Kamis, 24 Maret 2011

Karakteristik dan Potensi Lahan Pasang Surut

Peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan agro-industri menuntut peningkatan produksi pertanian yang semakin tinggi setiap tahunnya, padahal lahan-lahan subur semakin menyusut untuk berbagai keperluan pembangunan non-pertanian. Dewasa ini diperkirakan 35.000-40.000 ha lahan subur setiap tahunnya beralih fungsi menjadi wilayah pemukiman, jalan raya, dan industri (Litbang Pertanian, 1992). Karena itu untuk mengembangkan usaha pertanian perlu diarahkan kepada lahan-lahan marginal di luar Jawa yang dikaitkan dengan program transmigrasi dan peningkatan kesempatan kerja.
Lahan pasang surut tersebar di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, dan Irian Jaya meliputi areal seluas 24,8 juta ha, dan sekitar 9 juta ha diantaranya prospektif dikembangkan untuk pertanian (Litbang Pertanian, 1995). Meskipun disadari bahwa lahan pasang surut ini mempunyai berbagai kendala, baik agro-fisik, biologis, maupun sosial ekonomi sehingga pemanfaatannya harus dilakukan secara hati-hati dengan pendekatan konservasi dan pemahaman akan faktor-faktor sosial ekonomi seperti ketersediaan tenaga kerja, pemasaran, dan keterpencilan lokasi.
Menurut Widjaja Adhi et al (1992), lahan pasang surut merupakan lahan marginal dan rapuh yang pemanfaatannya memerlukan perencanaan dan penanganan yang cermat. Kekeliruan di dalam membuka lahan ini akan membutuhkan investasi besar dan sulit untuk mengembalikannya seperti keadaan semula. Karena itu, pengembangan lahan pasang surut memerlukan perencanaan yang teliti, penerapan teknologi yang sesuai, dan pengelolaan yang tepat.
Menurut Widjaja Adhi et.al (1992), faktor penting yang perlu dipertimbangkan di dalam pengembangan dan pengelolaan lahan pasang surut diantaranya adalah :
1. Lama dan kedalaman air banjir atau air pasang serta kualitas airnya;
2. Ketebalan, kandungan hara, dan kematangan gambut;
3. Kedalaman lapisan pirit dan kemasaman total potensial dan aktual setiap lapisan tanahnya;
4. Pengaruh luapan atau intrusi air asin/payau; dan
5. Tinggi muka air tanah dan keadaan substratum lahan, apakah endapan sungai, laut, atau pasir kuarsa.
Menurut Litbang Pertanian (1993) macam dan tingkat kendala yang diperkirakan dapat ditimbulkan oleh faktor-faktor di atas digunakan dalam menyusun tipologi lahan pasang surut yang dikelompokkan kedalam 4 tipologi utama, yaitu:
1. Lahan potensial; yaitu lahan nnnnnyang memiliki kendala teknis agronomis yang paling ringan, jika dibandingkan dengan lahan lainnya. Karakteristik lahan potensial adalah tekstur liat, lapisan pirit berada pada kedalaman lebih dari 50 cm dari permukaan tanah, kandungan N dan P tersedia rendah, derajat keasaman (pH) 3,5 - 5,5 ; serta kandungan pasir kurang dari 5% dan debu 20%.
2. Lahan sulfat masam; dicirikan oleh kandungan senyawa sulfida tinggi dan lapisan pirit terletak pada kedalaman kurang dari 50 cm. Di lapang terdapat dua macam lahan sulfat masam, yaitu :
a. Lahan sulfat masam potensial; dicirikan oleh belum teroksidasinya lapisan pirit dan pH di atas 3,5;
b. Lahan sulfat masam aktual; dicirikan oleh telah teroksidasinya lapisan pirit, dan pH kurang dari 3,5. Kemasan tanah yang tinggi menyebabkan ketidakseimbangan hara, sehingga tanaman dapat mengalami kekahatan dan keracunan hara.
3. Lahan gambut; adalah lahan yang mempunyai lapisan gambut dengan berbagai ketebalan dan terbagi kedalam beberapa golongan yaitu :
- bergambut; ketebalannya kurang dari 50 cm,
- gambut dangkal; ketebalannya 50 - 100 cm,
- gambut sedang ; ketebalannya 100 - 200 cm,
- gambut dalam ; ketebalannya 200 - 300 cm, dan
- gambut sangat dalam, ketebalannya di atas 300 cm.
4. Lahan salin; merupakan lahan yang dipengaruhi oleh intrusi air bergaram sehingga mempunyai daya hantar listrik lebih dari 4 MS / cm, tetapi mengandung unsur Na dapat dipertukarkan kurang dari 15%. Pendekatan yang ditempuh untuk mengatasi salinitas ini adalah dengan mengurangi terjadinya intrusi air bergaram dan mengusahakan komoditas serta varietas yang toleran terhadap salinitas.
Berdasarkan tipologi lahan pasang surut komoditas padi sawah dapat tumbuh dengan baik pada tipologi lahan potensial yaitu pada tipe luapan A,B dan C dengan syarat lahan ditata dengan baik.(Widjaja-Adhi et al dalam Nunthe 1998 )

Biaya, Keuntungan dan Marjin Pemasaran Pertanian

Menurut Soekartawi (1993: 156) biaya pemasaran adalah biaya yang dikeluarkan untuk keperluan pemasaran. Biaya pemasaran meliputi biaya angkut, biaya pengeringan, penyusutan, retribusi dan lainnya. Besarnya biaya ini berbeda satu sama lain disebabkan karena: macam komoditi, lokasi pemasaran dan macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang dilakukan.
Sering kali komoditi pertanian yang nilainya tinggi diikuti dengan biaya pemasaran yang tinggi pula. Peraturan pemasaran disuatu daerah juga kadang-kadang berbeda satu sama lain. Begitu pula macam lembaga pemasaran dan efektivitas pemasaran yang mereka lakukan. Makin efektif pemasaran yang dilakukan, maka akan semakin kecil biaya pemasaran yang mereka keluarkan (Soekartawi, 1993: 156).
Selisih harga yang dibayarkan ke produsen dan harga yang diberikan oleh konsumen disebut dengan keuntungan pemasaran. Besar kecilnya keuntungan yang diambil oleh masing-masing lembaga pemasaran akan menentukan harga dimasing-masing lembaga pemasaran
(Soekartawi, 1993: 157).
Keuntungan pemasaran didefinisikan sebagai selisih harga yang dibayarkan produsen dan harga yang diberikan oleh konsumen. Masing-masing lembaga ingin mendapatkan keuntungan, maka harga yang dibayarkan oleh masing-masing lembaga pemasaran juga berbeda. Semakin maju tingkat pengetahuan produsen, lembaga pemasaran dan konsumen terhadap penguasaan informasi pasar, maka semakin merata distribusi marjin pemasaran yang diterima (Soekartawi, 1993: 157).
Menurut Sudiyono (2004: 94) marjin pemasaran didefinisikan dengan dua cara yaitu:

a. Marjin pemasaran merupakan perbedaan harga antara harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yanga diterima petani, secara sistematis dapat dirumuskan sebagai berikut:
M = Pr – Pf
Keterangan:
M : Marjin pemasaran
Pr : Harga ditingkat konsumen
Pf : Harga ditingkat petanini

b. Marjin pemasaran terdiri dari komponen yang terdiri dari biaya-biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran. Secara sistematis marjin pemasaran dapat dirumuskan sebagai berikut:
Mp = Bp + Kp
Keterangan :
Mp : Marjin pemasaran
Bp : Biaya pemasaran
Kp : Keuntungan pemasaran

Path Analysis

Pada dasarnya metode Analisis Lintas (Path Analysis) merupakan analisis regresi linier berstruktur berkenaan dengan variabel-variabel baku (standard dized variable), dalam satu sistem tertutup (closed system) yang secara formal bersifat lengkap. Dengan demikian analisis lintas dapat dipandang sebagai suatu analisis struktural yang membahas hubungan kasual diantara variabel – variabel dalam sistem tertutup. Adapun analisis lintas sangat bermanfaat untuk mengetahui hubungan kasual antar faktor (antar variabel peramal atau variabel independent / variabel bebas) Xi, terhadap pembatas respon dependent (Yi). Melalui analisis lintas dapat diukur pengaruh langsung dari faktor independen terhadap respon hasil (faktor dependent / varaibel tak bebas).
Dihitung dengan persamaan sebagai berikut:
n∑ xixj - (∑xi)(∑xj)
r xix j =
√{n∑xi2 -(∑xi)2 }{n∑xj2-(∑xj)2}

Berdasarkan rumus analisis korelasi diatas kita dapat dilakukan analisis lintasan, yakni dengan membangun gugus persamaan simultannya, yaitu :
r11 r12 r 13 ..... r 1p c1 r1y
r21 r22 r 23 ......r 2p c2 r2y
. . . . . .
. . . . . = .
Rp1 rp2 rpp c rpy
Rx C = Ry
Gambar1. Matriks Korelasi
Keterangan :
Rx = Matriks korelasi antar variabel bebas dalam model regresi berganda yang memiliki p buah variabel bebas jadi merupakan matriks dengan elemen-elemen Rxixj (i, j = 1,2...,p).
C = Vektor koefisien lintasan yang menunjukkan pengaruh langsung dari setiap variabel bebas yang telah dibakukan, Zi, terhadap variabel tak bebas (nilai koefisien lintasan sama dengan koefisien beta atau koefisien regresi baku).
Ry = Vektor koefisien korelasi antar variabel bebas Xi (i = 1, 2, ...,p) dan variabel tak bebas Y : C = R-1 . Ry
Untuk mengetahui pengaruh langsung variabel bebas yang dibakukan, Zi, terhadap variabel tak bebas Y, diukur oleh koefisien lintasan Ci. Pengaruh tidak langsung variabel bebas Zi terhadap varibel tak bebas Y, melalui variabel bebas Zj (melalui kehadiran variabel bebas Zj dalam model), diukur oleh besaran (Cjrij). Pengaruh galat (error) yang tidak dapat dijelaskan oleh suatu model, dimasukkan sebagai pengaruh galat atau sisaan, diukur dengan besaran :
C2s = 1 - ∑C1riy ; Cs =√C2s

Lembaga Pemasaran Pertanian

Lembaga pemasaran adalah pihak yang menjalankan fungsi-fungsi pemasaran.Lembaga ini dapat terdiri dari perorangan atau pun kelompok. Di mana masing-masing lembaga pemasaran tersebut dapat menjalanjan salah satu atau pun beberapa tugas sekaligus. Hadisaputra (1997), membedakan lembaga pemsaran berdasarkan tugas dan jasa yang dilakukannya, yaitu:
a. Pedagang pengumpul, yaitu orang atau kelompok yang mengumpulkan hasil pertanian langsung dari desa.
b. Pedagang distribusi yaitu orang yang menjual barang-barang hasil pertanian yang telah dikumpulkan dari pengecer ke konsumen. Pedangantersebut juga melaksanakan pengangkutan, penyimpanan, penglahan, persiapan, dan juga sering dianggap sebagai spekulator atau stabilisator.
c. Pembungkus dan pengolahan, yaitu orang yang mengubah bentuk dari hasil pertanian agar mudah dijual dan memenuhi keinginan pembeli.
d. Komisioner, yaitu orang yang tugasnya menadakan pembelian atau pun penjualan atas nama pihak lain.
e. Perantara, yaitu orang yang menghubungkan antara penjual dengan pembeli namun tidak melakukan transaksi jual beli.
f. Pelelang, yaitu orang yang bertugas untuk memepertemukan antara penjual dengan pembeli pada tempat dan waktu tertentu serta menjadi penghubung dalam transsaksi beli.
g. Pengecer, yaitu orang yang menyediakan barang dalam bentuk, waktu dan tempat tertentu sesuai dengan keinginan konsumen
Swasata (2002) menggolongkan lembaga pemasaran, sebagai berikut:
a. Pedagang perantara,meliputi:
1). Produsen, sebagai pembuat dan penyalur
2). Pedangan besar, sebagai penjual barang dalam partai besar
3) Pengecer, sebagai penjual barang kepada konsumen
b. Perantara agen, yaitu lembaga pemasaran yang melaksanakan perdagangan dengan menyediakan jasa/fungsi khusus yang berhubungan dengan penjualan dan distribusi barang tetapi tidak berhak memiliki barang tersebut.

Saluran Pemasaran Pertanian

Urut-urutan lembaga pemsaran yang harus dilalui oleh produk pertanian dari tempat berproduksi sampai konsumen akhir disebut dengan saluran pemasaran. Suatu jenis hasil produksi dimungkinkan mempunyai lebih dari satu macam saluran pemasaran. Pada umumnya alasan utama penggunaan jasa perantara pemsaran karena mereka dapat membantu meningkatkan efisiensi pemasaran (Swastha, 2002).
Dalam saluran pemasaran yang dikemukakan oleh Soekarwati (1996), dapat berbentuk secara sederhana dan dapat pula rumit sekali tergantung dari macam komoditinya. Lembaga pesaran yang mampu dengan cepat menyampaikan produk kepada konsumen, biasanya saluran pemasarannya lebih sederhana.
Kegiatan saluran pemasaran merupakan suatu tindakan ekonomi yang mendasarkan pada kemampuannya untuk membantu dalam penciptaan nilai ekonomi. Sedangkan nilai ekonomi menentukan harga barang dan jasa kepada indivisu-individu (Swastha, 2002). Dalam sistem pemasaran produsen seringkali menggunakan perantara sebagai penyalurnya, dan perantara ini merupakan suatu kegiatan usaha yang berdiri sendiri serta berbeda di antara produsen dan konsumen akhir atau pemakai. Lebih lanjut Swastha (2002) mengemukakan bahwa dalam penyaluran barang konsumsi yang ditujukan untuk pasar konsumen
1. Produsen → Konsumen Akhir
Saluran ini merupakan model saluran yang paling sederhana dan pendek, seringkali disebut juga pemasaran langsung.
2. Produsen → Pengecer → Konsumen Akhir
Saluran ini melibatkan beberapa pengecer besar yang membeli secara langsung dari produsen, ada juga beberapa penjualan langsung pada konsumennya tetapi kondisi saluran semacam ini tidak umum dipakai
3. Produsen → Pedagang Besar → Pengecer → Konsumen Akhir
Saluran pemasaranini disebut juga saluran tradisional dan banyak digunakan oleh produsen. Di mana produsen hanya elayani penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar.
4. Produsen → Agen → Pengecer → Konsumen Akhir
Pada saluran pemasaran ini selain melibatkan pedagang besarm produsen juga menggunakan agen pabrik, makelar, atau perantara lainnya untuk mencapai penbgecer besar.
5. Produsen → Agen → Pedagang Besar → Pengecer → Konsumen Akhir
Pada saluran pemasaran ini untuk mencapai pengecer kecil, produsen sering menggunakan agen sebagai perantara dalam proses penyaluran barangnya kepada pedagang besar yang kemudian disalurkan kepada toko-toko kecil.

Pengukuran Keberhasilan Inseminasi buatan

Service Per Conception ( S/C )
Service Per Conception ( S/C ) adalah jumlah perkawinan atau inseminasi hingga diperoleh kebuntingan. Semakin rendah S/C semakin tinggi kesuburan ternak betina tersebut, sebaliknya semakin tinggi S/C kesuburan seekor ternak semakin rendah ( Partodiharjo, 1992 ).
Perhitungan S/C adalah perbandingan jumlah straw yang digunakan untuk IB dengan jumlah keseluruhan ternak yang di inseminasi dan menjadi bunting.
Rumus S/C

jumlah straw yang dihabiskan
S/C =
Jumlah ternak yang bunting

Dalam suatu peternakan bila angka konsepsi berkisar 1,5 – 1,7 untuk setiap kebuntingan sudah dianggap baik ( Partodiharjo, 1992 ).

Angka Kebuntingan
Salah satu ukuran yang sering dipakai dalam penentuan angka kebuntingan ternak menggunakan Non Return Rate ( NR ) pada ternak yang tidak kembali minta kawin pada waktu 60 – 90 hari. Metode pengukuran dipengaruhi oleh jumlah ternak yang di inseminasi, waktu perkawinannya serta perhitungan betina yang kembali minta di kawinkan dan pengaruh yang kadang-kadang mempertinggi jumlah ternak yag estrus dan ternak menjadi tidak bunting ( Toelihere, 1993 ).
Kurang tepatnya perhitungan NR dapat juga karena peternak tidak melaporkan kepada petugas inseminator bila sapi yang di kawinkan mengalami kebuntingan. Penjualan ternak yang dilakukan oleh peternak tanpa adanya laporan dapat mempengaruhi perhitungan NR. Menurut Partodiharjo, (1992) angka kebuntingan dianggap baik bila mencapai 60% untuk IB pertama.

