Selasa, 10 Mei 2011

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen: Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru)

Menurut  Chan Kim W. dan Renee Mauborgne (2008) dalam bukunya Blue Ocean Strategy (Strategi Samudra Biru), pasar dapat dibayangkan terdiri atas dua samudra: samudra merah dan samudra biru. Samudra merah merupakan semua industri yang ada saat ini. Ini adalah ruang pasar yang sudah dikenal. samudra biru menandakan industri-industri yang belum ada sekarang. Ini adalah ruang pasar yang tidak dikenal. Dalam samudra merah, batasan-batasan daram industri telah didefinisikan dan diterima, dan aruran-aturan persaingan sudah diketahui. Di sini, perusahaan berusaha mengalahkan lawan mereka demi mendapatkan pangsa permintaan yang lebih besar. Ketika ruang pasar semakin sesak, prospek akan laba dan pertumbuhan pun berkurang. produk menladi komoditas dan kompetisi jor-joran mengubah samudra merah menjadi samudra penuh darah.
Sebaliknya, samudra biru ditandai oleh ruang pasar yang belum terjelajahi, penciptaan permintaan, dan peluang pertumbuhan yang sangat menguntungkan. Meskipun sejumlah samudra biru diciptakan benar-benar di ruar industri yang sudah ada, kebanyakan dibuat dari dalam samudra merah dengan cara memperluas batasan-batasan industri yang sudah ada, sebagai mana dilakukan oleh cirque du soleil. Dalam samudra biru, kompetisi itu tidak relevan karena aruran-aturan permainan baru akan dibentuk. Tak dipungkiri bahwa berenang dengan sukses di samudra merah dengan cara mengalahkan pesaing akan selalu menjadi hal penting. Samudra merah akan selalu penting dan menjadi fakta dari dunia bisnis. Tetapi, dengan kondisi pasokan yang melebihi permintaan di sebagian besar industri, berkompetisi meraih pangsa dari pasar yang berkontraksi, meski perlu, tidak akan memadai untuk mendukung kinerja prima. Perusahaan perlu melampaui kompetisi. untuk meraih laba dan kesempatan pertumbuhan baru, perusahaan juga perlu menciptakan samudra biru.
Sayangnya, samudra biru sebagian besar belum terpetakan. Fokus dominan dari kerja strategis selama 25 tahun terakhir selalu pada strategi samudra merah yang berbasiskan kompetisi. Hasilnya adalah pemahaman yang cukup baik mengenai bagaimana bersaing dengan tangkas di perairan merah, murai dari menganalisis struktur ekonomi yang mendasari sebuah industri, memilih posisi biaya rendah arau diferensiasi atau fokus yang straregis, hingga melakukan perbandingan dengan pesaing (benchmarking) dalam kompetisi. Memand ada sejumlah pembahasan mengenai samudra biru. Namun, hanya ada sedikit panduan praktis mengenai bagaimana menciptakan samudra biru itu. Tanpa kerangka kerja analitis untuk menciptakan samudra biru dan prinsip-prinsip untuk mengelola risiko secara efektif, menciptakan samudra biru hanya menjadi impian semata yang dipandang oleh para manajer sebagai terlalu berisiko untuk dijadikan strategi.

