Jumat, 07 Desember 2012

Judul Skripsi Manajemen; Faktor Kepuasan Konsumen

Dalam mengevaluasi kepuasan terhadap pelayanan perusahaan tertentu, konsumen umumnya mengacu pada beberapa faktor atau dimensi, faktor – faktor yang sering digunakan dalam mengevaluasi produk yang bersifat intangible, konsumen umumnya menggunakan beberapa atribut. Zeithamal et ai 1993 (dalam Tjiptono, 1995) mengungkapkan bahwa ada beberapa macam hal  yang diyakini merupakan faktor – faktor yang sangat penting dalam upaya mening-katkan kepuasan konsumen, diantaranya ditentukan oleh harapan konsumen dan kualitas produk atau pelayanan produk, faktor – faktor yang mempengaruhi meliputi:
a.    Word of mouth
Berupa rekomendasi atau saran dari orang lain selain organisasi kepada konsumen.
b.    Perceived sevice alternatives
Merupakan persepsi konsumen terhadap tingkat atau derajat pelayanan perusahaan lain yang sejenis.
c.    Sellf-perceived service roles
Persepsi konsumen tenteng tingkat atau derajat keterlibatannya dalam mempengaruhi produk yang diterimanya.
d.    Personal needs
Kebutuhan yang dirasakan mendasar bagi seseorang dan sangat menentukan harapannya.
e.    Situational factors
Faktor situational terdiri atas segala kemungkinan  yang bisa mempengaruhi kinerja produk, yang berada diluar kendali penyediaan produk.
f.      Explicit service promises
Pernyataan secara personal atau non personal oleh organisasi tentang produknya kepada konsumen.

g.    Implicit sevice promises
Petunjuk yang berkaitan dengan produk, yang memberikan kesimpulan bagi konsumen tentang produk yang bagaimana yang seharusnya dan akan diberikan.
h.    Past experience
Pengalaman masa lampau meliputi hal – hal yang telah dipelajari atau diketahui konsumen dari yang pernah diterimanya di masa lalu.
Kloter (2002) mengemukakan aspek – aspek kepuasan konsumen sebagai berikut:
a.    Kualitas Produk
Konsumen merasa puas jika produk yang ditawarkan berkualitas tinggi, produk dengan kualitas rendah akan menaggung resiko konsumen yang tidak merasa puas.
b.    Kualitas pelayanan
Konsumen akan merasa puas jika pelayanan yang didapat sesuai dengan harapannya. Semakin tinggi kualitas pelayanan yang didapatkan maka semakin tinggi tingkat kepuasan konsumen.
c.    Emosional
Kepuasan yang melibatkan emosi yang diakibatkan oleh perceived quality yang tinggi. Penggunaan produk dengan merk tertentu yang mengundang kagum orang lain cenderung membuat tinggkat kepuasan lebih tinggi. 
d.    Harga
Konsumen memperoleh dengan kualitas sama tapi dengan harga yang relatif murah, hal ini membuat produk bernilai lebih tinggi dan membuat konsumen merasa puas.
e.    Biaya
Konsumen perlu puas bila tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk mendapatkan produk dengan kualitas seperti yang diharapkan. Biaya tambahan tersebut dapat berwujud waktu, uang atau kinerja yang ditanggung oleh konsumen sebagai konsekuensi untuk memilih antara meneruskan pembelian atau berganti merk lain.

Judul Skripsi Manajemen: Dimensi Dalam Kepuasan Konsumen

Singh (dalam Tjiptono, 1997) mengkategorikan tiga aspek untuk mengetahui individu merasa puas atau tidak puas, yaitu :
a.      Voice respon
Meliputi usaha menyampaikan keluhan atau pujian secara langsung atau meminta ganti rugi kepada perusahaan yang bersangkutan.
b.    Private response
Diberlakukan dengan cara memberitahukan kolegan, rekan atau keluarganya mengenai pengalaman dengan produk atau produk perusahaan yang bersangkutan baik yang bagus maupun yang buruk.
c.    Thirt party analysis
Usaha meminta ganti rugi secara hokum, mengadu lewat media massa atau secara langsung mendatangi lembaga konsumen, instalasi hokum dan sebagainya.
Kotler (2002) mengemukakan pendapat tentang aspek – aspek kepuasan konsumen, meliputi:
a.    Expectation (harapan)
Hal yang mempengaruhi kepuasan konsumen diawali pada tahap sebelum pembelian, yaitu ketika konsumen menyusun harapan tentang apa yang akan diterima dari produk atau produk.
b.    Perfomance (kinerja)
Selama kegiatan konsumsi, konsumen konsumen merasakan kinerja dan manfaat dari produk dan produk secara actual dilihat dari dimensi kepentingan konsumen.
c.    Comparisme ( kesesuaian)
Setelah mengkonsumsi, baik harapan sebelum pembelian dan persepsi kinerja actual dibandingkan oleh konsumen. 
d.    Confirmation atau Disconfirmation (penegasan)
Penegasan dari harapan konsumen, apakah harapan pra-pembelian dengan persepsi pembelian sama atau tidak.
e.    Discrepancy ( ketidak sesuaian)
Jika tingkat kinerja tidak sama, pengakuan ketidaksamaan menentukan perbedaan satu sama lain. Diskonfirmasi yang negatif menentukan kinerja yang actual ada dibawah tingkat harapan maka semakin besar ketidak puasan konsumen.
Atribut-atribut dari kepuasan konsumen secara universal menurut Dutka (dalam Samuel, 2005) adalah:
a.    Attributes related to the product,
1.      value-price relationship, merupakan faktor sentral dalam menentukan kepuasan konsumen, apabila nilai yang diperolah konsumen melebihi apa yang dibayar, maka suatu dasar penting dari kepuasan konsumen telah tercipta;
2.      product quality, merupakan penilaian dari mutu suatu produk.
3.       product benefit, merupakan manfaat yang dapat diperoleh konsumen dalam menggunakan suatu produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dan kemudian dapat dijadikan dasar positioning yang membedakan perusahaan tersebut dengan perusahaan lainnya.
4.       product features, merupakan ciri- ciri tertentu yang dimiliki oleh suatu produk sehingga berbeda dengan produk yang ditawarkan pesaing.
5.       product design, merupakan proses untuk merancang gaya dan fungsi produk yang menarik dan bermanfaat.
6.       product reliability and consistency, merupakan keakuratan dan keterandalan produk yang dihasilkan oleh suatu perusahaan dalam jangka waktu tertentu dan menunjukkan pengiriman produk pada suatu tingkat kinerja khusus.
7.       Range of product or service, merupakan macam dari layanan yang ditawarkan oleh perusahaan.
b.    Attributes related to service
1.      guarantee or warranty, merupakan jaminan yang diberikan oleh suatu perusahaan terhadap produk yang dapat dikembalikan bila kinerja produk tersebut tidak memuaskan.
2.      delivery, merupakan kecepatan dan ketepatan dari proses pengiriman produk dan produk yang diberikan perusahaan terhadap konsumennya.
3.       complaint handling, merupakan penanganan terhadap keluhan yang dilakukan oleh konsumen terhadap perusahaan.
4.       resolution of problem, merupakan kemampuan perusahaan dengan serius dan memecahkan masalah yang dihadapi oleh konsumen.
c.    Attributes related to purchase
1.         courtesy, merupakan kesopanan, perhatian, pertimbangan, keramahan yang dilakukan karyawan dalam melayani konsumennya.
2.         communication, merupakan proses penyampian informasi yang dilakukan oleh karyawan perusahaan kepada konsumennya.
3.         ease or convenience acquisition, merupakan kemudahan untuk mendapatkan pengetahuan tentang produk dari perusahaan.
4.         company reputation, adalah reputasi yang dimiliki perusahaan dapat mempengaruhi pandangan konsumen terhadap perusahaan tersebut yang akan mengurangi ketidakpastian dan resiko dalam keputusan pembelian.
5.         company competence, adalah kemampuan suatu perusahaan untuk mewujudkan permintaan yang diajukan oleh konsumen dalam memberikan pelayanan.
Wilkie (1994) membagi kepuasan konsumen kedalam lima elemen, yaitu: 
a.  Expectations
Pemahaman mengenai kepuasan konsumen dibangun selama fase prapembelian melalui proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh konsumen. Sebelum melakukan pembelian, konsumen mengembangkan expectation (pengharapan) atau keyakinan mengenai apa yang konsumen harapkan dari suatu produk ketika konsumen menggunakan suatu produk tersebut. Pengharapan ini akan dilanjutkan kepada fase pasca pembelian, ketika konsumen secara aktif mengkonsumsi kembali produk tersebut.
b.  Performance
Selama mengkonsumsi suatu produk, konsumen menyadari kegunaan produk aktual dan menerima kinerja produk tersebut sebagai dimensi yang penting bagi konsumen.
c.   Comparison
Setelah mengkonsumsi, terdapat adanya harapan prapembelian dan persepsi kinerja aktual yang pada akhirnya konsumen akan membandingkan keduanya.
d.  Confirmation/disconfirmation
Hasil dari perbandingan tersebut akan menghasilkan confirmation of expectation, yaitu ketika harapan dan kinerja berada pada level yang sama atau akan menghasilkan disconfirmation of expectation, yaitu jika kinerja aktual lebih baik atau kurang dari level yang diharapkan.
e.   Discrepancy
Jika level kinerja tidak sama, discrepancy mengindikasikan bagaimana perbedaan antara level kinerja dengan harapan. Negative disconfirmations, yaitu ketika kinerja aktual berada dibawah level harapan, kesenjangan yang lebih luas lagi akan mengakibatkan tingginya level ketidakpuasan. 

Judul Skripsi Manajemen: Kepuasan Konsumen

Day (Tjiptono, 1995) menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah respon konsumen terjadap evaluasi ketidaksuaian yang dirasakan antara harapan sebelumnya dan kinerja aktual produk yang dirasakan setelah pemakaian. Dalam suatu penggunaan suatu produk konsumen sering mengevaluasi berbagai macam produk yang akan digunakan sehingga merasa puas apabila harapannya sesuai dengan kinerja aktual produk yang digunakan.
Wilkie (Tjiptono,1995) mendefinisikan kepuasan konsumen sebagai sebagai suatu tanggapan emosional pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk atau layanan. Anwar (dalam Stefanus, 2008) menyatakan bahwa kepuasan konsumen adalah suatu yang dipengaruhi oleh nilai - nilai suatu layanan (service) yang disuguhkan pegawai kepada konsumen. Nilai konsumen tersebut tercipta karena tingkat kepuasan, loyalitas, dan produktifitas yang disumbangkan oleh pegawai.
Engel. et al. (Tjiptono,1995) menyatakan bahwa kepuasan konsumen merupakan evaluasi pernah beli dimana alternatif yang dipilih sekurang–kurangnya sama atau melampau harapan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil (outcome) tidak memenuhi harapan. Kloter (2002) menandaskan bahwa kepuasan konsumen adalah tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (atau hasil) yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya.
Kotler (2000) menyebutkan kepuasan adalah perasaan senang atau kecewa seseorang yang berasal dari perbandingan antara kesannya terhadap kinerja (hasil) sesuatu produk dengan harapannya. Kepuasan adalah semacam langkah perbandingan antara pengalaman dengan hasil evaluasi, dapat menghasilkan sesuatu yang nyaman secara rohani, bukan hanya nyaman karena dibayangkan atau diharapkan. Puas atau tidak puas bukan merupakan emosi melainkan sesuatu hasil evaluasi dari emosi.

Judul Skripsi Manajemen: Faktor Prestasi Kerja

Cambell, mengungkapkan bahwa keberhasilan individu dalam melaksanakan tugas akan dapat tercapai bila ada kesesuaian antara tuntutan tugas (job demand) dan karakteristik individu (individual characteristic), Milton (1981); artinya setiap tugas mempunyai tuntutan yang berbeda-beda terhadap karakteristik yang harus dipenuhi individu agar tuga tersebut dapat dikerjakan dengan berhasil.
Menurut Korman (1971), ada dua aspek yang saling berhubungan dalam menentukan prestasi kerja, yaitu :
1.      Skill dan Ability
a.       Kecerdasan, meliputi aktivitas intelektual yang dihasilkan dari pengalaman yang sebelumnya (John Locke)
b.      Kemampuan
c.       Kreativitas
d.      Motor Ability, merupakan kemampuan yang lebih banyak menggunakan tangan dan gerakan-gerakan anggota badan
e.       Cognitive Complexity, yaitu cara pekerja menerima dan mengeluarkan dengan menggunakan informasi.
2.      Persepsi
Pekerja tidak dapat bekerja dengan baik dan berhasil bilamana pekerja tersebut tidak dapat menerima atau mengetahui tingkah laku apa yang dibutuhkan dalam menghadapi pekerjaannya secara tepat. Ketepatan dalam mempersepsi apa yang dituntut oleh pekerja merupakan fungsi yang kompleks dari motivasi.
Kemudian Zeitz (1994) mengatakan bahwa prestasi kerja dipengaruhi oleh dua hal utama, yaitu :
a.       Faktor organisasional (perusahaan) meliputi sistem imbal jasa, kualitas pengawasan, beban kerja, nilai dan minat, serta kondisi fisik dari lingkungan kerja.
b.      Faktor personal meliputi sifat kepribadian (personality trait), senioritas, masa kerja, kemampuan ataupun keterampilan yang berkaitan dengan bidang pekerjaan dan kepuasan hidup.
Selain itu Schultz (1973:165) juga mengemukakan bahwa keberhasilan pekerja, berhubungan dengan jenais atau macam dari pekerjaan itu sendiri, yaitu :
1.      Production Job
Yaitu pekerjaan dimana secara kuantitatif, organisasi dapat membuat suatu patokan yang objektif dari hasil pekerjaan. Penilaian, selain melibatkan niali kuantitaif, juga melibatkan kualitasnya.
Contoh hasil kerja production job :
  1. kuantitaif hasil, yaitu jumlah unit yang dihasilkan dalam periode tertentu yang telah ditentukan
  2. kualitas hasil, yaitu jumlah unit kesalahan yang dihasilkan
  3. gaji, yaitu pendapatan pekerja yang diterima serta tingkat penambahn upah
  4. kecelakaan, yaitu catatan tentang kecelakaan yang terjadi dalam bekerja
  5. absensi, yaitu ketidakhadiran pekerja selama masa tugas
2.      Non Production Job
Yaitu hasil pekerjaan yang diukur secara kualitatif, penilaian yang dilakukan hanya berdasarkan “Human Judgement” atau pertimbangan subjektif, oleh karena itu diusahakan adanya suatu standar penilaian yang objektif.
Dalam membahas mengenai Performance perlu diketahui mengenai Potential Performance dan Actual Performance, yang dijabarkan sebagai berikut :
1.      Potential Performance, merupakan kekuatan atau upaya yang dimiliki pekerja untuk menyelesaikan pekerjaannya dan memperoleh hasil yang maksimal. Prestasi potensial merupakan faktor “dalam” yang menunjang keberhasilan kerja, seperti minat. Motivasi, kemampuan dan keterampilan.
2.      Actual Performance, merupakan taraf hasil kerja yang nyata dari perkerjaan seseorang yang berupa output atau keluaran. Hal ini akan menunjukkan keberhasilan atau kegagalan pekerja dalam melaksanakan pekerjaan dalam lingkungan kerjanya.
-o

Judul Skripsi Psikologi; Pengertian Prestasi Kerja

Dalam suatu organisasi atau perusahaan, prestasi kerja dari setiao karyawan merupkan suatu hal yang penting bagi organisasi atau perusahaan. Dengan adanya prestasi kerja yang tinggi dari setiap karyawan akan meningkatkan produktivitas perusahaan atau organisasi.
Menurut Agus Dharma (1985), yang dimaksud dengan prestasi kerja adalah hasil yang dicapai oleh pekerja di dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang dibebankan kepadanya.
Menurut Maier (1965), prestasi kerja adalah sesuatu yang nyata yang dilakukan seseorang di bawah kondisi tertentu. Di dalam pekerjaannya (job), hal tersebut tergantung pada kemampuannya (ability) serta motivasi (motivation) atau kemauan (willingness) yang dimiliki orang bersangkutan. Maier menganggap bahwa variable ability merupakan variable yang paling penting untuk menentukan performance, dengan asumsi bahwa motivasi seseorang mungkin sama dengan orang lain bila situasi berhasil dikuasai.
Lawler & Porter (dalam As’ad, 1991) menyatakan bahwa prestasi kerja adalah kesuksesan kerja yang diperoleh seseorang dari perbuatan atau hasil yang bersangkutan.
Menurut Ivancevich, Szilagyi dan Wallace (1977), kombinasi kemampuan (ability) seseorang denga usaha (effort) akan menghasilkan tingkah laku tertentu (behavior) yang spesifik dan tingkah laku inilah yang akan menentukan perilaku kerja seseorang (job performance). 

Judul Skripsi Psikologi; Faktor Dalam Beban Kerja

  1. Faktor Lingkungan Fisik
Faktor lingkungan fisik adalah lingkungan pekerjaan itu sendiri (Cohen:1980). Kondisi-kondisi fisik di lingkungan kerja meliputi :
  1. Rancangan ruang kerja (Work space design)
Meliputi kesesuaian pengaturan susunan kursi, meja dan fasilitas kantor lainnya. Hal ini berpengaruh cukup besar terhadap kenyamanan dan tampilan kerja pegawai.
  1. Rancangan pekerjaan (Termasuk peralatan dan prosedur kerja)
Meliputi peralatan kerja dan prosedur atau metode kerja. Peralatan kerja yang tidak sesuai dengan pekerjaannya, akan mempengaruhi kesehatan dan hasil kerja.
  1. Kondisi fisik lingkungan kerja (Kebisingan, ventilasi, penerangan)
Penerangan, ventilasi dan kebisingan sangat berhubungan dengan kenyamanan dalam bekerja.
  1. Tingkat visual privacy serta acoustical privacy
Pekerjaan-pekerjaan tertentu membutuhkan tempat kerja yang dapat memberikan privacy bagi pegawainya. Privacy diartikan sebagai keleluasaan pribadi terhadap hal-hal yang menyangkut dirinya dari kelompoknya. Visual privacy berhubungan dengan faktor penglihatan, sedangkan acoustical privacy berhubungan dengan pendengaran. Biasanya acoustical privacy lebih besar pengaruhnya dari pada visual privacy.
  1. Faktor Lingkungan Psikis
Lingkungan psikis di lingkuangan kerja dapat berdampak positif atau negative. Hal ini sangat bergantung bagaimana individu menanggapinya. Faktor lingkungan psikis merupakan hal-hal yang menyangkut hubungan social dan keorganisasian. Keith Davis (1984), mengemukakan beberapa kondisi psikis yang mempengaruhi kepuasan kerja seseorang yang meliputi :
  1. Pekerjaan yang berlebihan (Work Overload)
Pada umumnya pekerjaan yang berlebihan merupakan hal-hal yang menekan dapat menimbulkan ketegangan (tension). Pekerjaan yang berlebihan belum tentu menimbulkan stress, sehingga pegawai belum tentu pula merasa kurang aman dalam menghadapi pekerjaannya.
  1. Desakan waktu (Time urgency)
Waktu yang terbatas atau mendesak dalam penyelesaian suatu pekerjaan merupakan hal-hal yang menekan yang dapat menimbulkan ketegangan (tension). Waktu yang terbatas juga tidak cukup untuk menimbulkan stress, apalgi tugas yang diselesaikan hanya sedikit.
  1. Sistem Pengawasan yang buruk (Poor quality of supervisor)
Sistem pengawasan yang buruk, dapat menimbulkan ketidakpuasan. Seperti ketidakstabilan suasana politik, kurangnya umpan balik prestasi kerja dan kuarng pemberian wewenang sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan.
  1. Kurang Tepatnya pemberian kewenangan sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan (Inadequate authority to match responsibilities)
Akibat dari pengawasan yang buruk akan menimbulkan efek pada pemberian wewenang yang tidak sesuai dengan tanggung jawab yang dituntut pekerja. Pekerja yang tanggung jawabnya besar dari wewenang yang diberikan akan mudah mengalami perasaan tidak sesuai yang akhirnya menimbulkan ketidakpuasan.
  1. Kurangnya umpan balik prestasi kerja (insufficient performance feedback)
Sistem pengawasan yang buruk atau kurangnya umpan balik prestasi kerja dapat menimbulkan ketidakpuasan kerja. Umpan balik prestasi kerja misalnya adalah promosi.
  1. Ketidakjelasan peran (role ambiguity)
Ketidakjelasan peran dapat berarti pula ketidaksesuaian antara status kerja dengan aspek-aspek lain dalam kehidupan.
  1. Perbedaan nilai-nilai perusahaan dengan nilai-nilai yang dimiliki pekerja (differences between company’s and employee’s)
Kebijakan perusahaan kadang-kadang sering bertolak belakang dengan diri pekerja. Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, karena pada dasarnya perusahaan lebih berorientasi pada keuntungan (provit). Sedangkan pekerja menuntut upah tinggi, kesejahteraan serta adanya jaminan kerja yang memuaskan.
  1. Frustasi (frustration)
Frustasi sebagai kelanjutan daari konflik, pada terhambatnya usaha mencapai tujuan. Misalnya harapan perusahaan tidak sesuai dengan harapan pekerja. Hal ini akan menimbulkan ketidakpuasan yang apabila berlangsung terus menerus akan menimbulkan frustasi.
  1. Perubahan-perubahan dalam segala bentuk (change of anytipe)
Perubahan-perubahan yang terjadi dalam pekerjaan akan mempengaruhi cara-cara orang bekerja. Hal ini berarti terjadinya ketidakstabilan pada situasi kerja. Perubahan menuntut penyesuaian agar terjadi kestabilan pada situasi kerja dapat berupa perubahan jenis pekerjaan, perubahan organisasi, pergantian pimpinan maupun perubahan politik perusahaan.
  1. Perselisihan antar pribadi dan antar kelompok (interpersonal and intergroup conflict)
Perselisihan juga terjadi akibat adanya perbedaan tujuan antara nilai-nilai yang dianut dua pihak. Dampak negative perselisihan adalah ,terjadinya gangguan dalam komunikasi, kekompakan dan kerja sama. Sedangkan manfaatnya adalah adanya usaha positif untuk mengatasi perselisihan, daya juang yang tinggi untuk mencapai tujuan dan kemampuan untuk menyesuaikan diri terhadap perubahan maupun tuntutan dari lingkungan. Situasi yang sering menimbulkan perselisihan di tempat kerja antara lain : persaingan, ketergantungan pada tugas, ketidakjelasn dalam pembagian wewenang, masalah status dan perbedaan individu. 
  1. Suasana politik yang tidak aman (insecure political climate)
Ketidakstabilan suasana politik dapat terjadi di lingkungan kerja maupun di lingkungan lebih luas lagi. Misalnya karena situasi politik, terjadi devaluasi di suatu Negara, sehingga menimbbulkan ketidakstabilan perusahaan-perusahaan yang ada di Negara tersebut dan sekaligus mempengaruhi oaring-orang yang bekerja disana.
            Pada umumnya pekerjaan yang berlebihan itu merupakan yang menekan yang dapat menimbulkan ketegangan, hal ini sering menjadi beban atau tekanan bagi sebagian orang, tetapi bisa juga bukan merupakan tekanan bagi sebagian orang lainnya. Hal ini tergantung pada bagaimana individu menyikapi beban kerja yang dihadapinya. Bagaimana cara seseorang menghayati dan menilai suatu objek, dalam hal ini beban kerja, tidak lepas dari pengalaman dan harapan-harapan orang itu sendiri. 

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen; Beban Kerja

Istilah beban sering ditafsirkan sebagai suatu hal yang memberatkan atau yang menekan bagi kehidupan seseorang. Pengertian beban itu sendiri dalam kamus umum bahasa Indonesia adalah barang yang berat yang di bawa (dipikul) atau dijunjung dan sebagainya).
Beberapa pengertian tentang beban kerja yang dikemukakan beberapa ahli diantaranya adalah :
Gibson dan Ivancevich (1993:163), menjelaskan sebagai berikut :
“Tekanan sebagai tanggapan yang tidak dapat menyesuaikan diri, yang dipengaruhi oleh perbedaan individual atau proses psikologis, yakni suatu konsekuensi dari setiap tindakan ekstern (lingkungan, situasi, peristiwa yang terlalu banyak mengadakan tuntutan psikologi atau fisik) terhadap seseorang”
Menurut Ghoper dan Donchin (1986), menyatakan bahwa beban kerja terdiri dari perbedaan antara kapasitas system pemroses informasi yang dibutuhkan untuk mengerjakan tugas sesuai dengan harapan (performans harapan) dan kapasitas yang tersedia pada saat itu (performans actual). Sedangkan Knowles (1990) mengatakan : “Jika seseorang pekerja mampu menyelesaikan tugas tambahan pada saat yang sama mampu mempertahankan performans pada tugas pokok, maka berarti bahwa beban kerja itu sebenarnya masih ringan atau paling tidak sedang. Sebaliknya seorang pekerja tidak mampu menyelesaikan tugas tambahan sedangkan pada saat yang sama tetap mampu mempertahankan performans pada tugas pokok, berarti bahwa beban kerja tugas pokok ini berat dibandingkan dengan beban kerja tugas pokok yang pertama”             
Dari beberapa pengertian beban kerja diatas maka dapat disimpulkan bahwa beban kerja adalah merupakan tuntutan psikologis atau fisik yang mengenai seseorang. Jika seseorang mampu menyesuaikan diri terhadap tuntutan tersebut maka hal ini tidak menjadi suatu beban kerjanya, akan tetapi usaha untuk menyesuaikan dirinya tidak berhasil maka hal ini akan menjadi suatu beban kerja.
Beban kerja sering ditafsirkan sebagai suatu hal yang memberatkan atau menekan dalam bekerja. Beban memiliki arti kiasan yaitu sesuatu yang sukar dilakukan dari pekerjaan yang menjadi tugas. Beban biasanya identik dengan tekanan atau penekan sehingga beban kerja sama halnya dengan suatu tekanan yang tmbul pada seseorang dalam melakukan pekerjaannya. Beban kerja adalah sesuatu yang diluar kemampuan pekerja untuk melakukan pekerjaannya. Selain itu beban kerja merupakan kondisi pekerjaan yang dirasakan oleh pekerja yang berkaitan dengan faktor fisik dan psikis.
Pegawai sebagai seorang individu menyikapi beban kerja yang dirasakan berbeda-beda hal ni berkaitan dengan adanya pemahaman, penghayatan, pengalaman serta kemampuan tiap individu yang berbeda tentang beban kerja. Hal ini juga berkaitan dengan cara pegawai didalam memberikan penilaian terhadap isi atau tuntutan kerja yang diberikan rumah sakit terhadap pekerjaan itu sendiri, sehingga akan menimbulkan rasa senang atau tidak senang, puas atau tidak puas bagi pegawai dalam bekerja.
Untuk melihat beban kerja yang dimaksud dalam penelitian ini, dapat diketahui dari beban kerja sebagai faktor situasional yang terdiri dari lingkungan fisik dan lingkungan psikis.

Judul Skripsi Psikologi: Komponen Dalam Sikap

Sikap terdiri dari 3 komponen dan setiap komponen mempunyai fungsi masing-masing. Fungsi-fungsi tersebut akan diarahkan terhadap obyek tertentu atau situasi. Menurut Gibson (1984:57), komponen sikap terdiri dari :
·         Komponen Kognitif
Merupakan proses mental yang tertinggi yang meliputi kesadaran, pengetahuan dan cara berpikir terhadap suatu masalah. Kesemuanya itu merupakan aspek dari komponen kognitif yang mempersepsi nilai, arti dan fungsi dari suatu obyek atau situasi yang dihadapinya. Dengan demikian komponen kognitif merupakan kesatuan yang membentuk hubungan tertentu antara subyek dan obyek atau situasi. Subyek akan bereaksi secara terarah dengan konsep yang terbentuk dengan situasi (objek yang dihadapinya)
·         Komponen Afektif
Komponen afektif menyangkut masalah emosional subyktif sesorag terhadap suatu obyek sikap. Secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap suatu obyek.
·         Komponen Konatif
Komponen konatif menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri individu berkaitan dengan obyek yang dihadapi. Jadi merupakan suatu kondisi dimana individu telah mengambil keputusan untuk bertindak atau bertingkah laku tertentu terhadap obyek atau situasi.
               Dengan demikian komponen sikap mempunyai fungsi masing-masing tapi komponen-komponen tersebut membentuk suatu kesatuan yang terintegrasi, dalam arti bila suatu komponen tidak berfungsi, maka akan terjadi ketidakseimbangan. Sikap memiliki evaluasi positif dan negatif yang bersifat emosional yang disebabkan oleh komponen afektif. Pengethauan dan perasaan tadi menghasilkan tingkah laku tertentu. Pertama-tama, objek yang dihadapi berhubungan dengan pemikiran dan penalaran sehingga komponen kognitif melukiskan komponen tersebut sekaligus dikaitkan dengan objek lain. Komponen konatif merupakan kecnderungan bertingkah laku yatitu bentuk kesediaan bertingkah laku sesuai dengan sikapnya. Bila individu memiliki sikap positif pada suatu objek, maka ia akan memberi reaksi menerima. Sebaliknya, jika sikapnya negative, maka reaksinya akan menghindar.

Judul Skripsi Psikologi; Pengertian Sikap

   
2.1.1  Pengertian Sikap
         Sikap atau attitude adalah suatu konsep yang dianggap paling penting dalam kajian ilmu psikologi. Pemahaman konsep mengenai sikap telah banyak menolong manusia dalam berbagai hal. Dengan mempelajari sikap, kita akan mengetahui mengapa  orang bertingkah laku tertentu dalam menghadapi suatu situasi. Beberapa ahli mengemukakan pengertian sikap antara lain adalah :
Elwood  N.Chapman (1983:17)
Atttitude is defined by most psychologist as a mental set that causes a perso to respon in a characteristic manner to a given stimulus.
 G.W. Allport ( Elwood N. Chapman, 1983:17 )
An attitude is amental and neural state of readiness organized through experience exerting a directive and dinamic influence  upon the individual’s response to all objects and situations with it is related.
 David Krech (1968:139)
An enduring system positive or negative evaluations,emotional feelings and pro or contra action tendencies with respect to a social object.
 Berdasarkan beberapa pengertian tersebut , maka dapat dikatakan bahwa sikap merupakan mental set yang menyebabkan seseorang siap untuk bertindak dan bertingkah laku yang tidak terlepas dari cara ia berpikir, mengekspresikan emosi terhadap obyek serta situasi baik secara positif maupun negatif. Dengan demikian sikap merupakan faktor yang menentukan tingkah lau, karena sikap berhubungan dengan persepsi, kepribadian proses belajar dan motivasi. Dengan terorganisasi melalui pengalaman, akan mempengaruhi seseorang dalam menanggapi  obyek, orang serta situasi lingkungan yang berhubungan dengan itu. Jadi sikap adalah kesediaan seseorang untuk bereaksi terhadap stimulus sebagai hasil penghayatan individu terhadap lingkungannya.
Mitchell (1982:127) mengatakan :
Attitude could be seen as a predisposition to respons in favourable or unfavourable way to objects, persons, concepts or whatever.
Sikap adalah suatu predisposisi untuk berespon dengan cara menyenangi atau tidak menyenangi objek, orang, konsep dan sebagainya.
Berdasarkan pengertian itu, Mitchell (1982:127) lebih lanjut mengatakan bahwa :
  • Sikap mempunyai hubungan dengan tingkah laku. Berdasarkan sikap yang ada dalam diri individu, tingkah laku yang timbul merupakan pencerminan sikapnya.
  • Sikap merupakan “undimensional” dan dimensi ini merupakan perasaan seseoarng terhadap obyek dan merupakan derajat seberapa jauh seseorang menyukai atau tidak menyukai pekerjaannya.
  • Sikap merupakan kerangka hipotesis, artinya sikap berada “di dalam” dan hanya akibatnya yag dapat diobservasi.
Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan, adapy kita lihat bahwa manifestasi sikap tidak dapat dilihat langsung, tapi harus ditafsirkan dulu sebagai tingkah laku yang tertutup (covert behavior). Secara operasional, pengertian sikap ini menunjukkan konotasi adanya kecenderungan dan kesediaan untuk bertingkah laku.
Menurut Steers (1980:89), sikap adalah system dan sub sistemnya adalah :
  1. Sasaran/obyek harus ada yaitu situasi konkrit
  2. Sikap tidak berdiri sendiri tapi dikaitkan dengan motif, kebutuhan, persepsi dan perasaan seseorang.
  3. Sikap merupakan situasi yang tidak statis dan berlangsung terus menerus.

Judul Skripsi Psikologi; Empat Dimensi Dalam Kreatifitas

Setelah melakukan penelitian menganai kreativitas dengan analisis faktor, sedangkan untuk aspek dalam kreativitas sendiri menurut Guilford(dalam Nashori & Mucharam, 2002)terdapat empat faktor penting yaitu :
a. Kelancaran Berfikir (Fluency of Thinking)
Adalah kemapuan untuk menghasilkan banyak ide yang keluar dari pemikiran seseorang secara cepat. Dalam kelancaran berfikir yang perlu ditetapkan adalah kuantitas bukan kualitas. Menurut Torrance (1974), kelancaran berfikir adalah banyaknya respon yang dibuat terhadap suatu stimulus. Munandar (1992) mengemukakan bahwa kelancaran berfikir adalah kemampuan untuk mencetuskan banyaknya gagasan, jawaban, penyelesaian masalah, memberikan banyak cara atau saran untuk melakukan berbagai hal dan selalu memikirkan lebih dari satu jawaban.
b. Keluwesan Berfikir (Flexibility)
Adalah kemampuan untuk memproduksi sejumlah ide jawaban-jawaban atau pertanyaan-pertanyaan yang bervariasi, dapat melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda dan mampu menggunakan bermacam-macam pendekatan atau cara pemikiran. Orang yang kreatif adalah orang luwes dalam berfikir. Mereka dengan mudah dapat meninggalkan cara berfikir lama dan menggantikan dengan cara berfikir yang baru. Munandar (1992) mengemukakan bahwa keluwesan berfikir merupakan kemampuan melihat suatu masalah dari sudut pandang yang berbeda-beda, mencari alternatif atau cara yang berbeda-beda, maupun megubah cara pendekatan atau cara berfikir.
c. Elaborasi Pikiran (Elaboration)
Adalah kemampuan dalam mengembangkan gagasan dan menambahkan atau merinci detil-detil dari suatu objek gagasan atau situasi sehingga menjadi lebih menarik. Menurut Torrance (1974) elaborasi pikiran adalah detil ide-ide atau gagasan yang ditambahkan untuk merespons suatu stimulus sehingga responnya menjadi berarti dan bermakna serta relevan. Selanjutnya Munandar (1992) mengemukakan bahwa elaborasi pikiran adalah kemampuan untuk memperkaya dan mengembangkan suatu gagasan, mampu menambahkan atau merinci detil-detil dari suatu objek, gagasan atau situasi sehingga lebih menarik. Aspek ini juga penting dalam mengungkapkan kreativitas karena orang yang kreatif adalah orang yang mempunyai kemampuan untuk mengembangkan ide-ide sampai ke hal-hal yang kecil.
d. Keaslian Berfikir (Originality)
Adalah kemampuan untuk mencetuskan gagasan unik (Unusual) atau kemampuan untuk mencetuskan gagasan asli. Menurut Torrance (1974), keaslian berfikir adalah keampuan memberikian respon yang secara statistic, langka, relevan dan mampu menghasilkan respon yang tepat. Munandar (1992) mengemukakan bahwa keaslian berfikir adalah kemampuan untuk memikirkan ide-ide baru dan unik, memikirkan cara yang tidak lazim untuk mengungkapkan diri, mampu membuat kombinasi yang tidak lazim dari bagian-bagian atau unsur-unsur.

Judul Skripsi Kedokteran, Keperawatan, Kesehatan: Faktor Mempengaruhi Perilaku Sehat

Menurut Green perilaku manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik itu faktor predisposisi, pendukung, maupun faktor penguat.  Konsep umum yang digunakan untuk mendiagnosis perilaku adalah konsep dari Lawrence Green (1980). Menurut Green dalam Notoadmodjo (2007), perilaku dipengaruhi oleh tiga faktor utama, yaitu:
a)      Faktor predisposisi (Predisposing faktor)
Faktor ini mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Untuk berperilaku kesehatan, misalnya pemeriksaan bagi ibu hamil, diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang manfaat periksa kehamilan baik bagi kesehatan ibu sendiri maupun janinnya. Di samping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan sistem nilai masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa kehamilan. Misalnya, orang hamil tidak boleh disuntik (periksa kehamilan termasuk memperoleh suntukan anti tetanus), karena suntukan bisa menyebabkan anak cacat. Faktor-faktor ini terutama positif mempermudah terwujudnya perilaku, maka sering disebut faktor pemudah.

b)      Faktor pemungkinan atau faktor pendukung (Enambling factors)
Faktor ini mencakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang bergizi, dan sebagainya. Termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti puskesmas, rumah sakit, poliklinik, posyandu, polindes, pos obat desa, dokter atau bidan praktik swasta, dan sebagainya. Untuk berperilaku sehat, masyarakat memerlukan sarana dan pendukung. Misalnya perilaku pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang mau periksa kehamilan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat periksa kehamilan melainkan ibu tersebut dengan mudah harus dapat memperoleh fasilitas atau tampat periksa kehamilan, misalnya puskesmas, polindes, bidan praktik, ataupun rumah sakit. Fasilitas ini pada hakikatnya mendukung atau memungkinkan terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor pendukung, atau faktor pemungkin.
c)      Faktor penguat atau faktor pendorong factors
Faktor ini meliputi faktor sikap dan perilaku tokoh masyarakat (toma), tokoh agama (toga), sikap dan perilaku para petugas termasuk petugas kesehatan. Termasuk juga di sini undang-undang, peraturan-peraturan, baik dari pusat maupun pemerintahan daerah, yang terkait dengan kesehatan. Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan perilaku contoh (acuan) dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas, lebih-lebih para petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Seperti perilaku periksa kehamilan. Juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan yang mengharuskan ibu hamil melakukan periksa kehamilan.
Oleh sebab itu, intervensi perilaku kesehatan hendaknya dimulai dengan mendiagnosis ketiga faktor penyebab tersebut. Pendekatan ini disebut model precede, yakni predisposing, reinforcing and enabling cause in educational diagnosis and evaluation.

Judul Skripsi Kedokteran, Keperawatan, Kesehatan: Aspek Perilaku Sehat

Skinner (1938) mengklasifikasikan perilaku kesehatan menjadi 3 aspek :
a.       Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance) adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memlihara atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk penyembuhan bila sakit. Oleh sebab itu perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek:
1)            Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta pemulihan kesehatan bilaman telah sembuh dari penyakit.
2)            Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat. Perlu dijelaskan di sini, bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan relatif, maka dari itu orang yang sehatpun perlu diupayakan supaya mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.
3)            Perilaku gizi (makanan) dan minuman. Makanan dan minuman dapat memelihara dan meningkatkan kesehatan seseorang, tetapi sebaliknya makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnyakesehatan seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Hal ini sangat tergantung pada perilaku orang terhadap makanan dan minuman tersebut.
b.      Perilaku pencarian dan penggunaan sistem atau fasilitas pelayanan kesehatan, atau sering disebut perilaku pencarian pengobatan (health seeking behavior). Perilaku ini adalah menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri (self treatment) sampai mencari pengobatan ke luar negeri.
c.       Perilaku kesehatan lingkungan adalah bagaimana seseorang merespons lingkungan, baik lingkungan fisik maupun sosial budaya dan sebagainya, sehingga lingkungan tersebut tidak mempenaruhi kesehatannya. Dengan perkataan lain, bagaimana seseorang mengelola lingkungannya sehingga tidak mengganggukesehatannya sendiri, keluarga, atau masyarakatnya. Misalnya bagaimana mengelola pembuangan tinja, air minum, tempat pembuangan sampah, pembungan limbah, dan sebagainya.

Judul Skripsi Kedokteran, Keperawatan, Kesehatan: Perilaku Sehat

Menurut Notoatmodjo (2003), perilaku dipandang dari segi biologis adalah suatu kegiatan atau organisme yang bersangkutan.  Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah aktifitas dari manusia itu sendiri.
Sedangkan Sarwono (1993) mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil dari segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan.  Karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas mencakup berjalan, berbicara, bereaksi, emosi, berpikir dan lainnya, baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang tidak dapat diamati secara langsung.
Kesehatan berasal dari kata sehat mempunyai pengertian yang berbeda pada setiap kalangan.  Bagi masyarakat umum, sehat diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak sakit.  Batasan sehat ini juga berbeda pada tingkat strata sosial, tingkat usia, dan tingkat peran yang sedang dijalankan. World Health Organization (WHO) mendefinisikan sehat sebagai status kenyamanan menyeluruh dari jasmani, mental dan sosial, dan bukan hanya tidak ada penyakit dan kecacatan.  Identifikasi beraneka aspek dari kesehatan merupakan sesuatu yang sangat bermakna dalam memandang dan meningkatkan kesadaran akan kompleksitasnya konsep sehat.
Pandangan sosiologis dan fisiologis mengajukan gagasan kesehatan sebagai dasar untuk mencapai potensi realistic seseorang sehingga memungkinkan ia melaksanakan potensi yang dimiliki untuk diaplikasikan dalam meningkatkan mutu hidup manusia.  Beberapa aspek kunci yang mewarnai pandangan WHO mengenai kesehatan adalah sehat merupakan keadaan sejauh mana seseorang individu atau suatu kelompok, pada satu sisi mampu merealisasi aspirasi dan memenuhi kebutuhan, dan pada sisi yang lain mengubah atau mengatasi persoalan dengan lingkungan.  Oleh karena itu sehat dilihat sebagai sumber untuk kehidupan sehari-hari, bukan tujuan dari penghidupan.
Lebih lanjut menurut Notoatmojo (2003) perilaku sehat adalah perilaku-perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya, juga mencakup makan dengan menu seimbang (kuantitas dan kualitas), olah raga teratur, dan istirahat cukup. Perilaku Kesehatan menurut Skinner (1974) merupakan suatu respon seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan, kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.
            Definisi perilaku sehat yang diungkapkan oleh Kasl dan Cobb (dalam Glanz dkk, 1997) memiliki tiga kategori, yaitu pertama perilaku pencegahan yaitu sejumlah aktivitas yang dilakukan dan diyakini sehat dalam rangka pencegahan atau mendeteksi suatu penyakit. Kedua perilaku sakit yaitu aktivitas yang dilakukan dalam rangka mengetahui kesehatanya. Ketiga perilaku peran sakit yaitu aktivitas yang dilakukan untuk menganggap dirinya sakit dalam rangka penyembuhan.
Perilaku kesehatan adalah suatu perilaku yang pada prinsipnya menuntut individu untuk melakukan peran-peran tertentu sesuai dengan keadaannya, baik sehat atau sakit yang disebut health and sick roles (Notosoedirdjo & Latipun, 2005). Orang yang sehat dituntut untuk berperilaku selayaknya orang yang sehat dan bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain. Sedangkan orang yang sakit, baik sakit secara fisik maupun mental dituntut untuk berperilaku selayaknya orang sakit, terbebas dari tanggung jawab normalnya, bahkan tidak perlu bertanggung jawab terhadap dirinya dan orang lain. Orang yang sakit justru berkewajiban untuk beristirahat atau menyembuhkan dirinya dengan proses yang sesuai dengan pribadinya maupun kulturalnya.
Prilaku sehat di definisikan oleh Gochman ( 1982 ) sebagai sejumlah atribut keperibadian yang terdiri dari keyakinan, motif, nilai nilai, persepsi dan unsur  kognitif lainnya. Yaitu berupa karakteristik kepribadian yang mencakup faktor akfektif dan emosional ; serta pola prilaku , tindakan, dan kebiasaan yang berkaitan dengan pengelolaan kesehatan, peningkatan kesehatan, serta pemulihan kesehatan. Lebih jauh Gochman ( 1982 ) memberikan penjelasan bahwa prilaku kesehatan mencakup persepsi tentang status kesehatan atau peningkatannya  pada perubahan status kesehatan. Derngan kata  lain bahwa prilaku kesehatan meliputi tidak saja prilaku yang dapat di amati secara langsung, tetapi juga keadaan mental dan perasaan yang diamati dan diukur secara tidak langsung
Skinner (1938) seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori ”S-O-R” atau stimulus-Organisme-Respons. Skinner membedakan adanya dua respons:
a.       Respondent respons atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut elicting stimulation karena menimbulkan respons-respons yang relatif tetap. Misalnya: makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan, cahaya terang menyebabkan mata tertutup, dan sebagainya. Respondent respons ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah menjadi sedih atau menangis, lulus ujian meluapkan kegembiraannya dengan mengadakan pesta dan sebagainya.
b.      Operant respons atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu. Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena memperkuat respons. Misalnya apabila seorang petugas kesehatan melaksanakan tugasnya dengan baik (respon terhadap uraian tugasnya atau job skripsi) kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya (stimulus baru), maka petugas kesehatan tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.Berdasarkan batasan perilaku dari Skinner tersebut, maka perilaku kesehatan adalah suatu respons seseorang (organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan, dan minuman, serta lingkungan.