Angka Kelahiran
Angka kelahiran adalah suatu ukuran terbaik dalam penilaian hasil perkawinan dengan melihat persentase jumlah ternak yang dilahirkan pada setiap inseminasi disebut dengan calving rate (CR) atau angka konsepsi. Angka konsepsi ditentukan berdasarkan persentase kebuntingan setelah inseminasi (Toelihere, 1993).

Makna dalam Karya Sastra

Djajasudarma (1977 : 31) menyatakan bahwa ketetapan suatu kata untuk mewakili suatu hal, barang atau orang tergantung dari maknanya. Tetapi dari waktu ke waktu kata-kata dapat mengalami perubahan. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1) faktor kebahasaan (linguistic causes). Berhubungan dengan morfologi, fonologi dan sintaksis.
2) faktor sejarah (historical causes).
3) faktor sosial (social causes).
4) faktor psikologis (psychological causes) yang berwujud faktor emotif dan hal-hal tabu yang muncul karena takut, kesopanan dan kehalusan.
5) pengaruh bahasa asing.
6) karena kebutuhan akan kata-kata baru.
Menurut Ullmann (1972: 193-195) perubahan makna kata dapat terjadi karena beberapa faktor seperti:
1) bahasa diturunkan dari satu generasi satu ke generasi lainnya. Oleh karena itu, sangat mungkin terjadi kesalahpahaman dalam mengartikan arti dari kata-kata.
2) kekaburan (vagueness) arti sebuah kata juga merupakan salah satu penyebab berubahnya makna kata tersebut.
3) kata yang keberadaannya terlalu terkekang pada lingkungannya juga bisa berubah menjauh dari arti sebenarnya.
4) keberadaan polisemi menambah faktor fleksibilitas dalam bahasa.e. ketaksaan (ambiguity) makna dari sebuah kata juga dapat menimbulkan perubahan semantik kata tersebut.
5) struktur perbendaharaan kata yang lebih mudah berubah dibandingkan dengan sistem fonologis dan gramatikal dari bahasa.
Oleh karena itu, dapat ditarik simpulan bahwa makna dapat berubah-ubah, dan perubahan-perubahan yang terjadi pada makna bergantung kepada berbagai faktor.
C.2. Jenis Makna
Para ahli bahasa mempunyai pendapat yang beragam mengenai penggolongan makna ke dalam jenis-jenisnya. Berikut akan dijabarkan makna menurut Soedjito (1990: 52-59):
1) makna leksikal dan makna gramatikal (berdasarkan hubungan unsur bahasa yang satu dengan yang lain). Makna leksikal, menurut Djajasudarma, adalah “makna unsur-unsur bahasa sebagai lambang benda, peristiwa, dan lain-lain. Makna leksikal ini dimiliki unsur-unsur bahasa secara tersendiri, lepas dari konteks” (1993 : 13). Misalnya kata mata dalam kalimat mata saya sakit berarti alat / organ tubuh manusia yang berfungsi untuk melihat. Sedangkan makna gramatikal, masih menurut Djajasudarma, adalah makna yang menyangkut hubungan intra bahasa, atau makna yang muncul sebagai akibat berfungsinya sebuah kata dalam kalimat (1993 : 13). Misalnya kata mata pada kalimat adik ingin telur mata sapi berarti goreng telur yang rupanya mirip dengan mata sapi.
2) makna denotatif dan makna konotatif (berdasarkan penunjukannya). Alwasilah (1995 : 147) berpendapat bahwa makna denotatif mengacu kepada makna leksikal yang umum dipakai atau singkatnya makna yang biasa, objektif, belum dibayangi perasaan, nilai, dan rasa tertentu. Misalnya terlihat pada kata gadis di dalam kalimat seorang gadis berdiri di depan rumah sakit. Kata gadis di sini adalah kata umum dan netral. Sebaliknya, mengutip pendapat Alwasilah (1995 : 147), makna konotatif bersifat subjektif dalam pengertian ada pergeseran dari makna umum (denotatif) karena sudah ada penambahan rasa dan nilai tertentu. Sebagai contoh terlihat pada kalimat seorang perawan berdiri di depan rumah sakit. Kata perawan di sini walaupun artinya sama, yaitu gadis muda, bagi beberapa orang mungkin diasosiasikan dengan ketaatan beragama, moral, atau modernisasi.
3) makna lugas/sebenarnya dan makna kiasan/figuratif (berdasarkan penerapannya terhadap acuan).
a) makna lugas ialah makna yang acuannya cocok dengan makna kata yang bersangkutan. Misalnya kata mahkota pada kalimat mahkota raja dicuri orang tadi malam.
b) makna kiasan ialah makna yang referennya tidak sesuai dengan kata yang bersangkutan. Misalnya kata mahkota pada kalimat rambut adalah mahkota wanita.
c) makna kontekstual ialah makna yang ditentukan oleh konteks pemakaiannya. Makna ini akan menjadi jelas jika digunakan dalam kalimat. Makna kontekstual sebagai akibat hubungan antara ujaran dan situasi.
Sebagai contoh seorang ibu berkata Jangan! Kepada anaknya yang sedang bermain api. Di sini kata jangan! Dapat berarti jangan masukkan tanganmu ke dalam api, berbahaya!.
Sedangkan Larson mengungkapkan adanya makna implisit. Dia juga membagi makna implisit menjadi tiga golongan (1984: 34-37), sebagai berikut:
a. makna referensial implisit (implicit referential meaning).
b. Makna organisasional/kontekstual implisit (implicit organizational meaning).
c. makna situasional implisit (implicit situational meaning).

C.3. Makna Implisit
Larson (1984: 34) menyatakan bahwa makna implisit merupakan makna yang tidak ditampilkan tetapi merupakan bagian dari pembicaraan atau maksud yang ingin disampaikan penutur. Di dalam proses memahami makna implisit ini, penanggap tutur terkadang harus berusaha keras untuk tiba pada tafsiran yang tepat antara lain dengan melalui pembayangan atau penafsiran. Penanggap harus mengetahui hal tertentu yang menjadi acuan, situasi dan konteks. Pengetahuan konteks akan sangat membantu penanggap untuk mendapat tafsiran yang tepat.
Aminuddin, mengutip pendapat Samuel dan Kiefer, mengemukakan adanya ungkapan reading the lines, yakni membaca untuk memahami makna yang tersurat dan ungkapan reading between the lines, yaitu membaca untuk memahami makna yang implisit. Jadi, makna dapat dibedakan antara makna yang tersurat dan makna yang tersirat (1985: 92).
Masih menurut Aminuddin (1985: 50) agar seorang penanggap dapat mencapai tafsiran yang tepat, dalam proses penafsirannya makna harus diperhatikan keterkaitannya dengan hal-hal sebagai berikut.
a. ciri-ciri atau unsur internal kebahasaan.
b. sistem sosial budaya yang melatari.
c. pemakai, baik sebagai penutur atau penanggap tutur.
d. ciri informasi dan ragam tuturan yang disampaikan.

C.4. Makna Referensial Implisit
Keberadaan referen dalam menginterpretasikan makna sangatlah penting. Makna akan sulit untuk dimengerti apabila referennya tidak diketahui. Gambaran makna yang dihasilkan oleh elemen kebahasaan yang berupa kata, kalimat maupun elemen lainnya sehubungan dengan unsur luar bahasa baik itu berupa realitas maupun pengalaman disebut referen, demikian Aminuddin (1985: 88).
Kridalaksana (1993: 186) mengatakan bahwa referen adalah unsur luar bahasa yang ditunjuk oleh unsur bahasa. Yang dimaksud dengan unsur bahasa di sini diantaranya kata atau kalimat.
Makna referensial, menurut Kridalaksana, adalah makna unsur bahasa yang sangat dekat hubungannya dengan dunia di luar bahasa (objek atau gagasan), dan yang dapat dijelaskan oleh analisis komponen (1993 : 199). Dengan kata lain makna ini mengacu langsung pada benda, kejadian, atribut, atau relasi tertentu yang dapat dilihat atau dibayangkan yang merupakan isi informasi atau sesuatu yang dikomunikasikan.
Halliday dan Hasan (1976: 37) mengemukakan bahwa referen dalam suatu teks bisa bersifat eksoforik, yaitu yang mengacu pada hal-hal di luar konteks, ataupun endoforik yaitu yang referennya terdapat dalam konteks itu sendiri. Referen endoforik terbagi dalam anaforik, yang mengacu pada referen yang telah disebutkan dan kataforik yaitu yang mengacu pada konteks yang mengikutinya. Kemudian Halliday dan Hasan mengelompokkan referen ke dalam tiga jenis, yaitu:
a. referen personal, yaitu referen yang terdapat pada kategori persona.
b. referen demonstratif, yaitu referen yang terdapat pada penunjukan lokasi atau tempat.
c. referen komparatif adalah referen tidak langsung yang terdapat pada pemakaian ciri-ciri atau kesamaan sesuatu.

Hermeneutika Dalam Puisi

Secara etimologis, kata hermenutik berasal dari bahasa Yunani hermeneuein (kata kerja) yang berarti menafsirkan atau hermeneia (kata benda) yang dapat diartikan sebagai penafsiran atau interpretasi. Kata tersebut berasal dari tokoh mitologis bernama Hermes, yaitu seorang utusan yang mempunyai tugas menyampaikan pesan Jupiter kepada manusia. Tugas Hermes adalah menerjemahkan pesan-pesan dari dewa di gunung Olympus ke dalam bahasa manusia (Sumaryono, 1999: 23). Hermeneutik diartikan sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti (E. Palmer, 1969: 3)
Salah satu tokoh hermeneutik adalah Hans Georg Gadamer. Gadamer lahir di Marburg pada tahun 1900. Gelar doktor filsafat ia peroleh pada tahun 1922. Sejak tahun 1949 ia mengajar di Heidelberg sampai ia pensiun. Menjelang masa pensiunnya pada tahun 1960, karier filsafat Gadamer mencapai puncaknya, yaitu ditandai dengan munculnya buku yang berjudul Kebenaran dan Metode karya Gadamer (Sumaryono, 1999: 67). Teorinya menarik untuk analisis teks karena pandangannya tentang interpretasi teks yaitu perpaduan antar cakrawala. Disamping itu, gadamer tidak berfikir melalui kalimat-kalimat pernyataan ataupun proposisi, melainkan lebih mengarah pada berfikir melalui bertanya (Sumaryono, 1999: 69).
Hermeneutika sebagai ilmu maupun metode mempunyai peran luas dan penting dalam filasfat. Dalam sastra pembicaraanya sebatas sebagai metode. Sebagai metode, hermeneutik diartikan sebagai cara menafsirkan teks sastra untuk diketahui maknanya. Dalam sastra dan filsafat hermeneutika disejajarkan dengan interpretesi dan pemahaman. Metode Hermeneutik pada dasarnya sama dengan metode analisis isi. Diantara metode-metode yang lain, hermeneutik adalah salah satu metode yang dapat digunakan dalam penelitian teks sastra (Ratna, 2006: 44). Namun demikian, menurut Sumaryono (1999: 21) hermeneutik belum bisa diterima sebagai metode yang universal, namun metode ini setidaknya mendukung pemahaman tentang sebuah pemahaman dan interpretasinya.
Setiap peneliti sastra bertanggung jawab terhadap suatu karya sastra yang sedang dikajinya. Peneliti karya sastra wajib memberikan penafsiran seperti yang dibutuhkan oleh orang pada masa kini (Damono, 1978: 5). Jadi, tugas peneliti sastra adalah mengungkap kandungan makna pada sebuah teks dalam perspektif masa kini atau pada saat teks tersebut dibaca oleh pembaca.
Permasalahan yang dihadapi peneliti dalam melaksanakan tanggung jawab tersebut adalah bagaimana peneliti mampu memahami makna terdalam yang terkandung dalam teks lagu Ahmad Dhani. Inti permasalahan tersebut adalah bagaimana peneliti dapat memahami kandungan sufistik dalam teks lagu Ahmad Dhani, padahal teks lagu itu ditulis pada waktu dan latar belakang sosial budaya yang berbeda dengan peneliti. Salah satu kerangka pemahaman yang dapat membantu untuk memecahkan permasalahan tersebut adalah hermeneutika yang kemudian dirumuskan metodenya. Pradopo (1994: 90) menjelaskan dalam penelitian sastra, dengan menggunakan salah satu teori sastra, pertama kali, harus dimengerti dahulu mengenai teori itu, kemudian dirumuskan metodenya.
Secara etimolagis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa yunani, yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Hermeneutik pada awalnya digunakan untuk menafsirkan kitab suci (Ratna, 2006: 45). Palmer (1969: 3) mendefinisaikan hermeneutik sebagai proses mengubah sesuatu atau situasi ketidaktahuan menjadi mengerti, sehingga yang menjadi tugas pokok hermeneutik adalah bagaimana menafsirkan sebuah teks klasik menjadi milik kita yang hidup di jaman dan tempat yang berbeda. Hermeneutik merupakan usaha memahami atau mengiterpretasikan sebuah teks (Sumaryono, 199: 83).
Tugas hermeneutik adalah mencari dalam teks kemampuan karya untuk memproyeksikan diri keluar dari dirinya dan melahirkan suatu dunia yang merupakan pesan teks itu. Dalam bidang kajian sastra, hermeneutik diartikan sebagai ilmu atau keahlian menginterpretasikan karya sastra dan ungkapan bahasa dalam arti yang lebih luas menurut maksudnya (Teeuw, 2003: 102).
Hans-Georg Gadamer, seorang pemikir hermeneutik, berpendapat bahwa maksud sebuah teks harus dibedakan dari maksud pengarangnya. Teks bersifat otonom, teks mempunyai kehidupan sendiri, lepas dari penulis dan pembacanya. Interpretasi teks itu oleh seorang pembaca tidak dapat tidak berarti pemberian makna sesuai dengan situasi si pembaca. Interpretasi teks selalu merupakan fusion of horison (pembauran cakrawala), yakni dalam proses pemahaman oleh seorang pembaca berlangsung atau terjadi persesuaian perpaduan cakrawala, perpaduan antara cakrawala masa lampau saat teks itu tercipta dan cakrawala masa kini si pembaca (Teeuw, 2003: 143).
Gadamer menaruh perhatiannya terhadap seni karena hermeneutik dengan seni memiliki hubungan yakni di dalam seni terdapat suatu kebenaran. Sebagai contoh, dalam sebuah lukisan, garis-garis yang mestinya ditarik lurus justru ditarik miring, atau campuran warnanya yang tidak menurut kombinasi yang lazim, seringkali menghasilkan efek kenikmatan yang estetis. Artinya, interpretasi tidak bersifat kaku atau statis (Sumaryono: 1999: 70-71).
Menurut konsep Gadamer interpretasi adalah penciptaan kembali. Interpretasi terjadi jika adanya perpaduan cakrawala atau fusion of horison (Sumaryono, 1999: 78). Gadamer juga menegaskan bahwa interpretasi akan benar jika interpretasi tersebut mampu menghilang dibalik bahasa yang digunakan. Artinya interpretasi yang baik bila tidak menurut kata per kata, tetapi disesuaikan menurut ragam bahasanya sendiri (Sumaryono, 1999: 81). Dalam penelitian ini, peneliti hanya dapat memahami teks dari pusat pandangan peneliti dan dari sejarahnya sendiri. Interpretasi selalu bersifat perspektival karena interpretasi selalu dibatasi oleh horison atau cakrawala peneliti yang hidup pada saat sekarang. Interpretasi tidak akan pernah sampai pada interpretasi yang menyeluruh karena perhatian peneliti hanya diarahkan pada elemen-elemen yang berkaitan dengan kondisi kontemporer si peneliti. Puncak atau hasil maksimal dari interpretasi adalah fusion of horizons atau bertemunya cakrawala masa lalu ketika teks diciptakan dan masa kini saat teks ditafsirkan.
Guna mendukung pencapain fusion of horison, setiap penelitian selalu diawali dengan orientasi awal yang didasarkan pada teks atau yang menjadi pijakan pertama adalah teks (Suwondo, 1994: 74). Dalam metode hermeneutik ini, orientasi awal itu kurang lebih sama pengertiannya dengan praanggapan atau menurut gadamer adalah bildung yang dapat diartikan sebagai gambaran umum. Bildung itu diperoleh peneliti dari pemahaman sejarah dan pemahaman budayanya sendiri. Peneliti sebagai seorang manusia memiliki akal budi, yakni kemampuan untuk mengaitkan makna-makna itu ke dalam rangkaian-rangkaian yang koheren dan terpadu. Pemahaman tentang sejarah hidup dan pemahaman tentang kebudayaannya sendiri menyebabkan ia mampu memahami sejarah dan kebudayaan orang lain. Misalnya, bila seorang membaca suatu teks kesusastraan keseluruhan latar belakangnya ikut berperan. Dua orang yang berbeda latar pendidikan, usia, kebudayaannya tidak akan melakukan interpretasi dengan cara yang sama (Sumaryono, 1999:72).
Karya sastra merupakan karya seni yang menggunakan bahasa sebagai mediumnya (Pradopo, 1994: 93). Dalam hermeneutika, bahasa merupakan jembatan antara pengalaman hermeneutik dan interpretasi. Hal ini terjadi karena manusia dalam merumuskan makna dan mengaitkan makna yang satu dengan makna yang lain ke dalam rangkaian-rangkaian yang koheren dan terpadu, melalui proses berbahasa. Pemahaman manusia tentang dunia ini terjadi melalui bahasa dan konsep atau rangkaian-rangkaian makna yang koheren dan terpadu.
Visi sastra modern menyebutkan bahwa dalam karya sastra terkandung ruang-ruang kosong, ditempat itulah pembaca memberikan berbagai penafsiran. Makin besar sebuah karya sastra, maka semakin banyak mengandung ruang-ruang kosong, sehingga semakin banyak investasi penafsiran yang dapat ditanam didalmnya. Dalam interpretasi ruang-ruang kosong tersebut, metode hermeneutika tidak mencari makna yang benar, melainkan makna yang paling optimal (Ratna, 2006: 46)

Ketidaklangsungan ekspresi puisi

Penggantian arti disebabkan oleh penggunaan bahasa kias. Bahasa kias mencakup semua jenis ungkapan yang memiliki makna lain dengan makna harfiahnya. Bahasa kias bisa berupa kata, frasa, ataupun satuan sintaksis yang lebih luas. Sesuai dengan hakekat puisi sebagai pemusatan dan pemadatan ekspresi, bahasa kias dalam puisi berfungsi sebagai saraba pengedepanan suatu yang berdimensi jamak dalam bentuk yang sesingkat-singkatnya. Disamping itu, sebagai akibat bentuknya yang singkat, bahasa kias juga berfungsi membangkitkan tanggapan pembaca. Fungsi bahasa kias adalah untuk mengiaskan atau mempersamakan suatu hal dengan hal lain supaya gambaran menjadi jelas, lebih menarik dan hidup (Pradopo, 1999: 62)
Bahasa kias dalam puisi dapat dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yakni kelompok perbandingan (metafora dan simile), penggantian (metonimi dan sinekdoki), dan pemanusiaan (personifikasi). Kesemua bahasa kias tersebut memiliki sifat yang umum, yaitu bahasa-bahasa kias tersebut mempertalikan sesuatu dengan cara menghubungkannya dengan yang lain (Altenbern dalam Pradopo, 1999: 62)
Metafora adalah bahasa kias yang membandingkan sesuatu dengan sesuatu yang lain tanpa kata pembanding, misalnya Bumi ini perempuan jalang. Simile adalah bahasa kias yang membandingkan suatu hal dengan hal lain disertai dengan kata pembanding seperti: bagai, sebagai, bak, seperti, semisal, seumpama, laksana, dan kata-kata pembanding lainnya, misalnya serupa dara dibalik tirai (Pradopo, 1999: 62).
Metonimi adalah bahasa kias berupa penggunaan sebuah atribut sebuah objek atau penggunaan sesuatu yang sangat dekat berhubungan dengannya untuk menggantikan objek tersebut. Contoh klakson dan lonceng bunyi bergiliran. Kata klakson dan kata lonceng dapat menggantkan orang-orang atau partai-partai yang bersaing adu keras suaranya (Pradopo, 1999: 78).
Sinekdok adalah bahasa kiasan yang menyebutkan suatu bagian yang penting suatu benda (hal) untuk benda (hal) itu sendiri (Altenbern dalam Pradopo, 1999: 78). Sinekdoki ada dua macam, yaitu (1) pars pro toto (sebagian untuk keseluruhan), (2) totum pro parte (keseluruhan untuk sebagian). Contoh: kujelajahi bumi dan alis kekasih. Kata bumi merupakan totum pro parte, dan kata kekasih merupakan pars pro toto.
Personifikasi adalah bahasa kias yang menyamakan sesuatu (benda) dengan manusia, benda-benda mati dibuat seolah-olah dapat berfikir, berbuat dan sebagainya layaknya manusia (Sayuti, 2002: 68). Contoh: ombak bernyanyi, burung-burung tertawa riang.
Menurut Riffaterre (dalam Pradopo, 1999: 213) penyimpangan arti disebabkan oleh tiga hal yakni ambiguitas, kontradiksi, dan nonsense. Ambiguitas adalah penafsiran bermacam-macam arti atau makna terhadap suatu ungkapan atau kata. Kontradiksi adalah salah satu car men yampaikan maksud secara berlawanan atau kebalikannya (Pradopo, 1999:215). Nonsense adalah kata-kata yang secara linguistik tidak mempunyai arti atau kata-kata yang merupakan ciptaan penyair sendiri, contoh potapa potitu potkaukah potaku (Pradopo, 1999: 219).
Penciptaan arti dipengaruhi oleh sajak (rima), enjambemen, dan tipografi. Sajak (rima) adalah persamaan bunyi akhir kata. Bunyi ini berulang secara terpola dan biasanya terdapat di akhir baris saja, tetapi kadang-kadang terletak di awal atau di tengah baris. Enjambemen adalah kata atau frasa atau baris puisi yang berfungsi ganda yakni menghubungkan bagian yang mendahului dengan bagian yang mengikutinya. Artinya, sebuah kelompok kata dipenggal, dan penggalannya dipindah ke baris berikutnya. Tipografi merupakan aspek bentuk visual puisi yang berupa tata hubungan dan tata baris. Tipografi kadang disebut sebagai susunan baris puisi dan ada pula yang menyebutnya sebagai ukiran bentuk. Tipografi dalam puisi dipergunakan untuk mendapatkan bentuk yang menarik supaya indah dipandang oleh pembaca

Sastra Perbandingan

Dalam ruang lingkup karya sastra, sastra perbandingan dapat digolongkan menjadi ampat bidang utama yaitu:
1. Kajian yang bersifat komparatif yaitu mnelaah teks dan seterusnya. Kajian ini mendasarkan pada nama pengarang, tahun penerbitan, lokasi penerbitan dan seterusnya. Kajian ini untuk melihat influence study atau affinity study
2. Kajian bandingan histories yaitu ingin melihat pengaruh nilai-nilai histories yang melatar belakangi kaitan antara satu karya sastra dengan karya sastra lain atau mungkin antara karya sastra dengan buah pemikiran manusia. Tugas studi ini untuk melihat seberapa pengaruh histories tertentu yang masuk dalam diri pengarang sehingga menciptakan karya. Hal ini mirip dengan strukturalisme genetic, hanya dibandingkan
3. Kajian bandingan teoritik, bertujuan untuk menggambarkan secara jelas tentang kaidah-kaidah kesusteraan, misalkan saja, peneliti dapat membandingkan berbagai genre, aliran dalam sastra, kritik sastra (antara strukturalisme dan formalisme), tema dan sebagainya. Dalam kaitan ini, tampak tidak secara langsung membandingkan cipta sastra, namun hakikatnya tidak demikian peneliti tetap membandingkan karya sastra. Hanya saja, bandingan diarahkan untuk menemukan atau meyakinkan berbagai teoritik sastra
4. Kajian antar disiplin ilmu, yaitu bandingan antara karya sastra dengan bidang lain misalkan kepercayaan, politik, agama, seni dan sebagainya. Titik tolak bandingan adalah karya sastra sedangkan bidang lain berguna untuk memperjelas informasi sastra (Endraswara, 2007)
Dalam pandangan Jost (dalam Rahman, 2000) sastra bandingan juga dapat meliputi aspek: pengaruh, sumber ilham (acuan), proses pengambilan ilham atau pengaruh dan tema dasar. Dalam kaitan ini ada empat kelompok kajian sastra bandingan jika dilihat dari aspek objek garapan yaitu; Pertama, kategori yang melihat hubungan karya sastu dengan lainnya dengan menelusuri juga kemungkinan adanya pengaruh satu karya terhadap karya yang lain. Termasuk dalam interdispliner dalam sastra bandingan adalah filsafat, sosiologi agama dn sebagainya. Kedua, aktegori yang mengkaji tema karya sastra. Ketiga, kajian terhadap gerakan atau kecenderungan yang menandai suatu peradaban. Keempat, analisis bentuk karya sastra (genre).
Dalam lingkup kajian demikian, secara garis besar dapat dibedakan menjadi dua golongan yakni: (1) kajian persamaan dan (2) kajian konsep pengaruh. Kajian persamaan, tidak selau menjawab masalah; mengapa terdapat persamaan namun juga lebih kepada apabila dua karya sastra memiliki kesamaan berarti ada hal paralel dalam bidang tertentu.

Judul Skripsi Psikologi; Kemandirian

Kemandirian merupakan salah satu aspek karakter yang dianggap menjadi salah satu indikator dari keberhasilan perjalanan hidup seseorang.Bahkan dalam salah satu artikel yang pernah saya baca, kemandirian menjadi salah satu indikator yang dimasukkan kesiapan anak memasuki sekolah dasar.kalau tidak salah (alias lupa, indikator lain adalah ketekunan dan kedisiplinan)....
muncul pertanyaan saya mengapa kemandirian jauh lebih penting ditekankan dari pada kemampuan semisal calistung). Melalui penelusuran dari beberapa buku yang kemudian saya rangkum, saya menyimpulkan bahwa kemandirian merupakan suatu dimensi yang sangat luas. tidak hanya menyangkut kemampuan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan tanpa bantuan orang lain namun di dalamnya mengandung beberpa hal, misalknya 1) hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, (2) Mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi (3) Memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya (4) Bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya.
Satu hal lagi yang perlu dicatata dalam menumbuhkembangkan sikap kemandirian adalah peranan orang tua. Orang tualah yang memunculkan dan membentuk dasar-dasar kemandirian. Baru kemudian setelah interkasinya di lingkungan smeakin banyak muncul porsi yang lebih besar dari lingkungan . secara bersama-sama peran orangtua dan respon dari lingkungan sangat diperlukan bagi anak sebagai “penguat” bagi setiap perilakunya.
Kemandirian sendiri merupakan suatu sikap yang diperoleh secara kumulatif selama perkembangan, dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri dalam menghadapi berbagai situasi di lingkungan, sehingga individu pada akhirnya akan mampu bertindak dan berpikir sendiri. Artinya perlu suatu pembentukan yang terus berlangsung bahkan ketika anak kita menjadi remaja atau bahkan individu dewasa.
tentunya pembentukan kemandirian tersebut berubah-ubah seiring dengan karakter pribadi dan perkembangan yang dilalui oleh sang anak. hal ini disesuaikan dengan porsi tanggung jawab yang dikenakan pada perkembangan tersebut.
Catatan selanjutnya (masih harus banyak belajar mengenai langkah-langkah yang harus dilakukan untuk menumbuhkembangkan kemandirian)...

Rabu, 23 Maret 2011

Depresi

Depresi dapat diartikan sebagai sebuah kondisi batin yang tertekan dalam waktu panjang (stres berkelanjutan) dan mengakibatkan hilangnya harapan hidup, makna hidup, motivasi berprestasi, dan kepercayaan-diri (losing mood and confidence). Secara garis besar depresi bisa terjadi distimulasi oleh keadaan eksternal yang berubah ke arah yang lebih buruk dan itu di luar kontrol individu tersebut. Kondisi emosi atau psikologis masing-masing orang turut menentukan apakah sesuatu itu dapat menyebabkan depresi, sejauh mana tingkat depresinya serta seberapa besar kemampuan orang itu untuk mengatasi masalah (hingga tidak sampai depresi) atau, seberapa besar kemampuan orang itu untuk mengatasi depresinya.(Beck,1979)
Misalnya kematian orang-orang tercinta atau bencana alam yang menyisakan kenangan-kenangan traumatik. Bila ini berlanjut ke tingkat yang lebih tinggi maka menyebabkan individu kehilangan mood, kehilangan gairah untuk melangkah, kehilangan kepercayaan diri, maka trauma itu menyebabkan seseorang mengalami depresi. Individu kehilangan daya tarik untuk menjadikan hidup individu menjadi lebih hidup dan kehilangan semangat untuk menjalankan aktivitas positif.
Depresi juga muncul karena ulah individu sendiri. Ulah di sini ada yang berbentuk penyimpangan / pelanggaran atau ada yang berbentuk pengabaian. Hampir seluruh tindak penyimpangan atau pelanggaran atas apa yang benar di dunia ini dalam skala / ukuran yang besar, umumnya akan melahirkan konsekuensi yang tidak terkontrol. Bila konsekuensi buruk itu terjadi dan merembet kemana-mana dan semuanya menjadi pilihan buruk buat individu, ini juga bisa menimbulkan depresi. Pengabaian terhadap diri sendiri seperti potensi yang tidak dikembangkan atau mempunyai resource tetapi tidak digunakan, dan lain-lain, ini juga bisa menimbulkan depresi. Jadi, bukan pengabaiannya yang menyebabkan depresi tetapi konsekuensi pengabaian itulah yang membuat orang menjadi depresi. Individu mulai merasa tidak berarti bagi diri sendiri dan orang lain. (Gilbert et al,1988)
Cara mengatasi depresi adalah dengan memperbaiki: a) hubungan dengan diri sendiri dengan cara control diri, dialog diri, dll, b) hubungan dengan orang lain dan c) hubungan dengan Tuhan (meningkatkan iman).
Memperbaiki hubungan dengan diri sendiri akan membuat individu cepat mengontrol atau menarik diri dari keadaan yang tidak menguntungkan individu. Kalau individu sadar bahwa individu sedang depresi dan sadar bahwa individu harus segera mengambil tindakan, tentunya ini akan beda persoalannya.
Memperbaiki hubungan dengan manusia lain akan membantu usaha yang individu lakukan dalam mengatasi depresi. Individu tetap harus ingat bahwa manusia itu bisa digolongkan menjadi dua: a) ada manusia yang menjadi sumber depresi buat individu, dan b) ada manusia yang menjadi bantuan solusi atas depresi. Yang individu butuhkan (sebanyak-banyaknya) adalah manusia kelompok kedua. Jangan sampai individu menjauhi semua manusia, trauma kepada semua manusia, atau tidak percaya pada semua manusia. (Jarvis, 2006)
Memperbaiki hubungan dengan Tuhan dapat dilakukan dengan banyak cara, antara lain: a) meningkatkan iman, b) menjalankan ajaran agama yang individu pilih (formal dan non-formal

Judul Skripsi Psikologi; Pemaknaan Makna Hidup

Manusia adalah makhluk yang terus-menerus mencari dirinya sendiri dan yang setiap saat harus menguji dan mengkaji secara cermat kondisi-kondisi eksistensinya. Apa yang berarti dalam eksistensi manusia bukan semata-mata nasib yang menantikan kita, tapi cara bagaimana kita menantikan nasib itu atau melakukan pemahaman terhadap makna hidup. Pemahaman makna hidup individu adalah cara individu memandang dan mengerti akan segala sesuatu dan menentukan garis pembatas yang membentuk sebuah pigura di mana individu berada di dalamnya. Ruangan yang diluar garis pembatas tersebut adalah dunia dan isinya. Bagaimana individu memahami segala sesuatu tergantung sepenuhnya dengan ukuran pigura tersebut dibuat. Keterbatasan yang individu pahami sebagai takdir atau bukan takdir pada prakteknya lebih mengisyaratkan adanya keterbatasan individu memahami sesuatu yang individu ciptakan sendiri. (Frankl dalam Schultz, 1991) Memahami bagaimana dunia dan isinya ini bekerja memiliki implikasi langsung pada situasi konkrit tertentu di dalam hidup individu, terutama berhubungan dengan kemajuan dan kemunduran atau kesuksesan dan kegagalan. Oleh karena itu pemahaman perlu disempurnakan atau didinamiskan menurut perkembangan situasi yang individu hadapi. Kuncinya adalah menerima perubahan dunia dari satu titik ke titik berikutnya sebagai materi untuk mengembangkan diri alias memperluas ukuran pigura individu. (Hewitt, 1994)
Alasannya sangat mendasar ketika pemahaman individu tentang obyek kehidupan ini stagnant sementara realitas eksternal itu berdifat dinamis maka pemahaman individu mandul alias tidak bekerja menciptakan kemajuan melainkan jalan di tempat. Dari sinilah awal dari semua yang individu namakan problem, yaitu ketika pemahaman konseptual tidak lagi sejalan dengan realitas eksternal. Gap tersebut menciptakan sikap yang membenarkan kenyataan secara pasif atau sikap menyatakan kebenaran yang bertentangan dengan kebenaran lain. (Allport, 1955).
Dalam rangka menciptakan pemahaman yang sinergis dengan perkembangan situasi, maka terlebih dahulu individu perlu mengetahui sumber-sumber pemahaman dan memahami bagaimana cara kerjanya, maka jalan untuk mengauditnya akan terbuka lebar. Berikut adalah sebagian dari sumber dominan di mana individu memperoleh pemahaman hidup dan bagaimana individu dapat mengaplikasikannya ke dalam situasi konkrit. (Dollard, 1950)
1. Hukum Universal
Hukum Universal mengandung kebenaran yang diartikulasikan ke dalam pesan-pesan moral yang sifatnya berlaku umum. Selain itu, hukum tersebut juga merupakan kebenaran mutlak yang tidak memberi hak kepada siapa pun untuk mengubahnya. Institusi yang paling banyak mengungkapkan kebenaran tersebut adalah agama-agama, kepercayaan, tradisi, atau sebagian dari adat istiadat. Kebenaran mutlak jelas berupa kebenaran dari langit dan supaya dapat didistribusikan ke bumi ia membutuhkan tool atau alat bantu agar bisa menciptakan penafsiran, pemahaman, persepesi, paradigma mental, dan karakter behavioral seperti ajaran agama.
Namun jika alat bantu yang dipilih seseorang seolah sangat jauh dari realitas, bahkan terjadi seakan-akan missing-link dengan realitas, sehingga misi kebenaran langit yang mestinya untuk memperbaiki manusia justru membelenggunya maka seseorang tersebut biasanya akan mencari alat bantu lain untuk memahami kebenaran . Contohnya terjadi fenomena di mana seseorang menggunakan ajaran agama saat beribadah tetapi ketika mencari makan ia menggunakan ajaran komunisme atau atheisme. Agama, ajaran moral dipahami individu tersebut tidak mendukungnya untuk menjadi kaya.
2. Hukum Personal
Di dalam diri individu sebagai “the person” yang utuh telah diciptakan dua kekuatan yang berlomba merebut posisi kepemimpinan atas kehidupan individu. Kekuatan pertama berupa The Self dan kedua berupa The Ego. The Self adalah kekuatan yang memberi instruksi agar individu memahami diri, menjadi diri dan menjadi master bagi diri individu: "To Know, To become, dan Tobe”. Dialah yang menciptakan pemahaman bahwa kehidupan eksternal ditentukan sepenuhnya oleh kekuatan internal. The Self berbicara tentang sesuatu yang sebenarnya individu kehendaki dan menjadi hak sehingga dalam banyak redaksi doa, The Self adalah permohonan tentang kehidupan surga.
Tidak demikian halnya dengan The Ego. Kekuatannya berupa instruksi untuk mendorong individu menyerahkan naskah hidup asli kepada pihak lain dengan kompensasi individu menggunakan naskah hidup mereka. Kekuatan inilah yang menyuntikkan drug bahwa kehidupan eksternal tidak dipandu oleh kekuatan internal sehingga pada gilirannya sang diri hilang, lenyap tanpa kekuatan dan suara. The Ego adalah bentuk ketergantungan terhadap kekuatan eksternal. Ia adalah bentuk penghindaran yang sering individu ucapkan dalam doa-doa.
Mayoritas dari individu hanya menggunakan kekuatan minimal ketika urusannya berupa ‘menginginkan sesuatu’ dan baru bisa mengeluarkan secara maksimal ketika ‘menghindar dari sesuatu’, apalagi jika konsekuensinya hidup – mati. Dari temuan tersebut disimpulkan bahwa pembeda antara orang genius dengan orang biasa bukan terletak pada kadar potensi atau kemampuan yang diturunkan sejak lahir, tetapi bagaimana menggunakan kemampuan atau potensi tersebut dengan cara-cara tertentu dan maksimal
Contoh nyata individu yang dapat dijadikan contoh dalam menggunakan potensi secara maksimal dengan cara-caranya yang khusus adalah Thomas A. Edison. Mungkin individu bertanya-tanya apakah makhluk seperti Edison atau para avatar lainnya sudah dicetak untuk berbeda dengan individu? Awalnya adalah sama. Ia tetap memiliki fluktuasi emosi antara kecewa dengan kegagalan dan bahagia dengan kesuksesan bahkan mungkin sempat putus asa. Bahkan sekolahnya Edison dikenal sebagai siswa yang tidak memiliki prestasi gemilang sehingga akhirnya sang guru bosan merawatnya. Lalu kekuatan apakah yang terus mendorongnya sehingga rintangan apapun tidak bisa menghambatnya? Kuncinya adalah menemukan cara bagaimana menggunakan mengeluarkan kekuatan The Self sebanding dengan kekuatan The Ego. Apa diraih Edison, tidak mustahil dapat juga diraih oleh individu seindividuinya etos kerja atau motivasi individu belajar menggunakan energi yang individu gunakan untuk bercinta? Jika ini yang terjadi maka pastilah akan muncul kegigihan yang tidak sanggup dibendung oleh diri individu sendiri. (Dennis Fox dan Isaac Prilleltensky, 2005)

3. Hukum Lingkungan
Lingkungan diversikan ke dalam berbagai ungkapan bahasa mulai dari keluarga, saudara, relasi, persahabatan dan lain-lain di mana masing-masing memiliki instruksi berupa instruksi psikologis dan instruksi keadaan yang sifatnya ditawarkan. Individulah yang pada akhirnya menentukan keputusan itu meskipun sayangnya keputusan individu adalah keputusan dengan tidak memutuskan apapun. Di samping memiliki pengaruh di mana semua manusia tidak bisa melepaskannya, lingkungan juga memiliki individu asumsi, persepsi atau penilaian tentang bagaimana lingkungan tersebut melihat dunia. Pemahaman individu tentang hukum lingkungan punya hubungan kausalitas dengan bagaimana individu ingin diperlakukan dan bagaimana individu memperlakukan orang lain. Jika levelnya keinginan, tentu saja individu menginginkan bentuk perlakuan terhormat atau sesuai dengan yang individu inginkan. Semua manusia bahkan hewan pun sama tetapi kuncinya terdapat pada pemahaman individu terhadap instruksi psikologis dan keadaan yang menciptakan perbedaam diametral antara individu dimanfaatkan dan dihormati; antara individu menjadi korban lingkungan dan menciptakan adaptasi.
Kenyataan yang sulit dipungkiri adalah bahwa individu membutuhkan lingkungan untuk menciptakan kemajuan hidup. Tetapi di sisi lain, individu memerlukan upaya membersihkan diri dari pengaruh yang diciptakan oleh pembawaan umum lingkungan yang bisa menjadi penghambat bagi kemajuan hidup individu. Pembawaan umum itulah yang oleh Samuel A. Malone dalam Mind Skill for Manager disebut Conformity yang menjadi ancaman kreativitas untuk merealisasikan keunggulan individu. Menurut Advance Dictionary, Conformity adalah "Action or behavior in agreement with what is usual, accepted or required by custom". Dengan kata lain, konformitas adalah ketakutan untuk menjadi diri sendiri yang berbeda dengan orang lain karena didorong oleh oleh keinginan untuk diterima oleh lingkungan.
Kualitas pemahaman instruksi lingkungan dengan begitu sebanding dengan kualitas kecerdasan bersikap saat individu menjatuhkan kartu hidup. Ketika individu larut ke dalam konformitas, maka bukan penghormatan yang akan individu terima, melainkan pemanfaatan. Saat itulah kebaikan yang individu berikan bisa jadi kebodohan yang individu lakukan. Bahkan lingkungan tidak memiliki makna kualitas apapun ketika individu tidak menemukan peluang belajar mengisi muatan pikiran sukses dari orang yang lebih atas; atau ketika individu tidak menemukan celah mengukur kemajuan dari orang yang sepadan; atau ketika individu tidak bisa membangun empati dari orang yang lebih rendah.
Dalam bagian pertama buku Man's Seach for Meaning (Frankl dalam Schultz, 1991), Frankl mengisahkan pengalamanya selama menjadi tawanan Yahudi di Auschwitz dan beberapa kamp konsentrasi Nazi lainnya. Kehidupannya selama tiga tahun di kamp konsentrasi adalah kehidupan yang mengerikan secara kejam. Setiap hari, ia menyaksikan tindakan-tindakan kejam, penyiksaan, penembakan, pembunuhan masal di kamar gaas atau eksekusi dengan aliran listrik. Pada saat yang sama, ia juga melihat peristiwa-peristiwa yang sangat mengharukan; berkorban untuk rekan, kesabaran yang luar biasa, dan daya hidup yang perkasa. Di samping para tahanan yang berputus asa yang mengeluh, "mengapa semua ini terjadi pada kita? "mengapa aku harus menanggung derita ini?" ada juga para tahanan yang berpikir "apa yang harus kulakukan dalam keadaan seperti ini?". Yang pertama umumnya berakhir dengan kematian, dan yang kedua banyak yang lolos dari lubang jarum kematian.
Menurut Rakhmat (dalam Zohar & Marshall, 2002), hal yang membedakan keduanya adalah pemberian makna. Pada manusia ada kebebasan yang tidak bisa dihancurkan bahkan oleh pagar kawat berduri sekalipun. Itu adalah kebebasan untuk memilih makna. Sambil mengambil pemikiran Freud tentang efek berbahaya dari represi dan analisis mimpinya, Frankl menentang Freud ketika dia menganggap dimensi spiritual manusia sebagai sublimasi insting hewani. Dengan landasan fenomenologi, Frankl membantah dan menjelaskan bahwa perilaku manusia tidak hanya diakibatkan oleh proses psikis saja. Menurutnya, pemberian makna berada di luar semua proses psikologis. Dia mengembangkan teknik psikoterapi yang disebut dengan Logoterapi (berasal dari kata Yunani "Logos" yang berarti makna.
Logoterapi memandang manusia sebagai totalitas yang terdiri dari tiga dimensi; fisik, psikis, spiritual. Untuk memahami diri dan kesehatan, kita harus memperhitungkan ketiganya. Selama ini dimensi spiritual diserahkan pada agama, dan pada gilirannya agama tidak diajak bicara untuk urusan phisik dan psikilogis. Kedokteran, termasuk psikologi telah mengabaikan dimensi spiritual sebagai sumber kesehatan dan kebahagiaan ( Rahmat, 2004).
Frankl menyebut dimensi spiritual sebagai noos yang mengandung semua sifat khas manusia, seperti keinginan kita untuk memberi makna, orientasi-orientasi tujuan kita, kreativitas kita, imajinasi kita, intuisi kita, keimanan kita, visi kita akan menjadi apa, kemampuan kita untuk mencintai di luar kecintaan yang phisik psikologis, kemampuan mendengarkan hati nurani kita di luar kendali superego, secara humor kita. Di dalamnya juga terkandung pembebasa diri kita atau kemampuan untuk melangkah ke luar dan memandang diri kita, dan transendensi diri atau kemampuan untuk menggapai orang yang kita cintai atau mengejar tujuan yang kita yakini. Dalam dunia sp iritual, kita tidak dipandu, kita adalah pemandu, pengambil keputusan. Semuanya itu terdapat di alam tak sadar kita. Tugas seorang logoterapis adalah menyadarkan kita akan perbendaharaan kesehatan spiritual ini.
Dalam hidup ini ada beberapa ancaman sebagai penyebab "kecemasan eksistensial", hal ini merupakan aspek terpenting yang menentukan apakah hidup kita bermakna atau hanya kesia-siaan, adalah pertama, kematian: kita semua adalah makhluk yang fana', kematian sewaktu-waktu akan dating menjemput kita. Kedua, takdir, garis kehidupan kita mungkin suatu kesengsaraan atau malapetaka, semuanya tidak bisa diramalkan atau dikendalikan. Ketiga, keharusan untuk membuat pilihan mengandung kecemasan eksistensial melalui setidaknya dengan tiga cara; a). kadang-kadang kita mesti menjatuhkan suatu pilihan tanpa informasi yang cukup, b). ketika mengambil keputusan, manusia cenderung untuk mencari bimbingan dari sumber transcendental yang lebih tinggi, c). menjatuhkan pilihan berarti mengabaikan pilihan lainnya (Abidin, 2002).
Frankl (dalam Schultz, 1991) berpendapat bahwa cara paling baik untuk mencapai makna hidup adalah mulai berkomitmen pada hal-hal di luar diri. Seseorang akan berbalik fokus pada dirinya sendriri ketika tidak menemukan arti dan tugas mereka di dunia. Menjadi sehat secara psikologis adalah bergerak keluar dari fokus diri, mengatasinya, menyerapinya dalam arti dan tujuan seseorang. Maka dengan demikian diri akan dipenuhi dan diaktualisasikan secara sponyan dan wajar. Secara umum sifat sesorang yang dapat menemukan makna hidupnya menurut Frankl adalah:
a. Mampu secara bebas memilih langkah tindakan mereka
b. Mampu secara pribadi bertanggung jawab terhadap tingkah laku hidup dan sikap yang dianutnya terhadap nasib.
c. Dalam segala tindakannya tidak dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan di luar dirinya
d. Menemukan arti peranannya dalam kehidupan yang sesuai dengannya.
e. Mampu secara sadar mengontrol kehidupannya sendiri.
f. Mampu mengungkapkan nilai-nilai daya cipta, nilai-nilai pengalaman, atau nilai-nilai sikap.
g. Mampu mengorientasikan diri terhadap tujuan-tujuan dan tugas-tugas yang akan datang.

Judul Skripsi Psikologi; Pengertian Kreativitas

 Lubart (Zimbardo, dkk, 1999) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan suatu kemampuan seseorang di dalam menghasilkan ide-ide maupun produk baru dan sesuai dengan tuntutan keadaan, di mana ide-ide maupun produk tersebut dibutuhkan. Kemampuan itu dapat diterima dan dirasakan manfaatnya oleh masyarakat sekitar sebagai sesuatu yang wajar dan bukan sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal, apabila ide-ide atau produk baru yang dihasilkan dianggap mampu memenuhi kebutuhan. Orang yang kreatif akan memiliki sikap, pemikiran dan perilaku kreatif apabila kemampuannya dipupuk sejak dini karena kreativitas merupakan suatu proses.
Kreativitas dapat berupa kegiatan imajinatif atau sintesis pemikiran yang mempunyai maksud dan tujuan yang jelas dan bukan fantasi (Hurlock, 1995). Oleh karena itu kreativitas tidak muncul dalam kehampaan tetapi tergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima. Sejalan dengan pendapat tersebut Mart Sternberg (Woolfolk, 1995) mengatakan bahwa dengan memiliki pengetahuan yang handal akan membantu dalam memperoleh insight.
Kreativitas merupakan suatu perwujudan dari diri individu, suatu karya kreatif sebagai hasil kreativitas seseorang dapat menimbulkan suatu kepuasan pribadi yang tak terhingga. Dalam teori kebutuhan Maslow (1968) disebutkan bahwa dalam perwujudan diri manusia, kreativitas merupakan manifestasi dari individu yang memiliki fungsi penuh. Dari sini terlihat bahwa kreativitas penting untuk mengembangkan semua bakat dan keterampilan individu pengembangan prestasi hidupnya.
beberapa pernyataan yang digunakan untuk mendefinisikan pengertian. Kamus lengkap psikologi susunan Chaplin (1995) mendifinisikan kreativitas atau creativity sebagai kemampuan untuk menghasilkan bentuk baru di dalam seni atau permesinan atau dalam memecahkan masalah-masalah dengan kemampuan masing-masing.
Chandra (1994) menegaskan bahwa kreativitas adalah kemampuan mental dan berbagai jenis keterampilan khas manusia yang dapat melahirkan pengungkapan yang unik, berbeda, orisinal, sama sekali baru, indah, efisien, tepat sasaran dan tepat guna. Menurut Semiawan dkk (1984), kreativitas adalah potensi yang pada dasarnya dimiliki setiap orang, tentu dalam derajat yang berbeda-beda. Dengan arti lain setiap orang memiliki kemampuan untuk menjadi pemikir-pemikir yang kreatif tapi dengan tingkatan-tingkatan yang berbeda sesuai dengan kemampuan masing-masing. Kemampuan tersebut bergantung pada perolehan pengetahuan yang diterima. Sependapat dengan Semiawan dkk, Munandar (1999) juga mengatakan bahwa kreativitas merupakan bakat yang secara potensial dimiliki oleh setiap orang, yang dapat diidentifikasi dan dipupuk melalui pendidikan yang tepat.
Rogers (Munandar, 1999) juga menekankan bahwa kreativitas adalah kecenderungan untuk mengaktualisasikan diri, mewujudkan potensi, dorongan untuk berkembang dan menjadi matang, kecenderungan dalam mengekspresikan dan mengaktifkan semua kemampuan individu. Orang yang kreatif memiliki kebebasan berfikir dan bertindak. Kebebasan tersebut berasal dari diri sendiri, termasuk di dalamnya kemampuan untuk mengendalikan diri dalam mencari alternatif yang memungkinkan untuk mengaktualisasikan potensi kreatif yang dimiliki. Hal ini sejalan dengan pandangan Guilford yang mengungkapkan bahwa kreativitas adalah kemampuan berfikir divergen untuk menjajaki bermacam-macam alternatif jawaban terhadap suatu persoalan yang sama benarnya.
Menurut Maslow (Schultz, 1995) kreativitas merupakan suatu sifat yang akan diharapkan seseorang dari pengaktualisasi diri. Mereka adalah asli, inventif dan inovativ, meskipun tidak selalu dalam pengertian menghasilkan suatu karya seni. Kreativitas lebih merupakan suatu sikap, suatu ungkapan kesehatan psikologis dan lebih mengenai cara bagaimana kita mengamati dan bereaksi terhadap dunia dan bukan mengenai hasil-hasil yang sudah selesai dari suatu karya seni.
Tentang sifat-sifat kreativitas, Campbell (Nashori & Mucharam, 2002) mengemukakan bahwa kreativitas merupakan suatu kegiatan yang mendatangkan hasil yang sifatnya : Pertama, baru atau diartikan sebagai inovatif, tidak ada sebelumnya, segar, menarik, aneh dan mengejutkan. Kedua, berguna, bermanfaat atau useful, yang diartikan sebagai lebih enak, lebih praktis, mempermudah, mendorong, mengembangkan, mengatasi kesulitan, mendatangkan hasil yang baik. Ketiga, dapat dimengerti atau understandable, yaitu diartikan sebagai hasil karya yang tercipta atau dibuat dapat dimengerti orang lain contohnya ketika Sigmund Freud menjelaskan tentang struktur kepribadian yang terdiri atas Id, ego dan super ego orang lain dapat memahaminya sebagai penentu-penentu perilaku manusia

Judul Skripsi Psikologi: Terapi Relaksasi Religius

Relaksasi merupakan pengaktifan dari syaraf parasimpatetis yang menstimulasi turunnya semua fungsi yang dinaikkan oleh sistem syaraf simpatetis, dan menstimulasi naiknya semua fungsi yang diturunkan oleh syaraf simpatetis. Masing-masing syaraf parasimpatetis dan simpatetis saling berpengaruh maka dengan bertambahnya salah satu aktivitas sistem yang satu akan menghambat atau menekan fungsi yang lain (Utami, 1993). Ketika seseorang mengalami kecemasan maka ada ketegangan pada otak dan otot sehingga dengan mengaktifkan syaraf parasimpatetis dengan teknik relaksasi maka secara otomatis ketegangan berkurang sehingga seseorang akan mudah untuk menurunkan kondisi kecemasan.
Berbagai macam bentuk relaksasi yang sudah ada adalah relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera, relaksasi meditasi, yoga dan relaksasi hipnosa (Utami, 1993). Dari bentuk relaksasi di atas belum pernah dimunculkan kajian tentang bentuk relaksasi religius. Relaksasi religius ini merupakan pengembangan metode respon relaksasi dengan melibatkan faith factor dari Benson. oleh karenanya terapi relaksasi memasukkan proses berupa formula-formula tertentu yang dibaca berulang-ulang dengan melibatkan unsur keimanan kepada agama, kepada Tuhan yang disembah akan menimbulkan respon relaksasi yang lebih kuat dibandingkan dengan sekedar relaksasi tanpa melibatkan unsur keyakinan terhadap hal tersebut.Relaksasi religius merupakan pengembangan dari respon relaksasi yang dikembangkan oleh Benson (2000), dimana relaksasi ini merupakan gabungan antara relaksasi dengan keyakinan agama yang dianut. Dalam metode meditasi terdapat juga meditasi yang melibatkan faktor keyakinan yaitu meditasi transendental (trancendental meditation). Meditasi ini dikembangkan oleh Mahes Yogi (Sothers, 1989) dengan megambil objek meditasi frase atau mantra yang diulang-ulang secara ritmis dimana frase tersebut berkaitan erat dengan keyakinan yang dianut. Fokus dari relaksasi ini tidak pada pengendoran otot namun pada frase tertentu yang diucapkan berulang kali dengan ritme yang teratur disertai sikap pasrah kepada objek transendensi yaitu Tuhan. Frase yang digunakan dapat berupa nama-nama Tuhan, atau kata yang memiliki makna menenangkan.
Dengan demikian relaksasi religius merupakan penggabungan teknik relaksasi dengan memasukkan faktor keyakinan. Pada penelitian ini unsur keyakinan yang akan dipergunakan dalam intervensi adalah unsur keyakinan agama Islam.Unsur keyakinan yang dimasukkan adalah penyebutan Allah secara berulang-ulang yang disertai dengan sikap pasrah.
Salah satu manfaat yang dapat diperoleh dalam terapi relaksasi religius adalah cukup efektif untuk memperpendek waktu dari mulai merebahkan hingga tertidur dan mudah memasuki tidur. Hal ini membuktikan bahwa relaksasi religius yang dilakukan dapat membuat lebih relaks sehingga keadaan kesulitan ketika mengawali tidur dapat diatasi dengan treatmen ini. Penggunaan kaset relaksasi religius cukup membantu subjek dalam mengawali tidur. Pada umumnya subjek melaporkan bahwa dengan mengikuti kaset relaksasi dirinya lebih mudah untuk tertidur, ada beberapa hal yang menyebabkan mereka mudah tertidur antara lain instruksi diucapkan dengan pelan dan mudah diikuti.
Pelatihan relaksasi dapat memunculkan keadaan tenang dan relaks dimana gelombang otak mulai melambat semakin lambat akhirnya membuat seseorang dapat beristirahat dan tertidur. Hal ini sesuai dengan pendapat Panteri (1993) yang menggambarkan neurofisiologi tidur sebagai berikut : Pada saat berbaring dalam keadaan masih terjaga seseorang berada pada gelombang otak beta, hal ini terjadi ketika subjek mulai merebahkan diri tidur dan mengikuti instruksi relaksasi religius yaitu pada tahap pengendoran otot dari atas yaitu kepala hingga jari jari kaki. Selanjutnya dalam keadaan yang lelah dan siap tidur mulai untuk memejamkan mata, pada saat ini gelombang otak yang muncul mulai melambat frekwensinya, meninggi tegangannya dan menjadi lebih teratur.

Judul Skripsi Psikologi: Depresi Pada Orang Tua Pemakai Napza

merebaknya pemakaian NAPZA seringkali memunculkan suatu kondisi lain yaitu pengaruh yang ditimbulkan terhadap kondisi kesehatan jiwa orang tua si pemakai. Kondisi tersebut seringkali diacuhkan sehingga tidak dimasukkan sebagai bagian dari proses penyembuhan pemakai NAPZA.Pada kenyataannya,peran orangtua sebagai orang terdekat sangat menentukan keberhasilan penyembuhan pemakai NAPZA.
Berdasarkan Dore (1998) terdapat tiga hubungan yang menyebabkan inidividu yang ketagihan NAPZA dapat mempengaruhi orang-orang terdekat untuk mengalami kondisi depresi yaitu: Pertama, efek langsung dari penggunaan obat terhadap perubahan perilaku pengguna NAPZA. Penggunaan NAPZA akan menyebabkan seseorang akan, meningkatkan agresivitas dan menurunkan toleransi terhadap stress. Perubahan perilaku ini akan mempengaruhi terutama orang-orang terdekat seperti misalkan orang tua, saudara, pacar dan teman. Perubahan tersebut disebabkan perilaku agresif dan lebih mudah stress akan menimbulkan lingkungan atau kondisi psikologis yang tidak nyaman bagi orang-orang dekat si pengguna NAPZA sendiri. Kedua, efek tidak langsung dari kekerasan dan agresivitas yang disebutkan diatas akan menyebabkan orang-orang terdekat mengalami trauma. Tindakan kekerasan dan agresivitas yang dilakukan pengguna NAPZA umumnya berupa penganiayaan tidak hanya secara fisik, namun kadang-kadang juga berwujud tindakan kekerasan seksual dan ekonomi. Hal ini yang mendorong pandangan bahwa terapi tidak hanya ditujukan bagi pengguna NAPZA saja namun bagi orang-orang terdekat. Ketiga, efek tidak langsung yaitu timbulnya ketidakpercayaan atau bahkan penolakan orang-orang terdekat atas kondisi dari yang menimpa si pengguna NAPZA. Umumnya hal ini terjadi pada orang tua terhadap anak yang menjadi pengguna NAPZA. Timbulnya ketidakpercayaan atau bahkan penolakan kondisi merupakan bagian awal dari timbulnya depresi akibat merasa bersalah atas apa yang menimpa si anak yang ternyata menjadi pengguna NAPZA
Manifestasi dari timbulnya depresi bagi orang tua akibat anak yang menjadi pengguna NAPZA sebenarnya sangat bermacam-macam. Misalkan ketika orang tua menyadari anak mereka menjadi korban penyalahgunaan NAPZA maka berkemungkinan untuk menutupi pergaulan social akibat perasaan malu. Hal ini mendorong orangtua tidak menjalin hubungan sosial yang sehat (Amriel, 2008). Selain itu orang tua juga harus mengeluarkan biaya perawatan dan pemulihan kondisi anak. Orang tua juga akan mengalami kondisi tidak nyaman akibat kehilangan benda berharga, lebih sering timbulnya pertengkaran dan rusaknya kehidupan anak karena mengalami kemandirian yang makin berkurang (Laksana, 2007). Kondisi ini akan membuat orang tua resah, putus asa dan mudah mengalami depresi.
Menurut National Institute of Mental Health (dalam Siswanto, 2002) gangguan depresi diartikan sebagai suatu penyakit tubuh yang menyeluruh (whole body) yang meliputi tubuh, suasana perasaan dan pikiran. Hal ini berpengaruh terhadap cara makan dan tidur, cara seseorang merasa dirinya sendiri dan cara berpikir orang mengenai sesuatu. Gangguan depresi tidak sama dengan suasana murung (blue mood). Depresi juga tidak sama dengan kelemahan pribadi atau suatu kondisi yang dapat dikehendaki atau diharapkan berlaku. Orang dengan penyakit depresi tidak dapat begitu saja ”memaksa diri mereka sendiri ” dan menjadi lebih baik.
Stab dan Fieldeman (1999) mengemukakan bahwa depresi terjadi apabila individu secara konsisten menemukan diri mereka dalam suasana tertekan setiap hari dilebihi periode dua minggu. Dalam American Psychiatry Asociation (1994) seseorang dapat dinyatakan mengalami depresi apabila setidaknya dalam dua minggu terakhir mengalami lima atau lebih simtom berikut: adanya perubahan pada nafsu makan atau berat badan, tidur dan aktivitas psikomotor, muncul perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah, kesulitan berpikir, dan membuat keputusan, munculnya pikiran atau ide yang menyebabkan mudah lelah, munculnya pikiran atau ide untuk bunuh diri atau keinginan untuk mati.
Menurut Beck (1967) bahwa manifestasi depresi mempunyai konsistensi, seperti adanya penurunan mood, kesedihan, pesimisme tentang masa depan, retardasi dan agitasi, sulit berkonsentrasi, menyalahkan diri sendiri, lamban dalam berpikir serta serangkaian tanda vegetatif seperti gangguan dalam nafsu makan maupun gangguan dalam hal tidur. Konsistensi manifestasi depresi tersebut menjadikan simtom depresi dapat digolongkan menjadi simptom emosional, kognitif, motivasional dan vegetatif fisik.
Sedangkan depresi orang tua yang anaknya menjadi pemakai NAPZA mempunyai respon agak berbeda dari respon depresi secara umum; yaitu menghambat peran orang tua itu sendiri. Berdasarkan penelitian Ismail dkk (2007)orangtua dapat mengalami depresi apabila terjadi perubahan drastis terhadap kondisi perilaku atau kesehatan. Orangtua depresi akan melewati fase-fase kejutan, penyangkalan, kemarahan, depresi, dan penerimaan. Hanya sedikit (5,9%) orang tua yang tetap mengalami depresi dan mengalami gangguan sistimik namun membutuhkan waktu yang berbeda-beda untuk ke kondisi penerimaan.
Penanganan depresi dapat dilakukan dengan 3 cara utama yaitu (1) biologis yakni dengan obat anti depresan, (2) psikoterapi dengan menggunakan berbagai teknik terapi seperti terapi kognitif, terapi perlakuan dan terapi kelompok (3) pelatihan, antara lain social problem solving therapy, pelatihan ketrampilan interpersonal dan manajemen stres. Ketiga cara utama itu seringkali dipakai oleh para ahli secara terpisah atau dengan mengkombinasikannya (Branon dan Nelson, 1987).
Retnowati (1990) manyatakan bahwa hanya dari 60-65% penderita depresi menggunakan pengobatan medis akan memperoleh kemajuan (penurunan tingkat depresi). Kenyataan ini mendorong para ahli mencari upaya alternatif selain menggunakan terapi pengobatan medis. Salah satu upaya yang dianggap efektif adalah melakukan manajemen stres. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Retnowati (1990) yang menyebutkan bahwa manajemen stres, terapi kognitif dan perilaku afektif efektif menurunkan gangguan depresi. Harrington (1995) menyatakan bahwa manajemen stres, terapi kognitif dan perilaku afektif efektif terhadap depresi tingkat ringan sampai sedang tetapi belum direkomendasikan untuk kategori berat.

Judul Skripsi Psikologi:Metode Mengajar Orang Dewasa (Andragogi)

Pembelajaran orang dewasa mencerminkan suatu proses di mana orang dewasa menajdi perduli dan mengevaluasi tentang pengalamannya. Untuk itu, pembelajaran orang dewasa tidak dimulai dengan mempelajari materi pelajaran, tetapi berdasarkan harapan bahwa pembelajaran dimulai dengan memberikan perhatian pada masalah-masalah yang trjadi/ditemukan dalam kehidupannya (lingkungan pkerjaan, masyarakat, dan lain-lain. oleh karenanya pembelajaran orang dewasa tentu saja berbeda dengan pembelajaran fase perkembangan lainnya.
Menurut Lindeman (1986), konsep pembelajaran orang dewasa merupakan pembelajaran yang berpola non otoriter, lebih bersifat informal yang pada umumnya bertujuan untuk menemukan pengertian pengalamandan/atau pencarian pemikiran guna merumuskan perilaku standar. Dengan demikian, teknik pembelajaran orang dewasa adalah bagaimna membuat pembelajaran menjadi selaras dengan kehidupan nyata.
Metode yang biasa digunakan dalam pendidikan orang dewasa adalah metode pertemuan. Oleh karena itu, sangat penting bagi kita mengetahui hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis pertemuan. Berikut ini merupakan beberapa pertanyaan yang akan dipergunakan dalam suatu program pendidikan orang dewasa (Morgan et al, 1976)
1. Usaha atau kegiatan apa yang akan diorganisasikan
2. Tugas apa saja yang ingin diselesaikan
3. Siapa saja yang menjadi sasarannya
4. Bagaimana pesan yang dapat disampaikan sebaik mungkin
5. Masalah apa saja yang mungkin timbul dalam pengorganisasian pertemuan yang harus dipecahkan
Ada beberapa jenis pertemuan yang dapat dipilih seseorang guna menyampaikan sesuatu kepada orang lain. Pemilihan jenis pertemuan yang memuaskan tergantung pada apa yang ingin diselesaikan. Jenis-jenis pertemuan yang umum dilakukan dalam pendidikan orang dewasa adalah sebagai berikut (Suprijanto, 2008)
1. Institusi (institution)
Institusi adalah terjemahan dari institution. Mereka yang ikut dalam insititusi adalah orang yang tertarik dengan bidang khusus. Dalam institusi, materi baru diberikan untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki peserta. Salah satu institusi yang paling umum di Amerika Serikat adalah institusi guru yang diadakan oleh Departemen Pendidikan dengan tujuan untuk memberikan tambahan informasi tentang fase pembelajaran. Kelas institusi ini merupakan serangkaian pertemuan satu hari atau beberapa hari.
Dalam suatu insititusi diharapkan akan berlangsung pemberian informasi dan instruksi serta identifikasi masalah dan pemecahannya. Institusi adalah salah satu bentuk pendidikan orang dewasa yang paling sering digunakan. Dalam institusi, sering dilakukan upaya untuk mengembangkan informalitas, kesempatan untuk berpartisipasi dan mengembangkan diri. Banyak teknik yang digunakan dalam institusi ini seperti sesi buzz, permainan peran, diskusi terbuka, penyajian formal dan lain-lain.
Suatu institusi memerlukan pengorganisasian dan tindak lanjut supervisi yang baik dengan dipimpin oleh orang yang ahli dalam melaksanakan program dan mendelegasikan tanggung jawab sehingga mampu menggunakan berbagai macam teknik kelompok untuk mendorong partisipasi individu. Suatu institusi harus ada perencanaan, panitia pelaksanan dan evaluasi akhir.
Jika seseorang merencanakan suatu institusi perlu diperhatikan bahwa pengaturan institusi harus sesuai, jadwal waktu yang logis dan harus menyenangkan semua yang terlibat. Selain itu, harus ada sesi pendahuluan untuk menyakinkan kesiapan peserta dan suasana yang kondusif. Salah satu pola institusi adalah ketua membuka pelatihan dengan sambutan pengarahan atau mengundang orang lain untuk membukanya. Sambutan pengarahan sangat penting dalam member batasan isu, mengatur panel dan waktu, memberi pikiran agar peserta lebih cepat mencapai pemecahan masalah yang dihadapi.
Setelah sambutan pembukaan biasanya kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang dipimpin seorang pimpinan kelompok. Diharapkan kelompok-kelompok kecil tersebut menghasilkan kesepakatan tindak lanjut setelah pulang.
Sering setelah selang waktu tertentu, kelompok kecil berkumpul kembali untuk mendengarkan sambutan lanjutan atau kesimpulan ringkasan kemajuan industri. Jika institusi dilaksanakan setengah hari, acara ke dua dilaksanakan pada acara penutupan sebelum selesai.
Keterbatsan institusii yakni tujuan akhirnya sering tidak tercapai. Bahkan walaupun peserta mungkin mempunyai dedikasi pribadi yang tinggi untuk meningkatkan tindak lanjut setelah pulang namun tidaklah selalu dilaksanakan semuanya. Dikarenakan membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mengorganisasikan suatu institusi dan melihat perkembangannya, ada beberapa perencana uang tidak mau menyisihkan waktunya untuk keperluan itu. Hal ini harus menjadi tantangan bagi tim kerja untuk menyusun setiap fase institusi dengan baik. Tidak hanya harus ada tim kerja tetapi juga harus ada keahlian kepemimpinan.
Pendidikan dan Pelatihan Guru dapat dikategorikan sebagai pertemuan institusi karena bertujuan untuk memberikan materi baru untuk menambah pengetahuan yang telah dimiliki peserta sebagai guru.
2. Konvensi
Konvensi seperti institusi, adalah kumpulan dari peserta. Budaya adalah peserta datang dari kelompok local yang merupakan organisasi orang tua baik dari tingkat kabupaten, propinsi hingga tingkat nasional.
Maksud mendasarnya adalah untuk mendiskusikan dan memikirkan ide-ide yang mungkin dapat memperkuat organisasi orang tua murid (Morgan et al, 1976). Sering peserta datang bersama-sama untuk menetapkan kebijakan, menyetujui calon ketua dan merencanakan strategi dan promosi. Memang benar ada konvensi dari dua partai politik dalam rangka mempersiapkan pemilihan umum. Sejak konvensi bermaksud untuk mempromosikan dan memperkuat organisasi orang tua murid, sering banyak pembicara dihadirkan guna memberikan inspirasi. Seperti dalam institusi, dalam konvensi ada dua arahan pokok atau sesi pengarah yang dilengkapi dengan sesi kelompok besar dan kelompok kecil.
Salah satu manfaat utama konvensi adalah meberikan peserta secra individual kesempatan melihat organisasi sebagai sutau badan penting dimana ia mengidentifikasikan dirinya. Jika konvensi dilaksanakan dengan baik, loyalitas peserta akan termotivasi, egonya akan berkurang dan dedikasinya akan menguat. Ia kembali ke rumah dengan perasaan bangga menjadi bagian dari suatu gerakan. Keberhasilan pelaksanaan konvensi tergantung pada pengembangan jiwa korp dan moral kelompok. Banyak aktivitas yang dilengkapi dengan moto, pameran klise, pidato pengarahan dan lain sebagainya.
Kelemahan konvensi adalah jika pelaksanaan kurang baik maka tidak dapat memberikan motivasi kepada peserta. Ada kemungkinan manipulasi di belakang layar dan aksi mob akan mengganggu jalannya acara secara normal. Kadang-kadang peserta merasa dirinya kurang terlibat karena hal-hal yang kurang dimngerti. Kadang-kadang ia kembali ke rumah dibingungkan dengan besarnya program dan politik praktis. Perencana konvensi mempunyai tugas besar, terutama bila konvensi merupakan acara propinsi atau nasional.
Makin besar ruang lingkup konvensi menyebabkan masing-masing peserta saling tidak mengenal.
3. Konferensi
Konferensi adalah pertemuan dalam kelompok besar maupun kelompok kecil. Jumlah peserta dalam konferensi mungkin hanya dua orang, atau sampai lima puluh orang atau lebih. Biasanya jumlah peserta konferensi yang lain adalah diikuti dengan kata sebutan yang menunjukkan tema konferensi. Sebagai contoh, konferensi supervisor, konferensi pendidikan agama, konferensi tanaman dan lain-lain (Morgan et.al 1976). Pada umumnya peserta berperansebagai kelompok khusu yang mengadakan konsultasi bersama terhadap masalah yang memerlukan pemikiran sangat serius dalam bentuk pertemuan formal. Peserta mempunyai pengalaman di bidang pekerjaannya (Kang dan Song, 1984). Acara konferensi perlu disusun dengan baik. Penyusun pengarahan pokok tergantung pada keinginan pribadi. Pada umumnya, mereka tidak datang sebagai utusan delegasi yang ditunjuk seperti pada konvensi.
Pertemuan itu mungkin konferensi kerja atau konferensi pendidikan. Pola konferensi kerja biasanya bersifat teknis dan sangat terbatas jumlah pesertanya dan mempunyai tema yang direncanakan untuk mengembangkan sutau ide.
Teknik diskusi yang biasa digunakan, seperti pertemuan meja bundar, diskusi yang diikuti dengan acara makan siang dan/atau bankuet, oenl dan lain-lain. Seperti pada konvensi dan institusi pada konferensi juga terdapat pembuatan daftar masalah, termasuk iuran (jika ada), penjualan karcis akan siang atau bankuet, bahan informasi dan lain-lain yang diatur oleh panitia.
Umpan balik, baik dari kelompok diskusi dalam konferensi maupun dari peserta setelah pulang dari rumah, lebih mudah diperoleh dalam institusi dan konferensi daripada dalam konvensi. Keterbatasan konferenis adalah ketidakpastian kehadiran peserta. Keterbatasan lain adalah sulitnya mengevaluasi apa yang telah dicapai dalam konferensi dan apa yang dikerjakan sebagai tindak lanjut.
4. Lokakarya (workshop)
Seperti yang tersirat, lokakarya berarti kerja. Lokakarya adalah pertemuan orang yang bekerja sama dengan kelompok kecil, biasanya dibatasi pada masalah yang berasal dari mereka sendiri. Peran peserta diharapkan untuk menghasilkan produk tertentu (Morgan et al, 1976 dan Kang dan Song, 1984). Susunan acara lokakarya meliputi identifikasi masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah, pencarian dan usaha pemecahan masalah dengan menggunakan referensi dan materi latar belakang yang cukup tersedia. Pemandu (narasumber) yang mampu biasanya hadir menceritakan pengalamannya dan latihan yang pernah diikutnya.
Beberapa jenis diskusi kelompok dapat diterapkan dalam lokakarya. Oleh karena itu, informalitas diperlukan dalam mendorong partisipasi peserta. Jumlah peserta terbatas, dalam banyak hal, mereka dipanggil ke lokakarya dengan undangan khusus. Dikarenakan kelompok kecil, maka studi yang intensif dimungkinkan. Pengalaman yang terencana dengan baik dan lokakarya yang terkendali banyak diterapkan ke peserta. Ia dibawa ke serangkaian informalitas, dorongan untuk berpartisipasi, pengenalan sumber-sumber yang bermanfaat, penjelasan metode identifikasi dan pemecahan masalah serta pengalaman tertentu tentang cara penilaian prosedur.
Lamanya lokarya tergantung pada besarnya tugas yang harus diselesaikan. Jangka waktu bervariasi antara tiga hari sampai tiga minggu. Jangka waktu bervariasi antara tiga hari sampai tiga minggu. Jika orang yang disertakan sebagai nara sumber banyak maka dipilih salah satu orang yang bertindak sebagai coordinator, untuk merencakan dan melaksanakan hal yang rinci dan memperlancar jalannya program.
Dalam lokakarya, orang yang diundang terbatas. Efektivitas program lokakakrya akan terbatas, kecuali jika peserta dapat terus hadir mulai dari lokakarya dibuka sampai selesai. Lokakarya memerlukan perencanaan sedemikian rupa sehingga peserta tidak hanya menerima begitu saja apa yang diputuskan tanpa banyak berpikir dan menjadi orang luar tetapi peserta dapat terlibat secara penuh dan dapat mengembangkan diri
5. Seminar
Seminar secara umum disebut sebagai lembaga belajar. Istilah yang sangat biasa digunakan dalam kampus. Jumlah peserta biasanya sangat sedikit, mungkin tidak lebih dari lima puluh orang. Maksud seminar adalah untuk mempelajari subjek di bawah seorang berhubungan erat dengan riset (Morgan, Barton et al 1976; Kang dan Song, 1984). Mereka yang berperan serta mempunyai latar belakang latihan dan pengalaman dalam bidang yang diseminarkan. Untuk kebanyakan orang, seminar berhubungan dengan materi yang keseluruhannya di luar kemampuannya untuk memahami karena terbatasnya latar belakang bidang yang dimilikinya. Diskusi terbuka dilakukan setelah penyajian formal. Jika minat peserta tinggi maka partisipasi setiap peserta harus diatur dengan sebaik-baiknya.
Jenis pertemuan ini akna membawa anggita untuk dapat belajar di bawah pimpinan yang mampu dan siap membantu setiap anggota mengerti masalah riset dan mendekati orang lain. Salah satu pembatas dalam jenis pertemuan ini adalah pendeknya waktu (biasanya satu atau dua jam) untuk mengembangkan suatu idea atau konsep. Seminar tidak dapat digunakan secara universal karena beragamnya latar belakang orang
6. Kursus Kilat
Kursusu kilat merupakan institusi yang sangat intensif selama satu hari atau lebih tentang beberapa subjek khusus. Institusi ini lebih sederhana dan kurang kosentrasi jika dibandingkan dengan pelajaran yang diambil di universitas. Penyajian formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Penyajian mimbar formal sering diterapkan dalam kursus kilat ini. Kursus kilat terbatas pada bidang khusus. Istilah tersebut pada dasarnya menunjukkan proses memperoleh tambahan pelajaran dalam bidang khusus dengan kelompok khusus yang berhubungan dengan bidang tersebut dalam lingkungan hidup sehari-hari mereka. Sebagai contoh, mungkin ada kursus kilat tentang perbankan bagi banker, produksi kumbang bagi penggemar kumbang. Materinya disajikan dalam bentuk modul dan dimaksudkan untuk membantu pserta mengerjakan tugas secara lebih baik sesuai dengan pekerjaannya setelah kembali ke rumah. Peserta mau hadir karena kursus terkait dengan pekerjaan sehari-harinya. Kursus kilat bertindak sebagai kursus penyegar bagi peserta.
Kursus tersebut terbatas bagi kelompok khusus dan temanya jarang sekali mempunyai daya tarik yang universal. Sulit bagi perencana untuk mengembangkan program yang diharapkan dapat memenuhi kebutuhan setiap orang yang terkait. Biasanya anggota kursus memiliki latar belakang yang sangat bervariasi. Beberapa peserta mempunyai kesan bahwa mereka tidak belajar sesuatu di luar yang telah mereka ketahui, sementara peserta yang lain mengeluh bahwa materinya sangat teknis sehingga mereka tidak dapat mengerti apa yang dikatakan oleh pembicara
7. Kuliah Bersambung
Kuliah bersambung adalah suatu rangkaian penyajian yang diberikan oleh dosen dengan periode satu waktu kali per hari, satu kali per minggu atau satu kali per bulan. Selang waktu antara masing-masing bervariasi. Dipandang dari definisi ketatnya, khotbah setiap Minggu yang diberikan oleh pendeta dapat dikatakan sebagai kuliah bersambung. Hal ini tentu saja hanya berlaku untuk khotbahnya saja dan tidak termasuk musik lengkap, ritual dan partisipasi hadirinnya. Dosen mungkin menggunakan audiovisual dalam penyajiannya. Peranan hadirin adalah mendengarkan, jadi menerima pesan-pesan dan inspirasi dari dosen.
Sangat sederhana untuk mengatur kuliah bersambung karena semua yang diperlukan hanyalah dosen dan hadirin. Jika dosen menggunakan alat visualisasi, beberapa persiapan harus dilakukan untuk menggunakan alat tersebut.
Keterbatasan kuliah bersambung adalah dosen harus bekerja keras karena pengalaman menurunkan jumlah hadirin. Hadirin dengan mudah dapat tidur dalam ketidaksadaran, yang hanya sedikit dapat mempengaruhi pikirannya. Dikarenakan kuliah bersambung menekankan kontuinitas jalan pikiran, mereka yang sering tidak hadir akan kehilangan kontuinitas tersebut. Kuliah bersambung ini cukup sulit untuk mendorong peserta melakukan tindak tertentu terbukti penemuan yang sangat alami ini gagal menunjukkan hal tersebut.
8. Kelas Formal
Kelas formal adalah pendidikan orang dewasa biasanya bergabung dalam program sekolah. Mereka yang hadir telah menyatakan minat mereka dan telah mendaftar, membayar uang pendaftaran dan setuju terikat dengan program institusi.
Beberapa teknik mungkin diterapkan dalam pertemuan ini. Dalam banyak kasus, aktivitas kelas dilaksanakan di proyek dimana peserta mengerjakan sendiri seperti pada pembuatan pembalut kursi, perkayuan, seni dan banyak lagi.
Kelas formal dalam pendidikan orang dewasa biasanya mempunyai peraturan yang ketat. Pelajaran mempunyai sifat sedemikian rupa sehingga peserta yang sering absen akan kehilangan pelajaran yang berguna. Berhubungn kelas formal ini merupakan serangkaian pertemua, maka instruktur harus mempunyai peraturan yang ketat. Berhubung kelas formal ini merupakan serangkaian pertemuan, maka instruktur harus mempunyai keahlian dalam mempertahankan minat yang tinggi dari para pesertanya. Beberapa kelas formal dalam pendidikan orang dewasa menarik minat hanya kepad amereka yang mempunyai latar belakang yang cukup untuk menguasai materi. Walaupun kita sudah “mulai dari mana dia berada” namun kita sering menemukan latar belakang dan pengalaman yang bervariasi membatasi keberhasilan.
Acara kelas formal pendidikan orang dewasa dan kelas formal di fakultas atau sekolah menengah ada perbedaan. Pada kelas formal di fakultas dan sekolah menengah, motivasinya meningkat dengan adanya keinginan mendapatkan kredit fakultas atau sekolah menengah
9. Diskusi terbuka
Diskusi terbuka duanggap sebagai salah satu jenis pendidikan orang dewasa yang sangat penting. Tersirat bahwa mereka yang berperan aktif adalah orang yang cukup ahli dalam proses kelompok untuk memanfaatkan teknik secara penuh. Hal yang sering terjadi adalah mereka sangat mungkin tergerak untuk bertindak setelah diskusi terbuka ini
Pentingnya diskusi terbuka adalah terciptanya lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan kebebbasan mengeluarkan pendapat. Jika memungkinkan setiap peserta saling berhadapan duduknya
Diskusi terbuka memerlukan seorang pimpinan yang ahli untuk mengatur jalannya diskusi sehingga semua peserta mempunyai kesempatan untuk menyatakan pendapat mereka. Ia harus seorang pemberi semangat, seorang pemandu yang bermutu dan mempunyai kemampuan menjaga kelancaran diskusi. Ia harus mampu menyimpulkan, mengevaluasi dan menjelaskan pandangan yang berbeda tanpa melukai perasaan orang lain. Sejauh setiap pserra didengar pendapatnya, berbagai kemampuan dan latar belakang peserta sering menghasilkan produktivitas tinggi.

Judul Skripsi Psikologi: Kebahagiaan Hidup dalam Tinjauan Ilmu Psikologi

bagaimana mengukur sebuah kebahagiaan bagi seorang inividu tentu memiliki ukuran yang sangat subjektif. Tentulah tidak bisa menerapkan nilai sebuah kebahagiaan hidup yang kemudian diterapkan pada individu yang lain. demikian kajian kebahagiaan hidup dalam ilmu psikologi namun ada "benang merah" yang dapat ditarik sebagai sebuah generalisasi dalam mendefiniskan, faktor serta aspek/dimensi kebahagiaan hidup
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) kebahagiaan berasal dari kata bahagia yang berarti keadaan atau perasaan senang dan tentram atau bebas dari segala yang menyusahkan. Kebahagiaan sendiri memiliki arti kesenangan dan ketentraman hidup atau lahir batin, keberuntungan, kemujuran yang bersifat lahir batin. Menurut Kartono (2003) kebahagiaan atau happiness adalah suatu keadaan puas secara umum dari organisme terutama jika bisa mendukung secara konsisten-cocok pernyataan-pernyataan lisannya atau pada kasus manusia dengan tingkah laku yang dapat diekspresikan keluar. Menurut Diener (2000) kebahagiaan dapat didefinisikan sebagai evaluasi kognitif dan efketif terhadap kehidupannya. Evaluasi kognitif orang yang bahagia berupa kepuasan hidup yang tinggi, evaluasi afektifnya adalah banyaknya afek positif dan sedikitnya afek negatif yang dirasakan. Pengertian pertama serta pengertian ke dua diatas menunjukkan rasa kepuasan sedangkan dalam pengertian ke tiga menunjuk pada ekspresi baik secara kognitif dan afektif.
Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi kebahagiaan hidup makdapat dibedakan menjadi dua faktor eksternal dan internal. Penghasilan, kesehatan, bentuk tubuh, dan faktor demografis (usia, jenis kelamin dan pendidikan) merupakan faktor eksternal sementara temperamen, nilai-nilai hidup yang ada pada diri manusia dan kepribadian merupakan faktor internal.
Untuk pengukuran di dasarkan pada dua dimensi yang ada dalam kebahagiaan hidup itu sendiri yaitu: Pertama, faktor afek. Afek berkaitan erat dengan emosi. Pengaruh emosi akan dapat dilihat melalui parameter fisiologis, gerak mental atau observasi perilaku (Cacioppo et al., 1999). Uraian di atas menunjukkan bahwa afek adalah gambaran perasaan, suasana hati dan emosi secara keseluruhan yang menyertai kesadaran dan dapat bervariasi antara sangat menyenangkan sampai sangat tidak menyenangkan. Afek yang menyenangkan sering disebut dengan afek positif dan afek yang tidak menyenangkan disebut afek negatif. untuk aspek ini maka skala yang dapat digunakan adalah Positive and Negative Affect Schedule (PANAS. PANAS terdiri dari dua sub skala yaitu skala yang mengukur perasaan positif dan skala yang mengukur perasaan negatif.
Kedua, kepuasan hidup. Hurlock (1997) menyatakan bahwa kepuasan hidup adalah keadaan bahagia dan adanya kepuasan hati yang merupakan kondisi yang menyenangkan yang timbul bila kebutuhan dan harapan tertentu individu terpenuhi. Diener (1984) mengemukakan bahwa kepuasan hidup mencerminkan kondisi kehidupan yang diwarnai oleh perasaan senang tentang pengalaman masa lampau, sekarang dan gambaran yang akan datang.Pengukuran kepuasaan hidup didasarkan pada Life Satifactions Scale oleh Diener. Secara singkat maka diungkapkan bahwa Life Satifaction scale merupakan penilaian individu terhadap segala peristiwa yang dialami dengan harapan dan keinginannya. terdapat bebrapa versi untuk pengukuran ini yang disesuaikan dengan subjek penelitian. masing-masing pengukuran berbeda karena aspek kepuasan hidup akan berbeda untuk subjek yang berbeda pula

(Maaf, bukan untuk dikopi paste. sebaiknya membaca langsung sumber referensi yang asli.)

Judul Skripsi Sosiologi :MENGURAI PERJALANAN KAPITALISME DALAM SEJARAH INDONESIA (Pergeseran ”Spirit Of Capitalism” Menjadi Sistem Ekonomi Tanpa Keadilan)

A. Latar Belakang Masalah
Sistem kapitalisme di Indonesia selalu diidentikan dengan suatu sistem yang hanya mengedepankan keuntungan para pemilik modal saja. Kapitalime dalam sejarah Indonesia lekat dengan eksploitasi para tuan tanah (kaum feodal) hingga era modern dikuasai oleh kaum pemilik modal. Sistem kapitalisme selalu lekat dengan kondisi dimana persaingan, pekerjaan serta adanya pihak invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih menguntungkan. Pandangan ini menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah.
Sistem kapitalisme juga lekat dengan laize faire. Dimana laissez faire diartikan sebagai tiadanya intervensi pemerintah sehingga timbullah individualisme ekonomi dan kebebasan ekonomi. Kapitalisme justru menimbulkan rasa ketidaksensifitas terhadap persamaan dan keadilan sosial bagi seluruh kalangan masyarakat secara merata. Dimana golongan penguasa modal akan semakin menekan kaum pekerja dalam upaya untuk memnuhi motivasi yaitu mencari keuntungan sebesar-besarnya.
Pengidentikan kapitalisme dengan sistem penuh ketidakadilan ini sebenarnya tidak hanya terjadi di Indonesia. Bahkan pengidentikan sistem kapitalisme ini juga berlaku di Amerika dan Eropa sebagai tanah asal dan tanah berkembangnya ”spirit of capitalism”. Sebenarnya sistem kapitalisme yang di jalankan di Amerika berbeda dengan system kapitalisme di Negara-negara Eropa meskipun sistem kapitalime yang dijalankan di Amerika berasal dari negara Eropa. Sistem kapitalisme di Amerika lebih banyak menganut kebebasan sehingga meminimalisir pengaturan oleh pihak pemerintah. Kebebasan ini merupakan pengaruh paham kebebasan yang dibawa oleh imigran. Imigran yang datang ke Amerika adalah orang-orang yang tidak terikat pada tuan tanah atau siapapun. Mereka bebas menggarap lahannya, bebas memilih lahan, bebas memanfaatkan semua hasil panen tanpa adanya pungutan pajak.
Apabila kita menilik pada akar sejarah dari awal mula perkmebangan kapitalisme sendiri maka perkembangan yang ada justru melawan dari nilai awal yang diperjuangkan dalam kapitalisme itu sendiri. Pada awalnya kapitalisme berawal dari upaya untuk menaklukkan alam serta system feodalisme untuk menumbuhkan semangat kemandirian (self reliance), eligaterisme dan individualisme. Semangat untuk mendukung kebebasan dari suatu system yang terkurung dalam struktur kaku yang tidak memungkinkan anggota masyarakat untuk mengubah pekerjaan atau meningkatkan status yang lebih tinggi. Paham kapitalisme memiliki keyakinan bahwa setiap orang memiliki kesempatan yang sama untuk maju atas kemauan sendiri. Gagasan inilah yang menumbuhkan dan meningkatkan persamaan, toleransi dan memberikan rasionalisasi bagi kemandirian ekonomi sehingga memenuhi nilai-nilai kapitalisme itu sendiri.
Pergeseran ”spirit of capitalism” dalam kapitalisme menajdi praktek ekonomi dengan ketidadilan dalam sejarah inilah yang mendasari penulis untuk mengangkat kajian mengenai perjalanan perubahan pemahaman mengenai kapitalisme. Hal ini bertujuan dan bermanfaat untuk menguraikan apa yang sebenarnya terkandung dalam kapitalisme ”spirit of capitalism” yaitu sehingga dapat mengembalikan pemahaman mengenai kapitalisme pada nilai dasarnya.