A.    Penciptaan Tiada Henti Samudra Biru
Meskipun istilah samudra biru itu baru, eksistensi samudra itu tidaklah demikian adanya. samudra biru adalah bagian dari dunia bisnis, di masa kini dan masa silam. Mari menengok seratus tahun ke belakang dan bertanya: Berapa banyak idustri masa kini yang serarus tahun silam itu berum dikenal? Jawabannya: banyak industri dasar seperti industri mobil, rekaman musik, penerbangan, petrokimia, layanan kesehatan, dan konsultan manajemen yang belum pernah terdengar atau baru muncul pada saat itu. Kini, mari kita cukup menengok ke masa tiga puluh tahun yang silam. Kembali, bermunculan sekian ragam industri jutaan dolar-reksadana, telepon seluler, pembangkit listrik renaga gas, bioteknologi, toko rabar, pengiriman paket kilat, minivan, papan luncur, kedai kopi, dan video sewaan, untuk menyebut segelintir contoh. Hanya tiga dasawarsa lalu, tak satu pun dari industri-indusri ini yang eksis secara berarti.
Kini, mari kita maju dua puluh tahun-atau mungkin lima puluh tahun ke depan dan tanyai diri kita berapa banyak industri tak dikenal sekarang ini yang akan eksis di masa depan itu. Jika sejarah adalah landasan untuk meramalkan masa depan, jawaban pertanyaan ini adalah: banyak sekali. Realitasnya, industri tak pernah diam di tempat. Industri selalu berevolusi. Kegiatan operasional berkembang, pasar meiuas, dan pemain datang dan pergi. Sejarah mengajarkan bahwa kita memiliki kapasitas besar-yang selama ini kita remehkan-untuk menciptakan industri-industri baru dan menciptakan ulang industri-industri yang sudah ada. Sebenatnya, system Standard Industrial Classification (SIC) berusia 50 tahun yang dikeluarkan oleh US Census telah digantikan pada 1'997 oleh sistem North America Industry Classification Standard. Sistem baru ini mengembangkan sepuluh sektor industri SIC menjadi dua puluh untuk menggambarkan realitas teritori-teritori baru vang bermunculan.s Sektor jasa di sistem lama, misalnya, kini diperluas menjadi tujuh sektor bisnis, mulai dari informasi hingga layanan kesehatan hingga bantuan sosial. Karena system-sistem ini dirancang demi standardisasi dan kesinambungan, penggantian sistem semacam itu menunjukkan betapa signifikannya ekspansi samudra biru yang sudah berlangsung.
Tetapi, pemikiran strategis selama ini lebih difokuskan pada strategi samudra merah yang berbasiskan-kompetisi. Sebagian alasannya adalah bahwa strategi korporat sangat dipengaruhi oleh akarnya dalam strategi militer. Bahasa strategi sangat dipenuhi oleh referensi-referensi militer-chief executiue " officers (perwira/petugas)" dt "headquarter (markas/kantor pusar)," "armada" di "lini depan". Jika digambarkan dengan cara ini, strategi adalah mengenai bagaimana melawan musuh dan bertempur memperebutkan sepetak tanah yang terbatas dan berjumlah tetap. Tetapi, tidak seperti perang, sejarah industri rnenunjukkan bahwa pasar tidak pernah konstan atau tetap. Sebaliknya, sepanjang waktu terlihat bermunculan samudra biru secara terus-menerus. Karena itu, berfokus pada samudra merah sama dengan menerima faktor-faktor penghambat utama dalam perang daerah yang terbatas dan perlunya mengalahkan musuh untuk bisa berhasil-dan sama dengan menolak kelebihan khas dari dunia bisnis: kemampuan untuk menciptakan ruang pasar baru yang belum ada pesaingnya.

B.     Dampak Penciptaan Samudra Biru
Dalam sebuah studi tentang inisiatif bisnis di 108 perusahaan, kami berusaha mengukur secara kuantitatif dampak penciptaan samudra biru terhadap pertumbuhan pemasukan dan laba perusahaan. Kim (2008) menemukan bahwa 86 persen dari inisiatif itu adalah ekstensi atau perluasan lini, yaitu perbaikan besar dalam samudra merah ruang pasar yang sudah ada. Tetapi, inisiatif itu hanya mewakili 62 persen pemasukan total dan 39 persen laba total. Sedangkan sisa 14 persennya adalah inisiatif-inisiatif yang bertujuan menciptakan samudra biru. Inisiatif ini menghasilkan 38 persen pemasukan total dan 61 persen laba total. Karena inisiatif-inisiatif bisnis mencakup investasi total untuk menciptakan samudra merah dan biru terlepas dari akibat inisiatif-inisiatif itu terhadap pemasukan dan laba, termasuk akibat berupa kegagalan), manfaat dari menciptakan perairan biru tampak jelas. Meskipun kita tidak memiliki data mengenai tingkat keberhasilan inisiatif-inisiatif samudra merah dan biru, perbedaan kinerja di antara inisiatif-inisiatif itu di tingkat global cukup nyata.


