menyebabkan kerugian bagi pemilik lahan di sekitarnya (Mandelker, 1993 dalam Zulkaidi).
Jenis perubahan pemanfaatan lahan mencakup:
1.  Perubahan fungsi (use) adalah perubahan jenis kegiatan. Perubahan fungsi membawa dampak yang paling besar terhadap lingkungannya karena menimbulkan dampak baru yang sebelumnya tidak terjadi.
2.  Perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan bangunan, dan lain-lain. Perubahan intensitas untuk kegiatan sejenis memperbesar dampak yang telah ada.
3.  Perubahan teknis massa bangunan (bulk), mencakup antara lain perubahan GSB, tinggi bangunan, dan perubahan lainnya tanpa mengubah fungsi dan intensitasnya. Perubahan teknis bangunan merupakan pelanggaran yang paling ringan dampaknya. Umumnya perubahan pemanfaatan lahan merupakan kombinasi dari dua atau tiga jenis perubahan tersebut.

Tidak ada komentar: