Rabu, 28 Mei 2008

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen: LAYANAN PRIMA (COSTUMER CARE)


Ditempat kita bekerja, kita akan banyak berhubungan dengan orang lain. Mereka mungkin adalah atasan, rekan kerja, mitra bisnis, atau pelanggan kita. Pada dasarnya yang dimaksud layanan prima (customer care) adalah kemampuan maksimal seseorang dalam berhubungan dengan orang lain dalam hal pelayanan. Memberikan pelayanan secara prima kepada pelanggan mempunyai tujuan untuk memenangkan persaingan. Pada jaman globalisasi seperti sekarang, memamerkan fasilitas yang disediakan oleh perusahaan tidak menjamin perusahaan tersebut memenangkan persaingan dan menjamin bahwa pelanggan akan memilihnya. Sepanjang ada dana untuk menyediakan fasilitas fisik, suatu perusahaan mampu bersaing karena benda-benda fasilitas bisa disediakan dan diadakan, misalnya perusahaan penerbangan bisa meyediakan pesawat mutakhir untuk para pelangan. Tetapi benda-benda mati tersebut tidak berarti apa-apa jika sentuhan manusia tidak dapat menghidupkan suasana kemewahan yang disajikan.

Yang dapat diberikan oleh petugas terhadap pelanggan merupaka hasil dari berbagai proses yang saling mendukung, antara lain manajemen yang membangun, meningkatkan, dan membentuk hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan pihak-pihak lain diluar perusahaan . upaya ini meliputi bagian-bagian yang menyeluruh pada sistem perusahaan, dan upaya memberikan pemenuhan tertinggi kepada pihak-pihak yang berhubungan dengannya.
Layanana prima adalah upaya maksimal yang diberikan oleh petugas layanan dari suatu perusahaan industri jasa pelayanan dari suatu perusahan industri jasa pelayanan untuk memenuhi harapan dan kebutuhan pelanggan sehingga tecapai suatu kepuasan.
Tujuan dasar dari layanan prima adalah untuk meningkatkan keberhasilan perusahaan industri jasa pelayanan tersebut. Upaya-upaya peningkatan ini bisa diterapkan pada sistem operasi, bentuk dan desain barang cetakan, tata ruang, temperatur udara diruang tunggu, kecepatan dan ketepatan menyelesaikan transaksi, dan lain-lain, dalam skala makro atau mikro.

Hal-hal yang terkait dengan pelayanan prima adalah sebagai berikut :
 Mampu melakukan komunikasi dengan menerapkan prinsip-prinsip dasar komuniksi: bahwa komuniksi merupakan kegiatan dasar manusia dan cara memahami komunikasi dipandang sebagai suatu proses berkomunikasi, yang meliputi attending (kehadiran orang yang diajak berkomunikasi), listening (kemampuan mendengarkan dan menganalisis dengan cepat apa yang dibicarakan lawan bicara), observing (mampu meneliti pembicaraan), clarifying ( mampu mengklarifikasikan komunikasi), dan responding ( mampu memberikan tanggapan terhadap komunikasi).
 Mampu berkomunikasi secara verbal maupun non verbal.
 Mampu bekerja dalam pelayanan secara individu maupun dalam kelompok.
 Mampu berkomuniksi dalam konsep A3, yaitu attitude (sikap dalam berkomunkasi), attention ( mampu memberikan perhatian saat berkomunikasi), dan action (melakukan tindakan dalam komunikasi).

PELANGGAN MEMBELI PELAYANAN, BUKAN PRODUK

Futurolog John Naisbitt menggemparkan dunia melalui gagasannya dalam menggambarkan kecenderungan-kecenderungan yang terjadi dibumi dalam dekade ini. Tokoh ini menurunkan sepuluh kecenderungan yang terjadi. Salah satu diantaranya adalah “boom ekonomi dunia” atau yang terkenal dengan istilah “globalisasi ekonomi”.
Globalisasi itu sendiri berarti ‘ banyak jawaban yang dapat diberikan’. Namun, yang paling penting dan perlu dihadapi adalah adanya kelompok-kelompok ekonomi diberbagai kawasan dunia. Kelompok ini masing-maing memiliki anggota dan mempunyai tujuan, tetapi semua bermuara pada satu titik, yaitu bagaimana mengambil suatu manfaat secara ekonomis dari kelompok perdagangan yang ada.
Saat ini, mustahil bagi suatu negara untuk tidak terlibat dalam ekonomi internasional dan ini sangat terasa bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia. Untuk itu, ketangguhan ekonomi dalam negara ini menjadi syarat mutlak dalam menghadapi situasi internasional.