C.    lnovasi Nilai: Batu Pijak Strategi Samudra Biru
Hal yang secara konsisten membedakan pemenang dari pecundang dalam menciptakan samudra biru adalah pendekatan :nereka atas strategi. Perusahaan yang terperangkap dalam samudra merah mengikuti pendekatan konvensional, yakni berlomba memenangi kompetisi dengan membangun posisi kokoh dalam tatanan industri yang ada.16 Kreator dari samudra biru, secara mengejutkan, tidak menggunakan kompetisi sebagai patokan mereka. Sebaliknya, mereka mengikuti logika stfategis berbeda yang kami sebut inovasi nilai.Inovasi nilai merupakan batu-pijak dari strategi samudra biru.
Kim (2008) menyebutnya inovasi nilai karena alih-alih berfokus pada memenangi kompetisi, lebih berfokus menjadikan kompetisi itu tidak relevan dengan menciptakan lompatan nilai bagi pembeli dan perusahaan. Dengan demikian, kita sekaligus membuka ruang pasar yang baru dan tanpa pesaing. Inovasi nilai memberikan penekanan setara pada nilai dan inovasi. Nilai tanpa inovasi cenderung berfokus pada penciptaan nilai dalam skala besar, sesuatu yang meningkatkan nilai tapi tidak memadai untuk membuat kita unggul secara menonjol di pasar. lnovasi tanpa nilai cenderung bersifat mengandalkan teknologi, pelopor pasar, atau futuristis, dan sering membidik sesuatu yang belum siap diterima dan dikonsumsi oleh pembeli. Dalam pengertian ini, penting untuk membedakan antara inovasi nilai, inovasi teknologi, dan usaha menjadi pelopor pasar. Studi Kim (2008) menunjukkan bahwa yang memisahkan pemenang dan pecundang dalam menciptakan samudra biru bukanlah teknologi super canggih maupun "waktu yang tepat untuk memasuki pasar." Terkadang hal-hal itu diperlukan, tapi seringnya tidak. Inovasi nilai terjadi hanya ketika perusahaan memadukan inovasi dengan utilitas (manfaat), harga, dan posisi biaya. Jika mereka gagal memadukan inovasi dan nilai dengan cara ini, para inovator teknologi dan pelopor pasar sering hanya memberikan telor yang akan ditetaskan oleh perusahaan-perusahaan lain.
Inovasi nilai merupakan cara baru untuk memikirkan dan melaksanakan strategi yang mengarah pada penciptaan samudra biru dan ditinggalkannya kompetisi. Yang penting, inovasi nilai menolak salah satu dari dogma yang paling umum diterima dalam strategi berbasiskan-kompetisi, dilema/pertukaran (trade off nilai-biaya). Secara umum, diyakini bahwa perusahaan hanya bisa antara menciptakan nilai lebih tinggi bagi pelanggan dengan biaya tinggi atau menciptakan nilai limayan dengan biaya lebih rendah' Di sini, strategi dilihat sebagai membuat pilihan antara diferensiasi dan biaya rendah. Sebaliknya, perusahaan yang berusaha menciptakan samudra biru mengejar diferensiasi dan biaya rendah secara bersamaan.

Gambar 1.-2 menggambarkan dinamika diferensiasi-biaya rendah yang mendasari inovasi nilai.
Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar di atas, penciptaan samudra biru adalah soal menekan biaya sembari meningkatkan nilai bagi pembeli. Beginilah bagaimana lompatan nilai bagi perusahaan dan pembeli dicapai. Karena nilai pembeli berasal dari utilitas (manfaat) dan harga yang ditawarkan perusahaan kepada pembeli, dan karena nilai bagi perusahaan itu dihasilkan dari harga dan struktur biaya, maka inovasi nilai tercapai hanya ketika keseluruhan sistem kegiatan utilitas, harga. dan biaya perusahaan terpadu dengan tepat. Pendekatan keseluruhan sistem inilah yang menjadikan penciptaan samudra biru sebagai sebuah strategi berkesinambungan (sustainable).
Strategi samudra biru mengintegrasikan kegiatan-kegiatan fungsional dan operasional perusahaan. Sebaliknya, inovasi seperti inovasi produksi bisa dilakukan pada level subsistem tanpa memengaruhi keseluruhan strategi perusahaan. Sebuah inovasi dalam proses produksi, misalnya, bisa menurunkan struktur biaya perusahaan untuk memperkuat strategi-kepemimpinan-biaya yang telah ada tanpa mengubah proporsi utilitas dalam penawarannya. Meskipun inovasi semacam ini bisa membantu mempertahankan dan bahkan meringkatkan posisi perusahaan dalam ruang pasar yang ada, pendekatan subsistem yang demikian jarang menciptakan samudra biru berupa ruang pasar baru.
Dalam pengertian ini, inovasi nilai adalah lebih dari sekedar inovasi. Inovasi nilai adalah soal strategi yang merangkul seluruh sistem kegiatan perusahaan. Inovasi nilai menuntut perusahaan untuk mengarahkan seluruh sistem pada tujuan mencapai lompatan dalam nilai bagi pembeli dan bagi perusahaan itu sendiri. Tanpa pendekatan integral semacam ini, inovasi akan selalu terpisah dari inti strategi. Tabel berikut membeberkan ciri-ciri khas utama dari strategi samudra biru dan samudra merah.

Strategi samudra merah yang berbasiskan kompetisi mengasumsikan bahwa kondisi-kondisi struktural itu terberi dan bahwa perusahaan dipaksa untuk berkompetisi dalam kondisikondisi itu, sebuah asumsi yang didasarkan pada apa yang disebut akademisi sebagai pandangan strukturalis, arau determinisme lingkungan. Sebaliknya, inovasi nilai didasarkan pada pandangan bahwa batasan-batasan pasar dan struktur industri tidaklah terberi dan bisa direkonstruksi melalui tindakan dan keyakinan pelaku industri. Kami menyebut ini sebagai pandangan rekonstruksionis. Dalam samudra merah, diferensiasi menelan biaya besar karena perusahaan berkompetisi berdasarkan aturan praktik sukses yang sama. Dalam samudra biru, pilihan strategis bagi perusahaan adalah mengejar baik diferensiasi maupun biaya rendah. Di sisi lain, dalam pandangan rekonstruksionis, tujuan strategi adalah menciptakan aturan-aturan praktik sukses baru dengan mendobrak dilema/pertukaran nilai-biaya yang ada dan, dengan demikian, menciptakan samudra biru.

D.    Merumuskan dan Menerapkan Strategi Samudra Biru
Meskipun kondisi-kondisi ekonomi menunjukkan bahwa tuntutan akan samudra biru semakin meningkat, ada keyakinan umum bahwa perusahaan yang mencoba bergerak melampaui ruang industri yang sudah ada akan memiliki peluang sukses lebih kecil. Bagaimana perusahaan bisa secara sistematis memaksimalkan kesempatan dan, pada saat yang bersamaan) meminimalkan risiko dari merumuskan dan menerapkan strategi samudra biru? Jika kita tidak memiliki pemahaman tentang prinsip-prinsip memaksimalkan kesempatan dan meminimalkan resiko yang mendorong penciptaan samudra biru, hambatan bagi inisiatif samudra biru akan lebih besar.
Tentu saja, setiap strategi pasti berisiko. Strategi selalu melibatkan peluang dan risiko, baik itu inisiatif samudra biru ataupun samudra merah. Tetapi, saat ini, medan permainan sangat tidak seimbang, dengan kecenderungan lebih berat pada alat dan kerangka kerja analitis untuk berhasil dalam samudra merah. Selama hal ini terus berlangsung, samudra merah akan kerap mendominasi agenda strategis perusahaan, meskipun tuntutan bisnis untuk menciptakan samudra biru kian mendesak. Mungkin, hal ini menjelaskan kenapa meski ada seruan-seruan belumnya kepada perusahaan untuk melangkah melampaui ruang industri yang ada, perusahaan belum menindaklanjuti rekomendasi-rekomendasi ini secara serius.
Strategi samudra biru melambangkan langkah menjauh dari status quo, Tabel berikut menunjukkan enam prinsip yang mendorong kesuksesan penerapan dan pelaksanaan strategi samudra biru beserta risiko-risiko yang ditangani oleh prinsip-prinsip tersebut.