B. PEMBAHASAN
Dalam sejarah, awal mula kapitalisme telah ada dalam pemikiran masyarakat yang berkembang di Babilonia, Mesir, Yunani dan Kekaisaran Roma. Para ahli ilmu sosial menamai tahapan awal kapitalisme ini dengan sebutan commercial capitalism. Kapitalisme komersial berkembang ketika pada zaman itu perdagangan lintas suku dan kekaisaran sudah berkembang dan membutuhkan sistem hukum ekonomi untuk menjamin fairness perdagangan ekonomi yang dilakukan oleh para pedagang, tuan tanah, dan kaum rohaniawan.
Perkembangan selanjutnya adalah perkembangan kapitalisme yang dikenal sebagai tata cara dan “kode etik” yang dipakai oleh kaum merkantilis. Awal kapitalisme dengan bercirikan merkantilisme diawali oleh kaum pedagang yang banyak berkumpul di bilangan pelabuhan Genoa, Venice dan Pisa. Kaum merkantilis memakai kapitalisme sebagai tahap lanjutan sistem sosial ekonomi yang dibentuk. Tatanan ekonomi dan politik yang berkembang memerlukan hukum dan etika yang disusun dengan relatif mapan. Hal ini disebabkan terjadi perkembangan kompetisi dalam sistem pasar, keuangan, tata cara barter serta perdagangan yang dianut oleh para merkantilis abad pertengahan. Para merkantilis mulai membuka wacana baru tentang pasar luas. Merkantilis memulai perluasan kapitalisme tidak hanya melewati wilayah dalam satu benua saja namun mengembangkan hingga perdagangan hingga ke seluruh wilayah di dunia. Hal ini tidak hanya menyangkut pengiriman ke namun juga pengiriman dari sehingga memulai komoditas keunggulan dari satu wilayah yang dikirim ke wilayah lain. Ketika mereka berbicara tentang pasar dan perdagangan, mau tidak mau mereka mulai bicara tentang barang dagang (komoditas) dan nilai lebih yang nantinya akan banyak disebut sebagai the surplus value (nilai lebih). Dari akar penyebutan inilah, wacana tentang keuntungan dan profit menjadi bagian integral dalam kapitalisme sampai abad pertengahan.
Pandangan merkantilis dan perkembangan pasar berikut sistem keuangan telah mengubah cara ekonomi feodal yang semata-mata bisa dimonopoli oleh para tuan tanah, bangsawan dan kaum rohaniawan. Ekonomi mulai bergerak menjadi bagian dari perjuangan kelas menengah dan mulai menampakkan pengaruh pentingnya. Ditambah lagi, rasionalisasi filosofis abad modern yang dimulai dengan era renaissance dan humanisme mulai menjalari bidang ekonomi juga.
Setidaknya terdapat tiga tokoh ilmuwan filsafat sosial yang cukup memberikan pengaruh yang dramatis terhadap perkembangan kapitalisme industri modern. Tokoh tersebut adalah: Pertama, Thomas Hobbes dengan pandangan egosentris etisnya, yang pada intinya meletakkan sisi ajaran bahwa setiap orang secara alamiah pasti akan mencari pemenuhan kebutuhan dirinya; Kedua, John Locke yang menekankan sisi liberalisme etis, di mana salah satu adagiumnya berbunyi bahwa manusia harus dihargai hak kepemilikan personalnya. Ketiga, Adam Smith dimana di dalam pandangan klasiknya Adam Smith menganjurkan permainan bebas pasar yang memiliki aturannya sendiri. Persaingan, pekerjaan dari invisible hands akan menaikkan harga kepada tingkat alamiah dan mendorong tenaga kerja dan modal beralih dari perusahaan yang kurang menguntungkan kepada yang lebih menguntungkan. Pandangan ini menekankan bahwa sistem pasar bebas diberlakukan sistem kebebasan kepentingan ekonomi tanpa campur tangan pemerintah.
Kapitalisme di tiga tokoh itu (Hobbes, Locke dan Adam Smith) mendapatkan legitimasi rasionalnya. Akselarasi perkembangan kapitalisme rasional ini memicu analisa dan praktek ekonomi selanjutnya. Akselarasi kapitalisme semakin terpicu dengan timbulnya “revolusi industri”. Kapitalisme mendapatkan piranti kerasnya dalam pencapaian tujuan utamanya, yaitu akumulasi kapital (modal). Industrialisasi di Inggris dan Perancis mendorong industri-industri raksasa. Perkembangan raksasa industri mekanis modern ini, memicu kolonialisme dan imperialisme ekonomi. Tidak mengherankan apabila dalam era ini muncul konsep exploitation de l’homme par l’homme.
Sementara itu, kapitalisme di Amerika lebih banyak dipengaruhi oleh kaum Puritan. Kaum puritan adalah sekelompok komunitas dari beberapa generasi setelah Reformasi di wilayah Inggris Raya dan Amerika, yang berusaha mereformasi dan memurnikan gereja serta memimpin orang-orang kepada Alkitab, kehidupan yang saleh, mempertahankan konsistensi doktrin tentang anugerah. Kelompok Puritan inilah yang dianggap sebagai salah satu kelompok imigran ikut berpengaruh membentuk kebudayan Amerika .
Upaya mereka untuk memenuhi persyaratan Tuhan untuk menjadi orang yang dipilih untuk diselamatkan atau juga dikenal dalam slogan "to work is to glorify God” atau “bekerja adalah untuk memuliakan Tuhan" adalah sebagai identifikasi terhadap etos kerja kaum Puritan. Adanya etos kerja kaum Puritan yaitu "bekerja untuk memuliakan Tuhan" telah memberikan inspirasi banyak orang untuk bekerja dengan mengembangkan perusahaan mereka sendiri dan berpartisipasi dalam perdagangan dan pengumpulan kekayaan untuk melakukan investasi. Di sisi lain sebagai tanah impian baru, Amerika memberikan kebebasan yang berkembang dengan penghargaan terhadap hak-hak individu. Minimnya penguasaan Inggris sebagai negara asal sebagai besar imigran meminimalkan pengaturan negara terhadap send-sendi kehidupan. Hal ini bukan berarti Amerika kemudian tidak memiliki pengaturan pada kehidupan bermasyarakat namun membebaskan bagi sebuah pembentukan pemerintahn dengan nilai yang berbeda. Misalkan tidak masuknya struktur kebangsawan dalam urusan pemerintahan. Nilai ini kemudian menjadi cikal bakal perkembangan demokrasi yang ada di Amerika selanjutnya. Nilai demokrasi tidak hanya menyangkut masalah kebebasan berpendapat namun juga kebebasan anggota masyarakat dalam bidang ekonomi yaitu untuk menjalankan usaha selama kegiatan usaha tidak merugikan kepentingan masyarakat.
Secara singkat maka terdapat nilai dasar dalam spirit of capitalisme yaitu:
1. Nilai individualisme
Individualisme disini berarti seseorang harus menjadi dirinya sendiri artinya individu anggota masyarakat harus mampu independen, tidak tergantung pada orang lain sebab setiap orang memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri (Peackock, 1996). Dalam nilai individualisme tidak hanya memasukkan unsur independen saja namun juga unsur lainnya yang sangat penting yaitu self reliance, self interest, self confidence, self esteem, and self fulfillment are meaning of individualisme (keyakinan diri, minat probadi, kenyamanan pribadi dan pemenuhan kebutuhan pribadi adalah arti individualisme secara mendalam).
2. Nilai kebebasan
Nilai individualisme tidak dapat dipisahkan dengan semangat kebebasan karena nilai individualisme sendiri dapat teraktualisasikan melalui independensi. Independensi dalam kapitalisme meliputi kebebasan berusaha dan kebebasan pasar.
3. Nilai produktivitas
Dalam kapitalisme maka setiap individu diharuskan untuk memproduksi (dengan kata lain berkarya) untuk mencukupi kebutuhan hidupnya. Semakin banyak produk (karya) yang dihasilkan seseorang maka makin berharga dirinya di tengah mata masyarakat. Penghargaan datang tidak hanya dari keturunan seperti halnya dalam sistem feodalisme namun penghargaan datang karena orang tersebut mampu menghasilkan lebih banyak dibandingkan individu lain.
4. Nilai efisiensi
Dalam sistem produksi massal maka nilai produktifitas tidak akan terpisah dari nilai efisiensi. Dalam nilai efisiensi maka unsur produktifitas dengan memaksimalkan produksi yang dapat ditempuh melalui dua hal yaitu (1) tenaga kerja yang di disiplinkan dan (2) investasi kapital yang diregulasi (rasionalisasi capital). Semangat kapitalisme memasukkan nilai bahwa capital yang dimiliki individu dan pada akhirnya akan menghasilkan keuntungan harus digunakan sebagai capital yang digunakan untuk memperbesar produksi Dengan demikian spirit capitaslim meperkenalkan suatu metode akumulasi kekayaan secara rasional, prosedur kalkulasi, perencanaan jangka panjang, kerja keras dan capital harus diinvestasikan kembali untuk memperoleh capital yang lebih banyak lagi.
Berger berpendapat bahwa bahwa hubungan antara kehidupan spiritual manusia dengan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan mendasarkan beberapa nilai dan sikap hidup merupakan pengembangan dari spirit capitalism kaum Puritan. Melalui nilai dan sikap hidup tersebut timbullah wirausahan-wirausahawan kapitalisme yang sangat menonjol dalam masyarakat Amerika saat itu.
Kondisi Amerika ini mulai bergeser ketika masyarakat Amerika mulai bergeser dalam memahami ”spirit of capitalism. Meskipun ekonomi Amerika mengalami masa kejayaan namun secara kualitas moral maka justru terjadi penurunan. Muncullah genegrasi-genegrasi pemuda ”instan” yaitu kondisi pemuda yang hanya melewati hidupnya dalam kemakmuran namun tidak mengimbangi dengan etika dan etos kerja dalam nilai-nilai keagamaan.
Pada masa itu secara ekonomi berada dalam taraf kemakmuran yang tinggi atau lebih dikenal istilah “The Gilded Age”. Salah satu faktor pendorongnya adalah perkembangan bisnis dan industri yang membuka era baru dalam sistem perekonomian Amerika dan menempatkannya sebagai tulang punggung perekonomian negara. Bisnis dan industri mampu menciptakan kemakmuran bagi masyarakat dan memposisiskan Amerika sebagai negara terkuat di dunia. Teknologi mengantarkan Amerika memasuki era baru yaitu “progressive era” yang dihiasi oleh “booming” ekonomi dan industri (Mc. Elvaine, 1993:10). Namun kondisi tersebut malah membuat sebagian generasi mudanya menjadi pengagum duniawi semata yang perilakunya tidak sesuai dengan aturan-aturan moral dan etik yang terdapat dalam Puritan. Perubahan moral dan perilaku ini membuat masyarakat Amerika terkejut terutama generasi tua yang sangat memegang teguh nilai-nilai Puritan. ”Many were shocked by the changes in manners, morals, and fashion of youth especially on college campuses” (Cincotta, 1994:253)”
Melalui kajian di atas kita akan dapat memahami bahwa dalam perjalanan waktu, perkembangan masyarakat merubah mengenai pengertian dan pemahaman mengenai kapitalisme itu sendiri. Setiap kurun waktu memberikan sumbangan berbeda mengenai pemhaman kapitalisme. Sementara itu dalam setiap kurun waktu yang berbeda muncul berbagai tokoh yang memberikan pengertian dan identifikasi mengenai kapitalisme. Masing-masing tokoh kemudian mengidentifikasi apa dan bagaimana kapitalisme menurut apa yang mereka respon dari perubahan lingkungan yang mereka hadapi serta muatan-muatan tuntutan yang ingin mereka sampaikan. Dengan demikian segala pengertian dan karakteristik yang dikeluarkan oleh tokoh-tokoh ekonomi tidak terpisah dari fenomena yang ada pada masa tokoh tersebut hidup. Fenomena inilah yang kemudian ditangkap oleh beberapa tokoh dan menjadi dasar bagi pernyataan pengertian serta karakteristik kapitalisme itu sendiri.
Masing-masing tokoh akan mengutarakan sesuatu yang berbeda mengenai pengertian kapitalisme itu sendiri. Menurut Peter L Barger dalam bukunya The Capitalist Revolution menyatakan bahwa istilah “capital ” muncul pertama kali pada abad 12 dan 13 yang artinya modal yang meliputi dana, persediaan barang dan uang pinjaman. Istilah tersebut dikutip oleh Ferdinan Braudel dari khutbah pendeta bernama St Bernadino dari Sien (1380-1444) yang mengacu pada Qamdam Seminale Rationem Lucrosi Quam Communiter Capital e Vocamus (bahwa sebab utama kemakmuran adalah capital)
Sama seperti halnya pernyataan Berger, Dillard (dalam Rahardjo, 1972; 15) menyatakan bahwa kapitalisme merupakan dasar yang mengatur mengenai hubungan antara pemilik pribadi atas alat-alat produksi yang bersifat non produksi (tanah, tambang, instalasi industri) yang secara keseluruhan disebut dengan capital ). Pengertian ini kemudian bergeser dengan merubah pengertian capital tidak hanya sebagai kata yang merujuk pada benda saja namun kepada keseluruhan sistem yang mengatur modal sebagai bagian dari kegiatan produksi. Dalam abad ke 18, Karl Max menggunakan istilah capital dalam arti yang lebih sempit yaitu suatu konsep sentral yang memuat mengenai pengaturan “cara produksi” (mode of production). Dengan demikian Karl Max tidak hanya mengasosiasikan capital sebagai sebuah kata benda namun sebagai bagian dari kegiatan produksi.
Demikian pula bagi setiap tokoh dalam melihat ciri-ciri yang membedakan dengan sistem ekonomi lainnya. Menurut Acombrie, kapitalisme memiliki beberapa karakteristik yang menunjukkan beberapa ciri diantaranya adalah (1) pemilikan dan kontrol atas instrument produksi khususnya capital oleh swasta, (2) pengarahan kegiatan ekonomi kearah pembentukan laba (3) kerangka pasar yang mengatur semua kegiatan (4) apresiasi laba oleh pemilik modal yang bertindak sebagai agen bebas. Pernyataan Acombrie dipertegas dengan pernyataan Desai yang memberikan ciri-ciri kapitalisme sebagai berikut: (1) produksi untuk dijual dan tidak digunakan sendiri (2) adanya pasar tenaga kerja dibeli dan dijual dengan alat tukar upah melalui hubungan kontrak (3) penggunaan uang sebagai alat tukar yang selanjutnya memberikan peran yang sistematis kepada bank dan lembaga keuangan non bank, (4) proses produksi atau proses kerja berada dalam kontrol tangan pemilik modal sehingga para pekerja tidak ikut serta dalam proses pengambilan keputusan (5) berlakunya persaingan bebas di antara pemilik capital. Persamaan pernyataan Acrombie dan Desai terlihat dari pengungkapan bahwa keputusan-keputusan yang menyangkut produksi yang dibuat oleh kaum pemilik modal diarahkan demi kepentingan pribadi. Dengan demikian nampak sekali bahwa peran individu sangat menonjol.
Sedangkan kapitalisme menurut Ebenstein (1985; 149) memiliki dasar-dasar sebagai berikut: (a) Private Ownership (kepemilikan pribadi) yaitu tiap-tiap individu serta perusahaan berhak memliki alat produksi (usaha) tersendiri serta berhak untuk mengawasi distribusi barang tersebut, terlepas dari campur tangan pemerintah (b) Market Economy (perekonomian pasar) yaitu barang yang dihasilkan pengusaha tidak ditujuan untuk memenuhi kebutuhan sendiri melainkan untuk kepentingan pasar (permintaan konsumen). Hal itu dimaksudkan agar barang yang dihasilkan tersebut menuntungkan, maka pengusaha tersebut menghasilkan barang tersebut berdasarkan spesialisasi kerja (c) Profit Motive yaitu pengusaha menjalankan usaha secara langsung untuk mencari keuntungan bagi dirinya (d) Competition atau Persaingan yaitu untuk mengalahkan lawannya, tiap-tiap penguasa berusaha mengembangkan kualitas barang serta menurunkan harga barang.
Berdasarkan karakteristik kapitalisme maka terlihat bahwa kapitalisme sangat diwarnai tiga hal yaitu pemilikan, persaingan dan rasionalitas. Dengan demikian bisa dikatakan bahwa kapitalisme berlaku bagi siapapun meskipun pada awalnya dari satu kebudayaan tertentu saja. Tidak memandang darimana seseorang tersebut namun lebih menekankan pada memanfaatkan peluang pasar secara rasional untuk menjadi sesuatu yang menguntungkan baginya melalui persaingan.
Berdasarkan uraian diatas tersebut, diketahui bahwa secara singkat, kapitalisme merujuk pada unsur kunci yaitu pengelolaan sumber pembiayaan untuk produksi. Hal ini tidak hanya menunjukkan bahwa capital hanya sebagai pengertian yang merujuk benda namun fungsi dari capital itu sendiri dalam proses produksi. Namun tentu saja pemahaman mengenai kapitalisme tidak bisa begitu saja diambil sebagai sesuatu yang disederhanakan menjadi sebuah ”benda” atau ”proses produksi”. Masing-masing tokoh dalam kurun waktu yang berbeda akan memahami kapitalisme sesuai dengan perkembangan yang ada.
Sementara untuk Indonesia maka untuk memahami kapitalisme di Indonesia sekarang ini, kita harus kembali sejauh jaman kolonial Belanda. Secara umum, kita dapat membagi tahapan sejarah Indonesia seperti berikut: koloni Belanda (1600-1945), perjuangan kemerdekaan (1945-1949), Orde Lama (1949-1965), Orde Baru (1965-1998), dan Reformasi 1998 dan sesudahnya (1998-sekarang). Sejarah kolonialisme di Indonesia adalah sejarah eksploitasi kapitalis imperialis. Tumbuh di dalamnya adalah nilai-nilai eksploitasi kapitalis tanpa etika. Dimana di dalamnya muncul periode kekacauan dan ketidakpastian ini, administrasi kolonial secara perlahan-lahan mengkooptasi elit-elit penguasa lokal ke dalam administrasi. Dimana sebelumnya selama periode kekuasaan VOC para elit lokal dibiarkan mengontrol subyek mereka sesuka hati mereka, di bawah pretensi untuk melindungi rakyat Hindia dari perlakukan semena-mena (untuk membangun masyarakat berhukum dan tertib) sebuah mesin negara yang lebih ketat diimplementasikan di Hindia Timur Belanda dimana penguasa-penguasa lokal secara efektif adalah karyawan bayaran dan dipilih oleh pemerintah kolonial. Pemerintahan desa, vergadering, prinsip “yang sama menguasai yang sama” (memasukkan kelas penguasa lokal ke dalam pemerintah kolonial), semua ini didesain sesuai dengan kebutuhan ekonomi karena sistem tanam paksa membutuhkan sebuah pemerintah yang kuat.
Pada masa-masa periode selanjutnya, hingga bahkan masa sekarang, sistem perkembangan ekonomi Indonesia tidak lepas dari apa yang diturunkan oleh masa kolonialisme. Masyarakat Indonesia tumbuh dalam kapitalisme yang justru kehilanagn spirit of capitalisme. Kapitalisme yang justru mengalami pergeseran kehilangan keseimbangan antara nilai dasar dalam kapitalisme adalah bergabungnya semangat kerja dengan etika dan etos kerja.
Berkali-kali sistem ini kemudian berakhir pada resesi. Hingga berujung pada berbegai krisis yang di alami oleh bangsa Indonesia. Pada tahun 1965-an, ekonomi Indonesia digambarkan sebagai “kemerosotan kronik” oleh Benjamin Higgins, penulis buku terkemuka mengenai Ekonomi Perkembangan pada periode tersebut. Dia menyimpulkan bahwa “Indonesia tentu harus dicatat sebagai kegagalan nomor satu di antara negara-negara kurang berkembang.” Sultan Hamengkubowono IX pada tahun 1966 menjelaskan situasi pada saat itu sebagai berikut: “Setiap orang yang mengatakan bahwa masyarakat Indonesia sedang mengalami sebuah situasi ekonomi yang menguntungkan sungguh kurang melakukan studi yang intensif .. Bila kita membayar semua utang luarnegeri kita, kita tidak ada valuta asing tersisa untuk memenuhi kebutuhan rutin kita. Pada tahun 1965 harga-harga secara umum naik lebih dari 500 persen . pada tahun 1950an anggaran negara mengalami defisit sebesar 10 hingga 30 persen, dan pada tahun 1960an defisit ini meningkat hingga lebih dari 100 persen. Pada tahun 1965, ini bahkan mencapai 300 persen.”
Demikian pula dengan krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia pada Krisis 1997/1998 dan Resesi Dunia 2008/2009. 32 tahun pembangunan terurai secara eksplosif. Harga kebutuhan sehari-hari meroket. Supresi demokrasi menjadi semakin tidak tertahankan, dengan inside 27 Juli 1997 – penyerangan markas Partai Demokrasi Indonesia – menjadi titik balik. PDI dan Megawati menjadi titik persatuan untuk perjuangan demokrasi.
Rejim Soeharto ditumbangkan oleh massa. 32 tahun kediktaturan diremukkan dalam satu malam ketika jutaan rakyat turun ke jalan dan memaksa Soeharto untuk mundur. Namun, Reformasi membawa apa yang ditakdirkannya: reforma kosmetik dan bukan perubahan fundamental. Reforma di periode krisis ekonomi hanya dapat berarti konter-reforma, dan ini yang terjadi. Perusahaan-perusahaan milik negara diprivatisasi dan subsidi dihapus; agenda neo-liberal diimplementasikan dengan ganas. Reformasi memang memberikan ruang demokrasi, dan ini kendati para reformis. Namun, Reformasi juga membawa lebih banyak kebebasan kepada kaum kapitalis untuk mengeksploitasi massa.
Setelah 12 tahun, menjadi jelas bagi siapapun bahwa Reformasi gagal membawa perubahan fundamental ke dalam masyarakat. Walaupun Reformasi menghantarkan satu pukulan besar ke rejim kapitalis, memaksa Soeharto untuk mundur dan membuka ruang demokrasi – kendati ini adalah ruang demokrasi borjuis -, ia gagal menyelesaikan problem fundamental yang dihadapi oleh jutaan buruh, tani, nelayan, kaum muda, dan kaum miskin kota. Kemiskinan masih tinggi. Persentasi populasi yang hidup dengan 1 dolar per hari (kemiskinan ekstrim) pada tahun 1996 sebagai puncak boom ekonomi Indonesia adalah 7,8%, pada tahun 2006 angka ini menjadi 8,5%. Namun bila kita ambil garis kemiskinan 2-dolar-perhari, maka kemiskinan pada tahun 2006 melonjak ke 53%. Ini berarti bahwa lebih dari setengah rakyat Indonesia hidup jauh di bawah PBD per kapita $3900 (angka tahun 2008). 10% penduduk termiskin hanya mengkonsumsi 3% kekayaan, sedangkan 10% penduduk terkaya mengkonsumsi 32,3%.
Pada Resesi Dunia 2008/2009, Indonesia tidak dapat lari dari pengaruh resesi dunia yang dipicu oleh krisis kredit perumahan di AS (Untuk analisa yang lebih dalam mengenai resesi dunia, baca Dokumen Perspektif Dunia 2010). Di Indonesia, ekonomi pada tiga kuartal pertama tahun 2008 dipenuhi dengan optimisme dan tumbuh di atas 6%, dan ketika resesi menghantam, berkontraksi ke 5,2% pada kuartal keempat. Hampir seperti krisis 1997, Rupiah mengalami 30% depresiasi terhadap dolar AS dalam dua bulan Oktober dan November 2008. Pasar saham kehilangan hampir setengah nilainya antara Januari 2008 (2627,3) dan Desember 2008 (1355,4).
Kondisi sosial tidak lebih baik, dengan kontras antara yang kaya dan yang miskin semakin menajam pada saat itu, kendati pengumuman berulang-ulang dari pemerintah mengenai cita-cita masyarakat adil dan makmur. Ini digarisbawahi oleh kutipan berikut ini dari seorang pengamat Indonesia selama: “ ... jumlah konsumsi barang mewah di Jakarta tampak meningkat ... tajamnya peningkatan jumlah mobil, pada saat dimana transportasi publik semakin memburuk dengan serius, memberikan indikasi mengenai kesenjangan ini ... setiap kali selalu ada peraturan ekspor-impor baru untuk menghentikan impor barang-barang mewah, tetapi entah bagaimana mereka tetap masuk
Hilangnya nilai individualisme, nilai kebebasan, nilai produktivitas dan nilai efisiensi dalam kesekian kali resesi serta krisis yang di alami oleh bangsa Indonesia ternyata tidak kunjung menimbulkan kesadaran bagi masyarakat. Bahwa bangsa ini telah kehilangan keseimbangan anatara nilai mengandung etos kerja dengan pemujaan terhadap materi. keseimbangan yang meletakkan perimbangan antara antara kehidupan spiritual manusia dengan kegiatan untuk berkarya selama hidupnya. Inilah yang disebut sebagai nilai dasar dari ”spirit of capitalisme” dalam kapitalisme. Tidak hanya mencari keuntungan semata namun juga mengembangkan hubungan yang seimbang dan harmonis antara manusia dengan Tuhan-nya dan manusia dengan manusia serta manusia dengan lingkungannya. Apabila salah satu unsur (nilai keagamaan) menghilang maka yang muncul adalah pergeseran menuju ketidadilan sebuah sistem ekonomi kapitalisme seperti yang kita kenal sekarang. Muncullah keruntuhan peradaban manusia yang tidak lagi mengutamakan kemanusiaan namun berpusat pada materi saja.
Dalam tulisan ini tidak memberbandingkan dengan sistem ekonomi lain namun ada satu kesamaan yang harus diakui. Bahwa pada akhirnya sebuah sistem apapun yang dijalankan tanpa keseimbangan antara etika dan nilai-nilai pemujaan keduniawian akan berakhir pada nihilisme. Pada akhirnya sistem ini akan membenarkan bahwa tidak ada kemajuan dalam peradaban manusia. Apapun yang dihasilkan hingga sekarang adalah berbagai kemudahan dalam hidup manusia.