Sumber: Layanan Prima

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen: DIMENSI KUALITAS PRODUK


Bagian dari kualitas produk adalah perihal kualitas produk. Kualitas suatu produk baik berupa barang maupun jasa perlu ditentukan melalui dimensi-dimensinya. Dimensi kualitas produk dapat dipaparkan berikut ini.

1.Produk Berupa Barang
Menurut David Garvin yang dikutip Vincent Gasperz, untuk menentukan dimensi kualitas barang, dapat melalui delapan dimensi seperti yang dipaparkan berikut ini.
a.Performance, hal ini berkaitan dengan aspek fungsional suatu barang dan merupakan karakteristik utama yang dipertimbangkan pelanggan dalam membeli barang tersebut.
b.Features , yaitu aspek performansi yang berguna untuk menambah fungsi dasar, berkaitan dengan pilihan-pilihan produk dan pengembangannya.
c. Realibility, hal yang berkaitan dengan probabilitas atau kemungkinan suatu barang berhasil menjalankan fungsinya setiap kali digunakan dalam periode waktu tertentu dan dalam kondisi tertentu pula.
d.Conformance, hal ini berkaitan dengan tingkat kesesuaian terhadap spesifikasi yang telah ditetapkan sebelumnya berdasarkan keinginan pelanggan. Konfirmasi merefleksikan derajat ketepatan antara karakteritik desain produk dengan karakteristik kualitas standar yang telah ditetapkan.
e.Durability, yaitu suatu refleksi umur ekonomis berupa ukuran daya tahan atau masa pakai barang.
f.Serviceability, yaitu karakteristik yang berkaitan dengan kecepatan, kompetensi, kemudahan, dan akurasi dalam memberikan layanan untuk perbaikan barang.
g.Aesthetics, merupakan karakteristik yang bersifat subyektif mengenai nilai-nilai estetika yang berkaitan dengan pertimbangan pribadidan refleksi dari preferensi individual.
h.Fit and finish, sifat subyektif, berkaitan dengan perasaan pelanggan mengenai keberadaan produk tersebut sebagai produk yang berkualitas.

2.Produk Berupa Jasa/ Service
Zeithaml et. al. mengemukakan lima dimensi dalam menentukan kualitas jasa, yaitu :
a.Realibility, yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan janji yang ditawarkan.
b.Responsivenss, yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam membantu pelanggan dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap, yang meliputi: kesigapan karyawan dalam melayani pelanggan, kecepatan karyawan dalam menangani transaksi, dan penanganan keluhan pelanggan/ pasien.
c.Assurance, meliputi kemampuan karyawan atas : pengetahuan terhadap produk secara tepat, kualitas keramah-tamahan, perhatian dan kesopanan dalam memberi pelayanan, kertampilan dalam memberi informasi, kemampuan dalam memberikan keamanan didalam memanfaakan jasa yang ditawarkan, dan kemampuan dalam menanamkan kepercayaan pelanggan terhadap perusahaan.
Dimensi kepastian atau jaminan ini merupakan gabungan dari dimensi :
Kompetensi ( Competence ), artinya ketrampilan dan pengetahuann yang dimiliki
oleh para karyawan untuk melakukan pelayanan.
Kesopanan ( Courtesy, yang meliputi keramahan, perhatian dan sikap para karyawan.
Kredibilitas ( Credibility ), meliputi hal-hal yang berhubungan dengan
kepercayaan kepada perusahaan, seperti reputasi, prestasi dan sebagainya.
d.Emphaty, yaitu perhatian secara individual yang diberikan perusahaan kepada pelanggan seperti kemudahan untuk menghubungi perusahaan, kemampuan karyawan untuk berkomunikasi dengan pelanggan, dan usaha perusahaan untuk memahami keinginan dan kebutuhan pelanggannya.
Dimensi Emphaty ini merupakan penggabungan dari dimensi :
 Akses (Access), meliputi kemudahan untuk memanfaatkan jasa yang ditawarkan
perusahaan.
 Komunikasi ( Comunication ), merupakan kemampuan melakukan komunikasi untuk
menyampaikan informasi kepada pelanggan atau memperoleh masukan dari pelanggan.
 Pemahaman pada Pelanggan ( Understanding the Customer ), meliputi usaha
perusahaan untuk mengetahui dan memahami kebutuhan dan keinginan pelanggan.
e.Tangibles, meliputi penampilan fasilitas fisik seperti gedung dan ruangan Front Office, tersedianya tempat parkir, kebersihan, kerapihan dan kenyamanan ruangan, kelengkapan peralatan komunikasi dan penampilan karyawan.

Sumber: Husein Umar (2000)

Jumat, 16 Mei 2008

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen: Model Sikap dan Perilaku Konsumen



Sikap dan perilaku konsumen juga merupakan bagian dari konsep perilaku konsumen yang lain. Untuk mengukur sikap dan perilaku komsumen dapat dilakukan dengan model multiatribut. Salah satu model sikap yang terkenal adalah model sikap multiatribut Fishbein. Model sikap Fish bein ini berfokus pada prediksi sikap yang dibentuk seseorang terhadap obyek tertentu. Model ini mengidentifikasi tiga faktor utama untuk memprediksi sikap. Faktor petama, keyakinan seseorang terhadap atribut yang menonjol dari obyek. Faktor kedua, adalah kekuatan keyakinan seseorang bahwa atribut memiliki atribut khas, biasanya diketahui dalam bentuk pertanyaan, misalnya, seberapa setuju bahwa obyek X memiliki atribut Y. faktor ketiga adalah evaluasi dari masing-masing keyakinan akan atribut yang menonjol, dimana diukur seberapa baik atau tidak baik keyakinan mereka terhadap atribut-atribut itu.

Salah satu model sikap dan perilakukonsumen adalah model Fishbein. Model ini digunakan dengan maksud agar diperoleh konsistensi antara sikap dan perilakunya, sehingga mode Fishbein ini memiliki dua komponen, yaitu kompenen sikap dan komponen norma subyektif yang penjelasannya disajikan berikut ini :

a.Komponen sikap
Kompenen ini bersifat internal individu, ia berkaitan langsung dengan obyek penelitian dan atribut-atribut langsungnya yang memiliki peranan penting dalam pengukuran perilaku, karena akan menentukan tindaka apa yang akan dilakukan, dengan tidak dipengaruhi oleh faktor eksternal.

b.Komponen norma subyektif
Komponen ini bersifat eksternal individu yang mempunyai pengaruh terhadap perilaku individu. Komponen ini dapat dihitung dengan cara mengkalikan antara nilai kepercayaan normatif individu terhadap atribut dengan motivasi bersetuju terhadap atribut tersebut. Kepercayaan normatif mempunyai arti sebagai suatu kuatnya keyakinan normatif seseorang terhadap atribut yang ditawarkan dalam mempengaruhi perilakunya terhadap obyek. Sedangkan motivasi bersetuju merupakan motivasi seseorang untuk bersetuju dengan atribut yang ditawarkan sebagai faktor yang berpengaruh terhadap perilakunya.

Rabu, 07 Mei 2008

Judul Skripsi Ekonomi Manajemen: Jangkauan Pemasaran

.
Jangkauan pemasaran sangat luas, berbagai tahap kegiatan harus dilalui oleh barang dan jasa sebelum sampai ketangan konsumen, sehingga ruang lingkuo kegiatan yang luas itu disederhanakan menjadi 4 (empat) kebijaksanaan pemasaran yang lazim disebut sebagai bauran pemasaran (marketing mix) atau 4P dalam pemasaran yang terdiri dari 4 (empat) komponen, yaitu produk (product), harga (price), distribusi (place) dan promosi (promotion). Masing-masing penjelasannya dipaparkan sebagai berukit ini.

1.Kebijakan Produk
Produk adalah suatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, untuk dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi suatu keinginan atau kebutuhan. Yang termasuk dalam produk selain berbentuk fisik juga jasa atau layanan. Produk dapat dibeda-bedakan atau diklasifikasikan kedalam beberapa macam. Misalnya, barang. Ia dapat dibedakan menjadi barang konsumsi, yaitu barang yang dibeli oleh konsumen akhir untuk dikonsumsi dan barang industri, yaitu barang yang dibeli untuk diolah kembali.
Pengembangan sebuah produk mengharuskan perusahaan menetapkan manfaat-manfaat apa yang akan diberikan oleh produk itu. Manfaat-manfaat ini dikomunikasikan dan hendaknya dipenuhi oleh atribut produk. Untuk produk barang , misalnya dalam bentuk seperti mutu, cirri dan desain. Mutu produk menunjukkan kemampuan sebuah produk untuk menjalankan fungsinya, cirri produk merupakan sarana kompetitif untuk membedakan produk perusahaan dengan produksi pesaing, sedangkan desain dapat menyumbangkan kegunaan atau manfaat produk serta coraknya. Jadi, produk barang tidak hanya penampilan yang diperhatikan, tetapi juga hendaknya ia merupakan produk simpel, aman, tidak mahal, sederhana dan ekonomis dalam proses produksi dan distribusinya.
2.Kebijakan Harga
Harga adalah sejumlah nilai yang ditukarkan konsumen dengan manfaat dari memiliki atau menggunakan produk atau jasa yang nilainya ditetapkan oleh pembeli dan penjual melalui tawar-menawar, atau ditetapkan oleh penjual untuk satu harga yang sama terhadap semua pembeli. Penetapan harga dan persaingan harga telah dinilai sebagai masalah utama yang dihadapi perusahaan. Namun, banyak perusahaan yang tidak menangani harga dengan baik. Keputusan-keputusan memngenai harga dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu faktor internal perusahaan dan faktor lingkungan eksternal. Dalam hal faktor internal, keputusan harga disesuaikan dengan sasaran pemasaran, misalnya sasaran adalah untuk bertahan hidup, memaksimalkan laba jangka pendek, memaksimalkan pangsa pasar atau kepemimpinan mutu produk. Keputusan harga disesuaikan dengan strategi “marketing mix”-nya, dimana manajemen harus mempertimbangkan “marketing mix” sebagai satu keseluruhan. Jika produk diposisikan atas dasar faktor-faktor bukan harga, maka keputusan-keputusan mengenai mutu, promosi dan distribusi akan mempengaruhi harga, tetapi sebaliknya, jika harga merupakan sebuah faktor dalam penentuan posisi, maka harga akan sangat mempengaruhi keputusan-keputusan mengenai unsur-unsur “marketing mix” lainnya. Dalam kebanyakan kasus, perusahaan akan mempertimbangkan semua keputusan “marketing mix” secara bersama-sama saat mengembangkan program pemasarannya. Keputusan harga didasarkan pada pertimbangan organisasi, pada perusahaan kecil sering terjadi bahwa manajemen puncak yang menetapkan harga sedangkan pada perusahaan besar sering diserahkan pada manajer divisi. Dalam industri dimana penetapan harga merupakan faktor kunci, misalnya PT. IPTN dan PT. PAL yang masing-masing memproduksi pesawat terbang dan kapal laut, biasanya perusahaan membentuk sebuah tim yang bertugas untuk menetapkan harga pokok. Dalam hal faktor eksternal, dapat dijelaskan sebagai berikut : pasar dan permintaan konsumen merupakan plafon harga (harga tertinggi). Konsumen akan membandingkan harga suatu produk atau jasa dengan manfaat yang dimilikinya. Oleh karenanya sebelum menetapkan harga, harus dipahami dulu hubungan antara harga dan permintaan terhadap produk atau jasa tersebut baik untuk jenis pasar yang berbeda maupun persepsi konsumennya, lalu dianalisis dengan metode-metode yang sesuai. Harga dan tawaran pesaing perlu diketahui untuk menentukan harga serta reaksi mereka setelah keputusan harga diberlakukan. Faktor-faktor eksternal lainnya yaitu kondisi ekonomi seperti tingkat inflasi, biaya bunga, resesi, “booming” dan keputusan-keputusan pemerintah dapat mempengaruhi keefektifan strategi penetapan harga.
3.Kebijakan Distribusi
Sebagian besar produsen menggunakan perantra pemasarn untuk memasarkan produk. Khususnya barang dengan cara membangun suatu saluran distribusi, yaitu sekelompok organisasi yang salin tergantung dalam keterlibatan mereka pada proses yang memungkinkan suatu produk atau jasa tersedia bagi penggunaan atau konsumsi oleh konsumen atau pengguna industrial.
Saluran distribusi ini membentuk tingkatan saluran untuk menentukan panjangnya saluran distribusi. Saluran tingkat 0, tidak mempunyai perantara, jadi langsungdari produsen ke konsumen. Saluran tingkat 1, mempunyai satu tingkat pedagang perantara, seperti pengecer. Saluran tingkat 2, mempunyai dua tingkat pedagang perantara, misalnya grosir lalu ke pengecer dan yang terakhir yaitu saluran tingkat 3, saluran ini mempunyai tiga tingkat pedagang perantara, seperti “jobber “ yang berada diantara grosir dan pengecer.
Dalam hal kebijakan distribusi, desain saluran perlu ditetapkan. Didalam mendesain suatu sistem saluran memerlukan analisis kebutuhan layanan konsumen, penetapan sasaran dan kendala-kendala saluran, pengidentifikasian alternative-alternatif saluran yang utama serta mengevaluasinya. Selanjutnya, perlu ditetapkan sasaran dan kendala saluran. Aetelah perusahaan menetapkan sasaran yang hendak dicapai oleh salurannya, selanjutnya ia harus mengidentifikasi alternative-alternatif utama salurannya yang berhubungan dengan jenis perantara, jumlah perantara dan tanggung jawab anggota saluran. Jenis perantara : maksudnya mencari jenis perantara yang sesuai dengan produk untuk dapat menjual atau mendekatkannya pada konsumen. Jumlah perantara :maksudnya perusahaan harus memutuskan banyaknya pedagang perantara dari tiap tingkat yan menurutnya paling efektif. Tanggung jawab anggota saluran : maksudnya produsen dan perantara harus sepakat mengenai syarat-syarat dan tanggung jawab masing-masing anggota saluran, misalnya mengenai harga, hak wilayah dan layanan khusus. Setelah mengidentifikasi beberapa alternatif saluran dan akan memilih salah satunya, perusahaan harus mengevaluasi berdasarkan criteria ekonomi, pengendalian dan adaptif. Kriteria ekonomi : maksudnya memilih alternative berdasarkan keuntungan bersih yang dihasilkan setelah mengurangi pendapatan penjualan yang dilakukan oleh saluran dengan semua biaya yang dikeluarkan. Kriteria pengendalian : maksudnya pemilihan saluran yang problem pengendalian menjadi hal yang utama. Mungkin perusahaan memilih pedagang perantara yanag lebih mudah dikendalikan. Kriteria adaptif : maksudnya perusahaan dapat menyalurkan produknya ke saluran-saluran itu dalam waktu yang berjangka lama atau berjangka pendek.
4. Kebijakan promosi
Pemasaran tidak hanya membicarakan mengenai produk, harga produk dan mendistribusikan produk, tetapi juga mengkomunikasikan produk ini kepada masyarakat agar produk itu dikenal dan ujung-ujungnya dibeli. Untuk mengkomunikasikan produk ini perlu disusun suatu strategi yang sering disebut dengan strategi Bauran Promosi (Promotion-Mix) yang terdiri dari 4 (empat) komponen utama, yaitu periklanan (advertising), promosi penjualan (sales promotion), hubungan masyarakat (public relations) dan penjualan perorangan (personal selling). Periklanan : merupakan tiap-tiap bentuk penyajian dan promosi bukan pribadi yang dibayar, mengenai gagasan, barang atau jasa oleh sponsor yang teridentifikasi. Promosi penjualan : adalah intensif jangka pendek untuk meningkatkan pembelian atau penjualan suatu produk atau jasa dimana pembelian diharapkan sekarang juga. Kegiatan promosi yang termasuk ke dalam promosi penjualan ini seperti misalnya pemberin kupon, obral, kontes, pameran dan lain-lain. Hubungan masyarakat: bertujuan membangun hubungan yang baik dengan public perusahaan dengan menghasilkan publisitas yang menyenangkan, menumbuhkembangkan suatu “citra perusahaan” yang baik, menangani atau melenyapkan suatu desas-desus, ceritera, dan peristiwa yang tidak menyenangkan. Humas atau PR merupakan sebuah konsep yang menggunakan banyak sarana seperti : siaran pers, publisitas produk, komunikasi perusahaan, lobbying dan penyuluhan. Penjualan perorangan: manajeman armada-penjual (para wiraniaga) adalah analisis,perencanaan, implementasi dan pengendalian atas kegiatan para wiraniaga. Didalamnya termasuk menetapkan sasaran, strategi armada penjual: merekrut, menyeleksi, melatih, mensupervisi serta mengevaluasi armada penjual perusahaan. Pada bagian ini ada dua hal penting yang perlu dijelaskan, yaitu mengenai langkah-langkah proses penjualan perorangan serta menilai kinerja para wiraniaganya.

Metode Analisa Data: Paradigma Penelitian Kualitatif



Penelitian pada hakikatnya merupakan suatu upaya untuk menemukan kebenaran atau untuk lebih membenarkan kebenaran. Usaha untuk mengejar kebenaran dilakukan oleh para filsuf, peneliti, maupun oleh para praktisi melalui model-model tertentu. mopdel tersebut biasanya dikenal dengan paradigma. Paradigma, menurut Bogdan dan Biklen (1982:32), adalah kumpulan longgar dari sejumlah asumsi yang dipegang bersama, konsep atau prposisi yang mengarahkan cara berpikir dan penelitian .
Paradigma merupakan pola atau model tentang bagaimana sesuatu distruktur (bagian dan hubungan) atau bagaimana bagian-bagian berfungsi (perilaku yang didalamnya ada konteks khusus atau dimensi waktu). Kuhn (1962) dalam ‘ The Structure of Scientific Revolutions’ mendefinisikan ‘paradigma ilmiah’ sebagai contoh yang diterima tentang praktek ilmiah sebenarnya, contoh-contoh termasuk hukum, teori, aplikasi, dan instrumentasi secara bersama-sama yang menyediakan model yang darinya muncul tradisi yang koheren dari penel;itian ilmiah. Penelitian yang pelaksanaannya didasarkan pada paradigma bersama berkomitmen untuk menggunakan aturan dan standar praktek ilmiah yang sama.
Berdasarkan definisi Kuhn tersebut, Harmon (1970) mendefinisikan ‘ paradigma’ sebagai cara mendasar untuk mempersepsi, berpikir, menilai dan melakukan yang berkaitan dengan sesuatu secara khusus secara realitas.
Baker (1992) dalam ‘Paradigms: The Business of Discovering The Future’, mendefinisikan paradigma sebagai ‘sperangkat aturan (tertulis atau tidak tertulis) yang melakukan dua hal: (1) hal itu membangun atau mendefinisikan batas-batas; dan (2) hal itu menceritakan kepada anda bagaimana seharusnya melakukan sesuatu didalam batas-batas itu agar bisa berhasil.
Capra (1996) mendefinisikan paradigma sebagai ‘ konstelasi konsep, nilai-nilai persepsi dan praktek yang dialami bersama oleh masyarakat, yang membentuk visi khusus tentang realitas sebagai dasar tentang cara mengorganisasikan dirinya’.
Pada dasarnya ada kesukaran apabila seseorang ingin mengkonstruksi realitas. Petama, ada realitas yang ditelaah, dan hal itu ditelaah melalui realitas subyektif tentang pengertian-pengertian kita.
Kedua, paradigma sebagai pandangan dunia seseorang tersebut, membangun realitas yang dipersepsikan tentang realitas, memfokuskan perhatian pada aspek-aspek tertentu dari realitas obyektif dan membimbing interpretasi seseorang pada struktur yang mungkin dan berfungsi pada kedua realitas yang tampak mauoun yang tidak tampak. Hal itu dapat dilihat pada gambar diatas.
Ada bermacam-macam paradigma, tetapi yang mendominasi ilmu pengetahuan adalah scientific paradigm (paradigma keilmuan, namun untuk memudahkan penulis menerjemahkannya secara harfiah sebagai paradigma ilmiah) dan naturalistic paradigm atau paradigma alamiah. Paradigma ilmiah bersumber dari pandangan positivisme sedangkan paradigma alamiah bersumber pada pandangan fenomenologis sebagai yang telah dikemukakan dalam uraian sebelumnya.
Riwayat singkat kedua paradigma tersebut dikemukakan oleh Bogdan dan Taylor (1975:2) yang dapat diikuti dalam uraian berikut. Positivisme berakar pada pandangan teoretisi August Comte dan Emile Durkheim pada abad ke-19 dan awal abad ke-20. para positivis mencari fakta dan penyebab fenomena sosial, dan kurang mempertimbangkan keadaan subyektif individu. Dirkheim menyarankan kepada para ahli ilmu pengetahuan sosial untuk mempertimbangkan fakta sosial atau fenomena sosial sebagai sesuatu yang memberikan pengaruh dari luar atau memaksakan pengaruh tertentu terhadap perilaku manusia.