Senin, 02 Mei 2011

OBESITAS PADA ANAK

 
              Di seluruh dunia prevalensi kelebihan berat badan, overweight dan obesitas meningkat  tajam dan telah mencapai tingkatan yang membahayakan. Di negara maju seperti negara-negara Eropa,USA dan Australia  kejadian obesitas justru  telah mencapai tingkatan epidemi (Hadi, 2004). Indonesia dihadapkan beban ganda masalah gizi  (double burden of malnutrition)  di satu pihak masalah gizi kurang dan buruk belum tuntas, di lain pihak masalah kegemukan dan obesitas  muncul dan terus bertambah. Kedua-duanya berdampak negatif yaitu menurunkan kualitas sumber daya manusia  (SDM) dan membebani ekonomi Bangsa (Hadi, 2007)   
         Di Indonesia berdasarkan data  riset kesehatan dasar (RISKESDAS  2007) dan World health organization  (WHO,  2005) diketahui bahwa laki-laki berumur lebih dari  15 tahun dengan lingkar perut di atas 90 cm atau perempuan dengan lingkar perut  di atas 80 cm dinyatakan sebagai obesitas sentral. Sedangkan prevalensi obesitas sentral pada perempuan sebanyak 29% yang lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 7,7%. Menurut tipe daerah, obesitas sentral lebih tinggi di daerah perkotaan yaitu 23,6% dibandingkan daerah perdesaan yaitu 15,7%. Demikian juga semakin meningkat tingkat pengeluaran rumah tangga per kapita per bulan, semakin tinggi prevalensi obesitas sentral.
           Obesitas pada anak dapat terjadi, oleh karena itu harus sedini mungkin dicegah. Obesitas pada anak akan beresiko menjadi obesitas  di masa dewasa sekitar  30-60% (Mafies.et al. 2000). Konsekuensi kelebihan berat badan pada anak juga menyangkut kesulitan-kesulitan dalam psikososial, seperti diskriminasi dari teman-temannya, self-image negatif, depresi, dan penurunan sosialisasi (Dietz dan gortmaker, 2001). Huriyati (2006) yang mengikuti perkembangan anak SD hingga SMP selama 2 tahun menemukan  bahwa perubahan status obesitas pada siswa-siswi tersebut menjadi non obesitas sangat kecil. Hal ini juga yang mendasari perlunya penelitian  obesitas anak sekolah, karena pada usia tersebut masih mudah diatasi sedangkan pada remaja akan lebih sulit.
Obesitas pada anak tidak dapat dicegah dengan baik tanpa pengetahuan dan persepsi yang baik dari orang tua  (Baughcum, 2000). Persepsi ibu dibutuhkan karena  ibu  adalah orang yang paling dekat mendidik anak. Ibu sebagai pendidik anak bertanggungjawab agar anak-anak dibekali kekuatan rohani maupun jasmani dalam menghadapi segala tantangan zaman dan menjadi manusia yang berguna bagi nusa dan bangsa. Demikian pula peran ibu guru  begitu penting dalam mendidik anak murid ketika berada di sekolah, karena kebersamaan murid SD dan guru di sekolah dengan di rumah  hampir sama waktunya (Pertanta, 2007). Persepsi ibu semakin dibutuhkan dengan adanya data dari  artikel Indosiar.com yang mengatakan  bahwa, rata-rata  ibu mempunyai kecenderungan obesitas, wanita memiliki lemak tubuh yang banyak dibandingkan dengan pria. Perbandingan  normal antara lemak tubuh dengan berat badan adalah sekitar 25-30% pada wanita dan 18-23% pada pria. Karena wanita mempunyai  lemak tubuh lebih dari 30% dan pria dengan lemak tubuh lebih dari 25% dianggap mengalami obesitas atau dengan kata lain seseorang yang memiliki berat badannya diatas normal, dinggap mengalami obesitas (www.Indosiar.com, diakses pada tanggal 6 November 2009).
         Penelitian  tentang persepsi orang tua terhadap berat badan anak di Atlanta didapatkan hasil bahwa satu dari tiga ibu yang memiliki anak obes   mempunyai persepsi yang salah terhadap obesitas anak dengan menganggap bahwa anaknya lebih kurus dari berat badan sebenarnya (Maynar. 2003). Menurut penelitian di Cincinnati, Ohio ibu dengan tingkat pendidikan rendah mempunyai persepsi yang salah terhadap berat badan anak atau ibu tidak menyadari kalau anaknya sebenarnya mengalami obesitas  (Baughcum, 1999).  
              Persepsi adalah gambaran subyektif internal seseorang  tentang suatu hal. Pesepsi merupakan suatu proses yang didahului dengan pengindraan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stumulus oleh individu melalui alat serertipenya secara terus menerus dan terjadilah proses psikologis (Walgito, 2004). Persepsi ibu merupakan prediktor yang kuat bagi obesitas anak karena  persepsi sangat mempengaruhi perilaku makan dan aktifitas fisik  yang merupakan manifestasi pola pikir seseorang terhadap arti dan fungsi makan, makanan dan aktifitas fisik (Subarja, 2004). Sugih (2009) mengemukakan bahwa berat badan dipengaruhi perilaku makan dan aktifitas fisik (eating and physical activity behavior).